BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan merupakan hak setiap manusia, hak tersebut telah
tercantum dalam UUD 1945 pasal 31 yang berbunyi pendidikan adalah hak bagi
setiap warga negara. Undang-undang ini memberikan penjelasan bahwa negara
memiliki kewajiban dalam memenuhi pendidikan setiap warganya. Terlepas dari
bunyi undang-undang dasar tersebut, pendidikan sangat diperlukan manusia, agar
secara fungsional manusia mampu memiliki kecerdasan (intelligence,
spiritual, emotional) untuk menjalani kehidupannya dengan bertanggung
jawab, baik secara pribadi, sosial, maupun profesional.
Namun demikian, transformasi pendidikan dianggap berjalan baik, jika pendidikan berperan secara profesional, kontekstual dan komprehensif. Untuk mencapai hal itu, kalangan sarjana pendidikan mengatakan bahwa perangkat lunak (software) dan perangkat keras (hardware) telah terpenuhi sebelumnya.
Namun demikian, transformasi pendidikan dianggap berjalan baik, jika pendidikan berperan secara profesional, kontekstual dan komprehensif. Untuk mencapai hal itu, kalangan sarjana pendidikan mengatakan bahwa perangkat lunak (software) dan perangkat keras (hardware) telah terpenuhi sebelumnya.
Pendidikan merupakan usaha manusia
untuk meningkatkan ilmu pengetahuan yang didapat baik dari lembaga formal
maupun informal dalam membantu proses transformasi sehingga dapat mencapai
kualitas yang diharapkan. Agar kualitas yang diharapkan dapat tercapai,
diperlukan penentuan tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan inilah yang akan
menentukan keberhasilan dalam proses pembentukan pribadi manusia yang
berkualitas, dengan tanpa mengesampingkan peranan unsur-unsur lain dalam
pendidikan. Dalam proses penentuan tujuan pendidikan dibutuhkan suatu
perhitungan yang matang, cermat, dan teliti agar tidak menimbulkan masalah di
kemudian hari. Oleh karena itu perlu dirumuskan suatu tujuan pendidikan yang
menjadikan moral sebagai basis rohaniah yang amat vital dalam setiap peradaban bangsa.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
bunyi Surah Ali ‘Imran ayat 137-139?
2.
Bagaimana
bunyi Surah Al-Hajj ayat 41?
3.
Bagaimana
bunyi Surah Az-Zumar ayat 9?
4.
Bagaimana
tujuan pendidikan menurut Surah Ali ‘Imran ayat 137-139?
5.
Bagaimana
tujuan pendidikan menurut Surah Al-Hajj ayat 41?
6.
Bagaimana
tujuan pendidikan menurut Surah Az-Zumar ayat 9?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk
mengertahui bunyi Surah Ali ‘Imran ayat 137-139.
2.
Untuk
mengertahui bunyi Surah Al-Hajj ayat 41.
3.
Untuk
mengertahui bunyi Surah Az-Zumar ayat 9.
4.
Untuk
mengertahui tujuan pendidikan menurut Surah Ali ‘Imran ayat 137-139.
5.
Untuk
mengertahui tujuan pendidikan menurut Surah Al-Hajj ayat 41.
6.
Untuk
mengertahui tujuan pendidikan menurut Surah Az-Zumar ayat 9.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Surah Ali ‘Imran ayat 137-139
1.
Q.S
Ali Imran ayat 137
ôô‰s% ôMn=yz `ÏB öNä3Î=ö6s% ×ûsöß™ (#rçŽÅ¡sù ’Îû ÇÚö‘F{$# (#rãÝàR$$sù y#ø‹x. tb%x. èpt6É)»tã tûüÎ/Éj‹s3ßJø9$#
Artinya:
“Sesungguhnya
telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah, karena itu berjalanlah kamu di
muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan
(rasul-rasul).”
Sunah Allah atau sunatullah artinya
ketentuan yang berlaku bahwa yang hak pada akhirnya akan menang dan yang batil
akan kalah. Secara umum ayat ini masih dalam rangka uraian tentang Perang Uhud.
Mengenai kejadian-kejadian yang penting dan sikap orang-orang kafir terhadap
orang-orang mukmin yang berakhir dengan kemenangan orang-orang mukmin, berkat
keimanan dan kesabaran dalam menghadapi segala macam bahaya dan rintangan untuk
mempertahankan dan menegakkan kebenaran.
