BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Upaya mendekatkan antara
psikologi dengan agama, telah dilakukan oleh para filosof dan psikolog.
Berkaitan dengan perspektif ini, ajaran islam memiliki hubungan yang erat dan
mendalam dengan ilmu jiwa dalam soal pendidikan akhlak dan pembinaan mental.
Tujuan keduanya adalah
untuk mencapai kesejahteraan jiwa dan ketinggian akhlak. Secara luas pendidikan
akhlak dan pembinaan mental dalam psikologi agama bertujuan mendidik, dan mengajar
manusia, membersihkan dan menyucikan jiwanya serta membina kehidupan mental
spiritualnya. Oleh karena itu, dalam psikologi agama, banyak ajaran islam yang
dijadikan petunjuk dan ketentuan yang berhubungan dengan pendidikan yang
berhubungan dengan jiwa seseorang.
Psikoterapi ajaran islam
juga memberikan bimbingan dalam proses pendidikan melepaskan diri dari
pengaruh-pengaruh negatif yang senantiasa mengganggu eksistensi kepribadian
yang selalu cenderung untuk taat dan patuh kepada Tuhannya. Untuk melepaskan
diri dari pengaruh-pengaruh negatif tersebut, psikologi agama memiliki andil
yang cukup besar dan berperan serta dalam memeberikan solusi dalam mengatasi
setiap permasalahan yang berkaitan dengan jiwa.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang
menjadi pembahasan dalam makalah ini adalah:
1.
Apa
yang dimaksud dengan Psikoterapi?
2.
Bagaiman
pengaruh Agama tentang Psikoterapi?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui Apa yang dimaksud dengan
Psikoterapi.
2.
Mengetahui Bagaimana Pengaruh Agama tentang
Psikoterapi.
D.
Metode Penulisan
Dalam penulisan
karya Ilmiah yang sangat sederhana ini, kami mengambil dari berbagai
literatur-literatur yang ada di
perpustakaan. Dan kami juga mengambil sedikit banyaknya dari berbagai
situs-situs internet yang berkaiatan dengan pembahasan kami.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Psikoterapi
Psikoterapi berasal dari
kata psycho = jiwa, dan therapy =
penyembuhan. Jadi, psikoterapi sama dengan penyembuhan jiwa. Yang
dimaksud dengan psikoterapi adalah pengobatan alam pikiran atau lebih tepatnya pengobatan
alam psikis melalui metode psikologi.
Dalam
pengobatan terhadap penderita neurosis dilakukan dengan menggunakan beberapa
terapi, salah satu di antaranya adalah psikoterapi. Yang dimaksud psikoterapi
adalah pengobatan alam pikiran atau lebih tepat pengobatan psikis melalui
metode psikologi.[1]
Dari pengertian tersebut dapat diambil suatu pemahaman bahwa psikoterapi
dipandang sebagai upaya kuratif dalam pengobatan orang yang sakit jiwa. Dari
pengertian tersebut pula tidak mencakup upaya preventif dan konstruktif.
Psikoterapi
kadang-kadang diidentikkan dengan psikoanalisis (al-tahlil al nafsiy),
yaitu suatu cara untuk menganalisis jiwa seseorang dangan menggunakan
teknik-teknik tertentu. Psikoterapi juga diartikan dengan penerapan teknik
khusus pada penyembuhan penyakit mental atau pada kesulitan-kesulitan
penyesuaian diri.
Sebenarnya
psikoterapi bukan saja untuk pengobatan (kuratif), akan tetapi juga dapat
digunakan untuk preventif upaya pencegahan dan konstruktif, demikian pendapat
Carl Gustav Jung.[2]
Sementara
kegunaan psikoterapi itu sendiri, menurut Muhammad Mahmud, adalah:
1.
Membantu
penderita dalam memahami diri sendiri, mengetahui sumber patalogi dan
kesulitannya, serta memberikan perspektif masa depannya.
2.
Membantu
penderita dalam menentukan bentuk-bentuk patologinya.
3.
Membantu
penderita dalam menentukan langkah-langkah dan pelaksanaannya.[3]
Pada umunya
psikolog kontemporer menggunakan pendekatan empiric dalam menganalisis patologi
pasiennya. Freud, misalnya, menggunakan otobiografi pasien untuk menentukan
terapi yang tepat. Sementara terapi yang digunakan dalam bentuk hipnotis,
katarsis, asosiasi bebas, dan analisis mimpi. Bentuk teknik ini dilakukan
secara bertahap dan berurutan.
1.
Hipnotis
Terapi ini biasanya dilakukan oleh
psikiater dengan cara menghilangkan ingatan-ingatan pasien yang mengandung
simtom-simtom, kemudian memberikan ingatan baru yang dapat memulihkan kesehatan
pasien.