Sunatullah (ketentuan yang berlaku)
terhadap makhluk-Nya yang berupa kejayaan atau kemunduran, tidak pernah berubah
dan selalu terulang atau terjadi pada setiap umat yang berada pada sebab-sebab
yang sama. Dengan demikian, semenjak umat-umat dahulu sebelum umat Muhammad,
tetap berlaku sampai sekarang. Oleh karena itu, kita dituntun agar melakukan
perjalanan dan penyelidikan di bumi, sehingga kita mengambil kesimpulan bahwa
Allah dalam ketentuan-Nya telah mengaitkan antara sebab dengan musababnya.
Misalnya kalau seseorang ingin kaya, maka ia harus mengusahakan sebab-sebab
yang bisa mendatangkan kekayaan. Kalau ingin menang dalam peperangan hendaklah
dipersiapkan segala sebab untuk mendapatkan kemenangan, baik dari segi
materinya maupun dari segi taktik dan sebagainya. Kalau ingin bahagia di dunia
dan akhirat, perbuatlah sebab-sebab untuk memperolehnya, dan demikianlah
seterusnya.
Ayat 137 ini menyuruh kita
menyelidiki dan memperhatikan sebab-sebab diturunkannya azab kepada orang
mendustakan kebenaran.[1]
2.
Q.S Ali ‘Imran
ayat 138
#x‹»yd ×b$u‹t/ Ĩ$¨Y=Ïj9 “Y‰èdur ×psàÏãöqtBur šúüÉ)GßJù=Ïj9
Artinya:
“(Al
Quran) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran
bagi orang-orang yang bertakwa.”
Apa
yang tersebut pada ayat 137 adalah peringatan bagi semua manusia dan petunjuk
serta pelajaran orang-orang bertakwa. Ulama tafsir mengatakan bahwa maksud ayat
ini adalah memperingatkan kaum Muslimin bahwa kekalahan mereka dalam Perang
Uhud adalah pelajaran bagi umat Islam, dan berlakunya ketentuan sunah Allah.
Mereka
menang dalam Perang Badar, karena mereka menjalankan dan mematuhi perintah
Nabi. Dalam Perang Uhud pun mereka hampir saja memperoleh kemenangan tetapi
oleh karena mereka lalai dan tidak lagi mamatuhi perintah Nabi, akhirnya mereka
terkepung dan diserang dari belakang oleh tentara musuh yang jauh lebih banyak
jumlahnya, sehingga gugurlah puluhan syuhada dari kaum Muslimin, dan Nabi
sendiri menderita luka dan pecah salah satu giginya.[2]
3.
Q.S Ali ‘Imran
ayat 139
Ÿwur (#qãZÎgs? Ÿwur (#qçRt“øtrB ãNçFRr&ur tböqn=ôãF{$# bÎ) OçGYä. tûüÏZÏB÷s•B
Artinya:
“Janganlah
kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, Padahal kamulah
orang-orang yang paling Tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang
beriman.”
Ayat
ini menghendaki agar kaum Muslimin jangan bersifat lemah dan bersedih hati,
meskipun mereka mengalami pukulan berat dan penderitaan yang cukup pahit dalam
Perang Uhud, karena kalah atau menang dalam suatu peperangan adalah hal biasa
yang termasuk dalam ketentuan Allah. Yang demikian itu hendaklah dijadikan
pelajaran. Kaum Muslimin dalam peperangan sebenarnya mempunyai mental yang kuat
dan semangat yang tinggi serta lebih unggul jika mereka benar-benar beriman.[3]
Pada ayat 137 ini Allah
menerangkan bahwa sunnah-Nya (ketentuan yang berlaku) terhadap makhluk-Nya,
semenjak umat-umat dahulu kala sebelum umat nabi Muhammad saw, tetap berlaku
sampai sekarang. Oleh karena itu, kita di tuntut supaya melakukan perjalanan
dan penyelidikan di bumi, sehingga kita dapat pada suatu kesimpulan bahwa Allah
dalam ketentuan-nya telah mengikatkan antara sebab dengan musababnya. Misalnya
kalau seseorang ingin kaya, maka ia harus mengusahakan kesimpulannya,
sebab-sebab yang bisa membawa kepada kekayaan. Kalau ingin menang dalam
peperangan hendaklah dipersiapkan segala sebab untuk mendapatkan
kemenangan, baik dari segi materinya maupun dari segi taktik dan sebagainya.
Kalau ingin bahagia di dunia dan akhirat, perbuatlah sebab-sebab untuk
memperolehnya, dan demikianlah seterusnya.
Pada ayat 138 menjelaskan
bahwa apa yang tersebut pada ayat 137 adalah penerangan bagi seluruh manusia
dan petunjuk serta pelajaran orang-orang bertakwa. Sehingga dengan
mempelajari sejarah umat-umat terdahulu dan melihat bekasnya dengan sendirinya
akan memperoleh penjelasan, petunjuk dan pengajaran. Ilmu kita akan
bertambah-tambah tentang perjuangan hidup manusia di dalam alam ini. Dan dalam
ayat ini kita berjumpa dengan anjuran mengetahui dua tiga ilmu yang amat
penting. Pertama sejarah, kedua ilmu bekas peninggalan kuno, ketiga siasat
perang, keempat, ilmu siasat pengendalian negara.
Dalam ayat ini, Allah mengingatkan tentang sunnah-sunnah Allah
pada makhluk-Nya. Barangsiapa berjalan pada tatanan sunnah tersebut, ia akan
sampai kepada kebahagiaan, dan barangsiapa menyimpang darinya maka ia akan
tersesat, akibatnya adalah sengsara dan kehancuran. Perkara yang hak itu pasti
harus menang atas kebatilan, sekalipun pada awalnya kebatilan mempunyai kekuatan yang besar. Sehingga apabila kita tidak
menempuh jalan-jalan tersebut berarti kita tidak memakai jalan hidayah,
dan kita termasuk orang-orang yang tidak mau mengambil pelajaran dari
pengalaman.
Adapun
Hikmah dari
Musibah yang menimpa kaum mukminin pada perang uhud, Allah swt berfirman kepada kaum mukminin
yang tertimpa musibah pada perang Uhud, dimana tujuh puluh orang dari mereka
terbunuh:قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِكُمْ سُنَنٌ “sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu
sunnah-sunnah Allah.” Artinya, peristiwa seperti itu terjadi pula pada
umat-umat sebelum kalian, yaitu pengikut Nabi sebelum Rasulullah saw. Kemudian
kesudahan yang baik adalah untuk kalian dan kesudahan yang buruk akan menimpa
orang-orang kafir.
Allah swt berfirman: فَسِيرُوا فِي الأرضِ
فَانْظُروا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ اْلمُكَذِّبِينَ “karena itu, berjalanlah kamu di muka bumi.
Perhatikanlah bagaimana akibat (kesudahan yang buruk) bagi orang-orang yang
mendustakan (para Rasul).”
Kemudian Allah swt berfirman: هَذَا بَيَانٌ
لِلنَّاسِ “(Al-Quran)
ini adalah penerang bagi seluruh manusia.” Di dalamnya dijelaskan berbagai hal dengan
sangat gamblang. Bagaimana keadaan umat-umat terdahulu ketika menghadapi
musuh-musuh mereka.
وَهُدًى وَمَوْعِظَةٌ “Dan
petunjuk serta pelajaran.” Artinya, dalam al-Quran itu disebutkan pula keadaan
umat sebelum kalian sebagai petunjuk bagi hati kalian, serta pelajaran bagi
orang-orang yang bertakwa, agar menjauhi dari perkara-perkara yang diharamkan
dan dari perbuatan-perbuatan dosa.
Setelah itu Allah swt menghibur orang-orang yang
beriman dengan firman-Nya: وَلَا تَهنُوا “janganlah kamu bersikap lemah.” Karena peristiwa uhud itu. وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ اْلأَعْلَوْنَ اِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ “Dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang
yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang beriman.” Artinya, kesudahan yang baik dan
pertolongan Allah hanyalah bagi kaum mukminin.[4]
B. Tujuan
Pendidikan Menurut Surah Ali ‘Imran ayat 137-139
Dari surah Ali-Imran
ayat 137 dapat diketahui bahwa tujuan pendidikan yang terdapat dalam ayat
tersebut adalah agar manusia bisa mengambil pelajaran dari sejarah masa lalu,
dari sunnah-sunnah Allah yang berlaku pada manusia sebelumnya, agar manusia
bisa menghadapi masa depan dengan selamat sesuai dengan aturan Allah swt.
Dan pada ayat 138 “(Al
Quran) Ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran
bagi orang-orang yang bertakwa” dapat kita ketahui bahwa tujuan pendidikan
disini ialah agar manusia mengetahui jalan hidup yang lurus dan benar, dimana Al-Quran
lah yang menjadi pendidik dan menjadi penerang jalan hidup manusia.