2.
Katarsis
Yaitu pengobatan dengan cara
berbicara (talking cure). Cara kerja teknik ini yaitu dengan menyuruh
pasien untuk menceritakan simtom yang dideritanya secara rinci yang terdapat
dalam jiwanya. Setelah simtom tersebut muncul, kemudian segera dihilangkan.
3.
Asosiasi
Bebas
Yaitu dengan membiarkan pasien
menceritakan seluruh pengalamannya, baik simtom maupun tidak. Cerita yang
dikemukakan tidak mesti harus logis, teratur atau penuh arti. Apa pun isi
cerita tersebut harus dikeluarkan, tidak terkecuali yang memalukan yang selama
ini mungkin terpendam.
4.
Analisis
mimpi
Mimpi merupakan bentuk, isi dan
kegiatan dari jiwa seseorang. Oleh karena itu, dengan menggunakan metode ini,
diharapkan akan diketahui rahasia pasien yang paling dalam.[4]
B.
Manusia dan Agama
Eksistensi
agama merupakan saran pemenuhan kebutuhan esoteris manusia yang berfungsi untuk
menetralisasi seluruh tindakannya. Tanpa bantuan agama manusia senantiasa bingung,
resah, bimbang gelisah, dan sebagainya.[5]
Sebagai akibatnya manusia tidak mampu memperoleh arti kebahagiaan dan
kesejahteraan hidupnya.
Kondisi jiwa
yang tidak tenang, seperti gelisah, resah, bingung, dan sebagainya dapat
dikategorikan dalam gangguan jiwa atau dalam istilah psikopatologi disebut
dengan neurosis. Dalam al-Quran (ajaran agama islam) disebutkan dengan jelas,
bahwa dengan mengingat Allah, jiwa manusia akan menjadi tenang, bahwa al-Quran
adalah petunjuk dan sebagai obat, dan sebagainya.
Dalam memahami
Islam sebagai sebuah agama, terdapat tiga paradigma yang bisa dikembangkan:
1.
Agama
dalam dimensi subjektif, yaitu kesadaran keimanan umat (aqidah).
2.
Agama
dalam dimensi objektif, yaitu berupa amaliah atau perilaku pemeluk agama
(akhlak).
3.
Agama
dalam dimensi simbolik, yaitu ajaran keagamaan atau biasa disebut dengan
syariat.[6]
Ketiga dimensi
tersebut merupakan satu kesatuan yang integral. Apabila perilaku umat Islam
tidak mampu mencerminkan ketiga dimensi tersebut, ia tidak akan mampu
menghayati dan menjadikan agama Islam sebagai alternatif terapi dalam berbagai
persoalan yang dihadapinya.
Agar manusia
mampu mengahayati agamanya dengan baik, maka manusia harus menjadikan Islam
sebagai acuan kehidupannya secara keseluruhan, sebagaimana firman Allah:
“Hai orang yang beriman, masuklah kamu pada agama Islam secara
sempurna”. (Q.S.
al-Baqarah [2] : 208 )
Ayat tersebut
di atas memberikan gambaran bahwa agama Islam merupakan suatu ajaran agama yang
universal dan mengatur seluruh kehidupan manusia. Oleh karena itu, persoalan
manusia yang berkaitan dengan keresahan jiwa akan terselesaikan dengan baik
manakala manusia menjadikan Islam sebagai way of life dalam
kehidupannya. Dengan demikian, menjalankan ajaran agama Islam secara baik dan
benar akan dapat menjadi terapi bagi penderita neurosis.
C.
Macam-Macam Terapi
Dadang Hawari[7]
membagi terapi dalam beberapa bentuk:
1.
Terapi
Holistik, yaitu terapi yang tidak hanya menggunakan obat dan ditujukan kepada
gangguan jiwa saja, tetapi juga aspek-aspek lainnya dari pasien, sehingga
pasien diobati secara menyeluruh, baik dari segi organobiologik, psikologik,
psikososial, maupun spiritualnya.
2.
Psikoterapi
psikiatrik. Tujuan utama terapi ini adalah untuk memulihkan kembali kepercayaan
diri dan memperkuat fungsi ego.
3.
Psikoterapi
keagamaan, yaitu terapi yang diberikan dengan kembali mempelajari dan
mengamalkan ajaran agama Islam.
4.
Farmakoterapi
(psikofarmaka), yaitu terapi dengan menggunakan obat.
5.
Terapi
somatic, yaitu terapi dengan memberikan obat-obatan yang ditujukan pada keluhan
atau kelainan fisik/organik pasien.