Dan tujuan pendidikan
pada ayat 139 “Janganlah kamu bersikap lemah” yaitu agar manusia menjadi
orang yang kuat, sehat jasmani dan rohani, “dan janganlah (pula) kamu
bersedih hati” yaitu agar manusia bahagia dan tentram hidup di dunia dan di
akhirat, kemudian dilanjutkan dengan “padahal kamulah orang-orang yang
paling Tinggi” yaitu agar derajat manusia bertambah tinggi. Dan kesimpulan
tujuan pendidikan yang ada pada ayat 139 ini yaitu agar manusia menjadi orang
yang benar-benar beriman kepada Allah, dengan semakin tingginya pendidikan yang
manusia dapatkan diharapkan manusia tersebut semakin kuat imannya kepada Allah
swt. Sehingga tujuan pendidikan tidak akan tercapai apabila seseorang yang
mendapatkan pendidikan lebih tinggi bukannya bertambah imannya namun imannya
semakin berkurang, dan orang yang mendapatkan pendidikan tidak akan tercapai
tujuannya apabila nantinya tidak menjadi orang yang dapat mengambil pelajaran
dari sejarah.
C. Surah
Al Hajj ayat 41
tûïÏ%©!$# bÎ) öNßg»¨Y©3¨B ’Îû ÇÚö‘F{$# (#qãB$s%r& no4qn=¢Á9$# (#âqs?#uäur no4qŸ2¨“9$# (#rãtBr&ur Å$rã÷èyJø9$$Î/ (#öqygtRur Ç`tã Ìs3ZßJø9$# 3 ¬!ur èpt6É)»tã Í‘qãBW{$#
Artinya;
“(yaitu)
orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya
mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan
mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala
urusan.”
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari ‘Utsman bin Affan ra, dia mengatakan:
“Mengenai kami-lah diturunkan ayat ini. Kami
diusir dari kampung halaman kami tanpa alasan yang benar, kecuali karena kami
menyatakan bahwa Rabb kami adalah Allah. Kemudian Allah swt memberi kami
kedudukan dan berkuasa di muka bumi. Maka kami (bertugas) melaksanakan shalat,
menunaikan zakat, menyuruh berbuat baik, dan mencegah perbuatan mungkar. Hanya
kepada Allah kesudahan yang baik bagi segala urusan, bagiku dan bagi para
sahabatku.
Abul ‘Aliyah
mengatakan, mereka adalah para sahabat Muhammad saw. Ash-Shabah bin Sawadah
al-Kindi mengatakan, “Aku pernah mendengar ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz menyampaikan
khutbah dan mengatakan, اِنْ الَّذِينَ مَكَّنَّاهُمْ فِي
الأرض "(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan
kedudukan mereka di muka bumi.” Sampai
akhir ayat. Kemudian berkata, ‘Ketahuilah bahwa ayat ini bukan bagi
pemimpin saja, tetapi bagi pemimpin dan yang dipimpin. Maukah kalian aku
beritahu tentang hakmu yang harus dipenuhi oleh pemimpin darimu, dan apa hak
pemimpin yang harus kalian tunaikan darinya? Sesungguhnya hak kalian yang harus
dipenuhi pemimpin terhadap kalian adalah dia harus menerapkan hukum terhadap
kalian berkaitan dengan hak-hak Allah yang kalian langgar. Ia harus menegakkan
keadilan pada perkara yang terjadi di antara kalian, dan mengarahkan kalian
kepada jalan yang lurus semampunya. Sebaliknya, kewajiban yang harus kalian
penuhi dari itu semua adalah ketaatan dengan penuh kesadaran (tanpa
ketidakberdayaan atau paksaan) dalam melaksanakan ketaatan itu, dan tidak
membedakan antara ketaatan yang tersembunyi dengan ketaatan yang terlihat.
(atau tidak sekedar pura-pura taat).” ‘Athiyah al-‘Aufi mengatakan, ayat ini
sebagaimana firman-Nya:
y‰tãur ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä óOä3ZÏB (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# óOßg¨ZxÿÎ=øÜtGó¡uŠs9 ’Îû ÇÚö‘F{$# $yJŸ2 y#n=÷‚tGó™$# šúïÏ%©!$# `ÏB öNÎgÎ=ö6s% £
Artinya:
“Dan
Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan
mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang
sebelum mereka berkuasa.” (QS.
An-Nuur: 55)
Dan
firman-Nya وَلِلّهِ عَاقِبَةُ الأمُورِ “Dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” Sebagaimana firman Allah swt: وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ “Dan kesudahan (yang baik) adalah bagi
orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Qashash: 83) Zaid bin Aslam mengatakan, وَلِلّهِ
عَاقِبَةُ الأمُورِ “Dan kepada
Allah-lah kembali segala urusan.” Yakni,
di sisi Allah-lah pahala atas apa-apa yang mereka kerjakan.[5]
Kemudian
Allah menerangkan sifat-sifat orang yang diusir dari kampung halaman mereka
tanpa alasan yang benar itu. Mereka ialah para sahabat beserta Nabi Muhammad
saw, yang kepada mereka Allah telah menjanjikan kemenangan. Jika kemenangan
telah mereka peroleh, mereka tidak seperti orang-orang musyrik dan orang-orang
yang gila kekuasaan tetapi mereka akan tetap melaksanakan:
1. Shalat
pada setiap waktu yang telah ditentukan sesuai dengan yang diperintahkan Allah.
Mereka benar-benar telah yakin, bahwa shalat itu tiang agama, merupakan tali
penghubung yang langsung antara Allah dengan hamba-Nya, mensucikan jiwa dan
raga, mencegah manusia dari perbuatan keji dan perbuatan mungkar serta
merupakan perwujudan takwa yang sebenarnya.
2. Mereka
menunaikan zakat. Mereka meyakini bahwa di dalam harta si kaya terdapat hak
orang-orang fakir dan miskin. Karena itu mereka dalam menunaikan zakat itu
bukanlah karena mereka mengasihi orang-orang fakir dan miskin, tetapi
semata-mata untuk menyerahkan hak orang fakir dan miskin yang terdapat dalam
harta mereka. Jika mereka diangkat sebagai penguasa, mereka berusaha agar hak
orang-orang fakir dan miskin itu benar-benar sampai ke tangan mereka.
3. Perintah
untuk menyuruh manusia berbuat makruf dan mencegah perbuatan mungkar. Mereka
mendorong manusia mengerjakan amal saleh, memimpin manusia melalui jalan lurus
yang dibentangkan Allah. Mereka sangat benci kepada orang-orang yang biasa
melanggar larangan-larangan Allah.
Amat
benarlah janji Allah. Mereka memperoleh kemenangan yang telah dijanjikan itu.
Mereka ditetapkan Allah sebagai pengurus urusan duniawi dan pemimpin umat
beragama dengan baik. Dalam waktu yang singkat kaum Muslimin telah dapat
menguasai daerah-daerah di luar jazirah Arab.[6]
Tindakan
mereka sesuai dengan firman Allah (Q.S Ali ‘Imran: 110)
öNçGZä. uŽöyz >p¨Bé& ôMy_Ì÷zé& Ĩ$¨Y=Ï9 tbrâßDù's? Å$rã÷èyJø9$$Î/ šcöqyg÷Ys?ur Ç`tã Ìx6ZßJø9$# tbqãZÏB÷sè?ur «!$$Î/ 3 öqs9ur šÆtB#uä ã@÷dr& É=»tGÅ6ø9$# tb%s3s9 #ZŽöyz Nßg©9 4 ãNßg÷ZÏiB šcqãYÏB÷sßJø9$# ãNèdçŽsYò2r&ur tbqà)Å¡»xÿø9$#
Artinya;
“kamu
adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli
kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang
beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”
D. Tujuan
Pendidikan Menurut Surah Al-Hajj ayat 41
Ayat ini menerangkan tentang keadaan
orang-orang yang diberikan kemenangan dan Kami teguhkan kedudukan mereka di
muka bumi, yakni Kami berikan mereka kekuasaan mengelola satu wilayah dalam
keadaan mereka yang merdeka niscaya mereka melaksanakan shalat secara sempurna
rukun, syarat, dan sunnah-sunnahnya dan mereka juga menunaikan zakat sesuai
kadarnya. Serta mereka menyuruh anggota masyarakatnya agar berbuat yang ma’ruf
serta mencegah dari yang mungkar. Ayat di atas mencerminkan dari ciri-ciri
masyarakat yang diidamkan Islam.
Ayat ini
mengemukakan tentang tujuan pendidikan yang membentuk masyarakat yang
diidam-idamkan, yaitu mempunyai pemimpin dan anggota-anggota yang bertakwa,
melaksanakan shalat, menunaikan zakat, menegakkan nilai-nilai ma’ruf
(perkembangan positif) dalam masyarakat dan mencegah perbuatan yang mungkar.