6.
Terapi
relaksasi, yaitu terapi yang diberikan kepada pasien yang mudah disugesti.
7.
Terapi
prilaku. Terapi ini dimaksudkan agar pasien berubah, baik sikap maupun
perilakunya terhadap objek atau situasi yang menakutkan.
D.
Psikoterapi Keagamaan
Menurut Carl
Wetherington dalam Muchtar Buchari orang yang tidak merasa kurang aman dalam
hatinya adalah orang yang mengalami gangguan jiwa. Gangguan jiwanini dapat
ditelusuri berdasarkan tiga hal. Pertama, persepsi orang yang menganggap
dirinya paling hebat atau menganggap orang lain berada dibawah dirinya. Kedua,
perilaku sesorang yang menyimpang. Ketiga, orang merasa putus asa.
Dari ketiga hal
tersebut, orang yang mengalami gangguan jiwa yang disebabkan oleh persepsi
dirinya yang dianggap paling hebat akan memandang orang yang berada
disekelilingnya pun selalu dinilai dengan ukuran persepsi dirinya yang dianggap
paling hebat. Sikap orang yang mengalami gangguan mental seperti ini akan
terlihat aneh dan menyimpang dalam pandangan umum, sedangkan orang tersebut
menyadarinya. Jiwa orang seperti ini selalu memberontak dan putus asa yang
disebabkan oleh kegelisahannya yang muncul dari konflik batin yang dialaminya.
Gangguan jiwa seperti ini melemahkan kemampuan penderita untuk menemukan norma
yang berlaku etika dan moral yang bersifat universal serta melemahkan rasa
tanggung jawabnya dalam berinteraksi dengan realitas disekitarnya dengan baik.
Psikologi agama
dalam Islam didasarkan pada kehadiran Islam sebagai rahmatan lilalamin membawa
norma-norma bagi manusia tentang jalan yang harus ditempuh dalam hidupnya.
Kehadiran Islam mengubah peradaban manusia dangan mengubah cara berpikir dalam
memandang dirinya, orang lain dan alam semesta. Dan begitu juga Islam mengajarkan
bagaimana menjalani hubungan dengan Allah dengan manusia dan dengan alam
sekitar, maupun dengan dirinya sendiri.
Psikoterapi
keagamaan dalam Islam dapat dirujuk dari ayat al-Quran maupun hadis Rasulullah
yang dijadikan pedoman dalam melaksanakan psikoterapi.
1.
Ayat-ayat
al-Quran tentang psikoterapi
a.
Psikoterapi
melalui Iman
Firman Allah
SWT
Artinya:
“Barang siapa yang mengajarkan amal sholeh, baik laki-laik maupun
perempuan dalam kedaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri alas an kepada mereka
dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”. (Q.S. An-Nahl : 97)
Dengan beriman
kepada Allah dan selalu berperilaku yang baik dapat melahirkan kedamaian jiwa,
keridhoan, kelapangan dan kebahagiaan sesuai dengan janij Allah SWT yang
diperuntukkan kepada hamba-Nya yang beriman, yakni kehidupan yang baik di dunia
dan balasan yang setimpal di akhirat.
b.
Psikoterapi
melalui Ibadah
1)
Ibadah
Shalat
Firman
Allah SWT.
Artinya:
“Dan
mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat”. (Q.S.
al-Baqarah : 45 )
2)
Ibadah
Puasa
Firman
Allah SWT.
Artinya:
“Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. (Q.S.
al-Baqarah : 183 )
Ibadah dapat
mengajarkan manusia mengenai sifat terpuji seperti sabar dalam menerima cobaan
atau musibah, mengontrol hawa nafsu dan syahwat, taat, disiplin, mencintai
sesama manusia, saling tolong menolong di antara sesama, suka menolong orang
yang membutuhkan pertolongan, memiliki jiwa gotong royong, dan memiliki jiwa
solidaritas sosial, serta sifat terpuji lainnya. Kesemuanya merupakan indikator
mental yang sehat.
c.
Psikoterapi
melalui Zikir
Firman
Allah SWT.
Artinya:
“Dan
ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”. (Q.S. al-Jum’ah : 10 )
Berzikir kepada
Allah SWT dapat mendekatkan seorang hamba dengan tuhannya. Jika tuhan mendekati
hamba-Nya akan melindunginya, melimpahinya dengan rahmat dan kebahagiaan serta
kedamaian jiwa.
d.
Psikoterapi
melalui al-Quran
Firman
Allah SWT.