E. Surah
Az-Zumar ayat 9
ô`¨Br& uqèd ìMÏZ»s% uä!$tR#uä È@ø‹©9$# #Y‰É`$y™ $VJͬ!$s%ur â‘x‹øts† notÅzFy$# (#qã_ötƒur spuH÷qu‘ ¾ÏmÎn/u‘ 3 ö@è% ö@yd “ÈqtGó¡o„ tûïÏ%©!$# tbqçHs>ôètƒ tûïÏ%©!$#ur Ÿw tbqßJn=ôètƒ 3 $yJ¯RÎ) ã©.x‹tGtƒ (#qä9'ré& É=»t7ø9F{$#
Artinya:
“(apakah kamu
Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di
waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab)
akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama
orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?"
Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”.
Kemudian Allah
memerintahkan kepada Rasul-Nya agar menanyakan kepada orang-orang kafir Mekah,
apakah mereka lebih beruntung daripada orang yang beribadah di waktu malam
dengan sujud dan berdiri dengan sangat khusyuk. Dalam melaksanakan ibadah itu,
timbullah dalam hatinya rasa takut kepada azab Allah di akhirat, dan
memancarlah harapannya akan rahmat Allah.
Perintah yang
sama diberikan Allah kepada Rasul-Nya agar menanyakan kepada mereka apakah sama
orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui. Di akhir
ayat, Allah menyatakan bahwa orang-orang yang berakal yang dapat mengambil
pelajaran. Pelajaran tersebut baik dari pengalaman hidupnya atau dari
tanda-tanda kebesaran Allah yang terdapat di langit dan di bumi serta isinya,
juga yang terdapat pada dirinya atau teladan dari kisah umat yang lalu.[7]
Pada ayat
tersebut terlihat adanya hubungan orang yang mengetahui (berilmu=ulama) dengan
melakukan ibadah di waktu malam, takut terhadap siksaan Allah di akhirat serta
mengharapkan rahmat dari Allah dan juga menerangkan bahwa sikap yang demikian
itu merupakan salah satu ciri dari ulu al-bab, yaitu orang yang
menggunakan pikiran, akal dan nalar untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, dan
menggunakan hati untuk menggunakan dan mengarahkan ilmu pengetahuan tersebut
pada tujuan peningkatan akidah, ketekunan beribadah dan ketinggian akhlak yang
mulia.
Sehubungan
dengan ayat هَلْ يَسْتَوِى الَّذِيْنَ
يَعْلَمُوْنَ وَالَّذِيْنَ لَايَعْلَمُوْنَ (Adakah sama
orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?), al-Maraghi
mengatakan: “Katakanlah hai Rasul kepada kaummu, adakah sama orang-orang yang
mengetahui bahwa ia akan mendapatkan pahala karena ketaatan kepada Tuhannya dan
akan mendapatkan siksa yang disebabkan karena kedurhakaannya, dengan
orang-orang yang tidak mengetahui hal demikian itu? Ungkapan pertanyaan dalam
ayat ini menunjukkan bahwa yang pertama (orang-orang yang mengetahui) akan
dapat mencapai derajat kebaikan, sedangkan yang kedua (orang-orang yang tidak
mengetahui) akan mendapat kehinaan dan keburukan. Berdasarkan uraian tersebut
di atas dapat ditarik beberapa catatan sebagai berikut:
1.
Al-Qur’an sangat mendorong dikembangkannya ilmu
pengetahuan.
2. Dorongan Al-Qur’an terhadap pengembangan
ilmu pengetahuuan tersebut terlihat pula dari banyaknya ayat Al-Qur’an yang
berkaitan dengan ilmu pengetahuan.
3. Banyak temuan di bidang ilmu pengetahuan
yang sejalan dengan kebenaran ayat-ayat Al-Qur’an.
4. Bahwa temuan manusia dalam bidang ilmu
pengetahuan patut dihargai. Namun tidak sepatutnya membawa dirinya menjadi
sombong dibandingkan dengan kebenaran Al-Qur’an.
5. Al-Qur’an adalah kitab yang berisi petunjuk
(hudan) termasuk petunjuk dalam pengembangan ilmu pengetahuan, yaitu agar ilmu
pengetahuan dikembangkan untuk tujuan peningkatan ibadah, akidah dan akhlak
yang mulia.
6. Kemajuan yang dicapai oleh manusia dalam
bidang ilmu pengetahuan harus ditujukan untuk mencapai kebahagiaan hidup di
dunia dan di akhirat.
7. Sebagai kitab petunjuk, Al-Qur’an tidak
hanya mendorong manusia agar mengembangkan ilmu pengetahuan, melainkan juga
memberikann dasar bidang dan ruang lingkup ilmu pengetahuan, cara menemukan dan
mengembangkannya, tujuan penggunaannya, serta sifat dari ilmu pengetahuan itu
sendiri.
8. Al-Qur’an tidak hanya menjelaskan tentang
sumber ilmu (ontologi), melainkan juga tentang cara mengembangkan ilmu (epistemologi)
dan pemanfaatan (aksiologi). Sumber ilmu itu pada garis besarnya ada dua, yaitu
ilmu yang bersumber pada wahyu (Al-Quran) yang menghasilkan ilmu naqli dan yang
bersumber pada alam melalui penalaran yang menghasilkan ilmu aqli.[8]
F.
Tujuan Pendidikan Menurut Surah Az-Zumar ayat 9
Pemahaman terhadap ayat-ayat Al-Qur’an dalam hubungannya dengan
pengembangan ilmu pengetahuan tersebut amat erat kaitannya dengan kegiatan
pendidikan. Keterkaitan ini dapat dilihat dari hal-hal sebagai berikut:
1.
Tujuan akhir dari pendidikan adalah mengubah
sikap mental dan perilaku tertentu yang dalam konteks Islam adalah agar menjadi
seorang muslim yang terbina seluruh potensi dirinya sehingga dapat melaksanakan
fungsinya sebagai khalifah dalam rangka beribadah kepada Allah, namun dalam
proses menuju ke arah tersebut diperlukan adanya upaya pengajaran. Dengan kata
lain pengajaran adalah salah satu sarana untuk mencapai tujuan pendidikan.
2.
Dalam kegiatan pengajaran tersebut, seorang guru
mau tidak mau harus mengajarkan ilmu pengetahuan, karena dalam ilmu pengetahuan
itulah akan dijumpai berbagai informasi, teori, rumus, konsep-konsep dan
sebagainya yang diperlukan untuk mewujudkan tujuan pendidikan.
3.
Melalui pendidikan diharapkan pula lahir manusia
kreatif, sanggup berpikir sendiri, walaupun kesimpulannya lain dari yang lain,
sanggup mengadakan penelitian, penemuan dan seterusnya.
4.
Pelaksanaan pendidikan harus mempertimbangkan
prinsip pengembangan ilmu pengetahuan sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an. Yaitu
pengembangan ilmu pengetahuan yang ditujukan bukan semata-mata untuk
pengembangan ilmu pengetahuan itu sendiri, melainkan untuk membawa manusia
semakin mampu menangkap hikmah di balik ilmu pengetahuan, yaitu rahasia
keagungan Allah swt.
5.
Pengajaran berbagai ilmu pengetahuan dalam proses
pendidikan yang sesuai dengan ajaran Al-Qur’an, akan menjauhkan manusia dari
sikap takabur.
6.
Pendidikan harus mampu mendorong anak didik agar
mencintai ilmu pengetahuan, yang terlihat dari terciptanya semangat dan etos
keilmuan yang tinggi; memelihara, menambah dan mengembangkan ilmu pengetahuan
yang dimilikinya, bersedia mengajarkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya itu
untuk kepentingan dirinya, agama, bangsa dan negara.[9]
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Dari surah Ali-Imran
ayat 137 dapat diketahui bahwa tujuan pendidikan yang terdapat dalam ayat
tersebut adalah agar manusia bisa mengambil pelajaran dari sejarah masa lalu,
dari sunnah-sunnah Allah yang berlaku pada manusia sebelumnya, agar manusia
bisa menghadapi masa depan dengan selamat sesuai dengan aturan Allah swt.
Dan pada ayat 138 dapat
kita ketahui bahwa tujuan pendidikan disini ialah agar manusia mengetahui jalan
hidup yang lurus dan benar, dimana Al-Quran lah yang menjadi pendidik dan
menjadi penerang jalan hidup manusia.
Dan kesimpulan tujuan
pendidikan yang ada pada ayat 139 ini yaitu agar manusia menjadi orang yang
benar-benar beriman kepada Allah, dengan semakin tingginya pendidikan yang
manusia dapatkan diharapkan manusia tersebut semakin kuat imannya kepada Allah
swt. Sehingga tujuan pendidikan tidak akan tercapai apabila seseorang yang
mendapatkan pendidikan lebih tinggi bukannya bertambah imannya namun imannya
semakin berkurang, dan orang yang mendapatkan pendidikan tidak akan tercapai
tujuannya apabila nantinya tidak menjadi orang yang dapat mengambil pelajaran
dari sejarah.