Artinya:
“Dan
kami turunkan dari al-Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang
yang beriman”. (Q.S. al-Isra’
: 82 )
Sesungguhnya
ketenangan jiwa akan diberikan kepada orang yang mau membaca al-Quran dengan
penuh keikhlasan dan berpasrah diri kepada Allah SWT.
2.
Hadis
Rasulullah tentang psikoterapi
a.
Psikoterapi
melalui Iman
Dari
Nukman ibn Basyir Rasulullah bersabda:
“Ingatlah!
Sesungguhnya dalam fisik (raga) itu terdapat segumpal daging. Jika sehat, maka
seluruh tubuhnya pun akan sehat. Namun, jika rusak maka seluruh tubuhnya pun
akan rusak. Ingatlah! Segumpal daging tersebut adalah hati”. (H.R Muslim dan Turmidzi)
b.
Psikoterapi
melalui Ibadah
Dari
Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Allah
SWT berfirman: “Barang siapa yang kembali kepada-ku sebagai seorang wali, maka
aku mengizinkannya untuk berperang. Hamba-ku yang terus mendekatkan diri
kepada-ku dengan melakukan ibadah sunnah hingga aku mencintainya. Jika aku
mencintainya, maka aku akan menjadi pendengar yang mendengarnya, penglihat yang
melihatnya, tangannya yang dapat menggenggamnya, dan kaki yang menjalannya.
Jika dia memohon kepada-ku, niscaya aku akan memenuhinya dan jika memohon
perlindungan kepada-ku, niscaya aku akan melindunginya”. (H.R. Abu Daud)
c.
Psikoterapi
melalui Zikir
Dari
Abu Hurairah dan Abu Said Rasulullah SAW bersabda:
“Tidaklah
suatu kelompok yang duduk berdzikir melainkan mereka akan dikelilingi oleh para
malaikat. Mereka mendapat limpahan rahmat dan mencapai ketenangan. Dan Allah
SWT akan mengingat mereka dari seseorang yang diterima disisi-Nya”. (H.R. Muslim dan Turmidzi)
d.
Psikoterapi
melalui al-Quran
Dari Ali RA, Rasulullah SAW bersabda:
“Sebaik-baik
obat ialah al-Qur’an”. (H.R Abu Majah)
Hadis ini
mengisyaratkan bahwa al-Quran merupakan obat segala macam penyakit, baik
penyakit jiwa maupun penyakit fisik tubuh (raga).
BAB III
PENUTUP
psikoterapi adalah
pengobatan alam pikiran atau lebih tepatnya pengobatan alam psikis melalui
metode psikologi. Jadi dapat diambil suatu pemahaman bahwa psikoterapi dipandang sebagai upaya kuratif
dalam pengobatan orang yang sakit jiwa.
Ajaran agama Islam di bidang akhlak dan kejiwaan, mempunyai relavansi yang erat dengan
kesehatan jiwa dengan memasukkan ajaran agama, ketaqwaan kepada Tuhan, dalam
kesehatan mental, berarti ada titik singgung antara hal-hal tersebut.
Aspek agama masuk dalam psikologi ini karena agama merupakan salah satu kebutuhan psikis dan rohani
manusia yang perlu dipenuhi oleh setiap manusia yang merindukan ketentraman di
dunia dan kebahagiaan di akhirat kelak.
DAFTAR PUSTAKA
Sururin, M.Ag. Ilmu Jiwa Agama. PT RajaGrafindo Persada.
Jakarta.
Ramayulis
H. Prof. Dr. Psikologi Agama. RADAR JAYA. Jakarta.
Jalaluddin
H. Prof. Dr. Psikologi Agama. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta.
Thouless,
Robert H. Pengantar Psikologi Agama. PT RajaGrafindo Persada. 2000.
[1]
Frieda Fordman, Pengantar Psikologi C.G. Jung, (Jakarta: Bhatara Karya
Aksara, 1988), h.69.
[2]
Ibid., h.80.
[3]
Muhammad Mahmud, Ilm al-Nafs al-Ma’ashir fi Dhaui al-Islam, (Jeddah: Dar
al-Syuruq. 1984), h. 402.
[4]
Calvvin S. Hall dan Gardner Lindzey,Teori-teori Holistik: Organismik
Fenomenologi, Yogyakarta: Kanisius, 1993), h. 110.
[5]
Yahya Jaya, Spiritualisasi Islam dalam Menumbuhkembangkan Kepribadian dan
Kesehatan Mental, (Jakarta: Ruhama, 1994), h. 81.
[6]
Masdar Farid Mas’udi, Dialog: Kritik dan Identitas Agama, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1993), h. 151-152.
[7]
Dadang Hawari, Alquran: Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta:
Dana Bhakti Prima Jasa, 1995), h. 66-74.