Dan pada
Surah Al-Hajj ayat 41 dikemukakan tentang tujuan pendidikan yang membentuk
masyarakat yang diidam-idamkan, yaitu mempunyai pemimpin dan anggota-anggota
yang bertakwa, melaksanakan shalat, menunaikan zakat, menegakkan nilai-nilai
ma’ruf (perkembangan positif) dalam masyarakat dan mencegah perbuatan yang mungkar.
Dan
dalam surah Az-Zumar ayat 9 menerangkan tujuan pendidikan sebagai berikut:
7.
Tujuan akhir dari pendidikan adalah mengubah
sikap mental dan perilaku tertentu yang dalam konteks Islam adalah agar menjadi
seorang muslim yang terbina seluruh potensi dirinya sehingga dapat melaksanakan
fungsinya sebagai khalifah dalam rangka beribadah kepada Allah, namun dalam
proses menuju ke arah tersebut diperlukan adanya upaya pengajaran. Dengan kata
lain pengajaran adalah salah satu sarana untuk mencapai tujuan pendidikan.
8.
Dalam kegiatan pengajaran tersebut, seorang guru
mau tidak mau harus mengajarkan ilmu pengetahuan, karena dalam ilmu pengetahuan
itulah akan dijumpai berbagai informasi, teori, rumus, konsep-konsep dan
sebagainya yang diperlukan untuk mewujudkan tujuan pendidikan.
9.
Melalui pendidikan diharapkan pula lahir manusia
kreatif, sanggup berpikir sendiri, walaupun kesimpulannya lain dari yang lain,
sanggup mengadakan penelitian, penemuan dan seterusnya.
10. Pelaksanaan pendidikan
harus mempertimbangkan prinsip pengembangan ilmu pengetahuan sesuai dengan
petunjuk Al-Qur’an. Yaitu pengembangan ilmu pengetahuan yang ditujukan bukan
semata-mata untuk pengembangan ilmu pengetahuan itu sendiri, melainkan untuk
membawa manusia semakin mampu menangkap hikmah di balik ilmu pengetahuan, yaitu
rahasia keagungan Allah swt.
11. Pengajaran berbagai ilmu
pengetahuan dalam proses pendidikan yang sesuai dengan ajaran Al-Qur’an, akan
menjauhkan manusia dari sikap takabur.
12. Pendidikan harus mampu
mendorong anak didik agar mencintai ilmu pengetahuan, yang terlihat dari
terciptanya semangat dan etos keilmuan yang tinggi; memelihara, menambah dan
mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya, bersedia mengajarkan ilmu
pengetahuan yang dimilikinya itu untuk kepentingan dirinya, agama, bangsa dan
negara.
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata, Tafsir
Ayat-ayat Pendidikan (Tafsir Al-Ayat Al-Tarbawiy), Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2002.
Kementrian
Agama RI, Al-Qur’an & Tafsirnya Jilid II, Jakarta: Lentera Abadi,
2010.
Kementrian
Agama RI, Al-Qur’an & Tafsirnya Jilid VI, Jakarta: Lentera Abadi,
2010.
Kementrian
Agama RI, Al-Qur’an & Tafsirnya Jilid VIII, Jakarta: Lentera Abadi,
2010.
Shafiyyur
Al-Mubarak, Tafsir Ibnu Katsir Jilid II, Bogor: Pustaka Ibnu Katsir,
2006.
[1] Kementrian
Agama RI, Al-Qur’an & Tafsirnya Jilid II, (Jakarta: Lentera Abadi,
2010), h. 49
[2] Ibid.
[3] Ibid.
[4] Shafiyyur
Al-Mubarak, Tafsir Ibnu Katsir Jilid II, (Bogor: Pustaka Ibnu Katsir,
2006), h. 305-306
[5] Ibid.,
h. 184-186
[6] Kementrian
Agama RI, Al-Qur’an & Tafsirnya Jilid VI, (Jakarta: Lentera Abadi,
2010), h. 418-419
[7] Kementrian
Agama RI, Al-Qur’an & Tafsirnya Jilid VIII, (Jakarta: Lentera Abadi,
2010), h. 419-420
[8] Abuddin Nata, Tafsir
Ayat-ayat Pendidikan (Tafsir Al-Ayat Al-Tarbawiy), (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2002), h. 166-167
[9] Ibid,. h.
169-170
Tidak ada komentar:
Posting Komentar