Assalamualaikum...

Assalamualaikum...

Selasa, 26 Agustus 2014

Tujuan Pendidikan Surah Ali-Imran 137-139, Al-Hajj 41, Az-Zumar 9



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pendidikan merupakan hak setiap manusia, hak tersebut telah tercantum dalam UUD 1945 pasal 31 yang berbunyi pendidikan adalah hak bagi setiap warga negara. Undang-undang ini memberikan penjelasan bahwa negara memiliki kewajiban dalam memenuhi pendidikan setiap warganya. Terlepas dari bunyi undang-undang dasar tersebut, pendidikan sangat diperlukan manusia, agar secara fungsional manusia mampu memiliki kecerdasan (intelligence, spiritual, emotional) untuk menjalani kehidupannya dengan bertanggung jawab, baik secara pribadi, sosial, maupun profesional.
Namun demikian, transformasi pendidikan dianggap berjalan baik, jika pendidikan berperan secara profesional, kontekstual dan komprehensif. Untuk mencapai hal itu, kalangan sarjana pendidikan mengatakan bahwa perangkat lunak (software) dan perangkat keras (hardware) telah terpenuhi sebelumnya.
Pendidikan merupakan usaha manusia untuk meningkatkan ilmu pengetahuan yang didapat baik dari lembaga formal maupun informal dalam membantu proses transformasi sehingga dapat mencapai kualitas yang diharapkan. Agar kualitas yang diharapkan dapat tercapai, diperlukan penentuan tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan inilah yang akan menentukan keberhasilan dalam proses pembentukan pribadi manusia yang berkualitas, dengan tanpa mengesampingkan peranan unsur-unsur lain dalam pendidikan. Dalam proses penentuan tujuan pendidikan dibutuhkan suatu perhitungan yang matang, cermat, dan teliti agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. Oleh karena itu perlu dirumuskan suatu tujuan pendidikan yang menjadikan moral sebagai basis rohaniah yang amat vital dalam setiap peradaban bangsa.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana bunyi Surah Ali ‘Imran ayat 137-139?
2.      Bagaimana bunyi Surah Al-Hajj ayat 41?
3.      Bagaimana bunyi Surah Az-Zumar ayat 9?
4.      Bagaimana tujuan pendidikan menurut Surah Ali ‘Imran ayat 137-139?
5.      Bagaimana tujuan pendidikan menurut Surah Al-Hajj ayat 41?
6.      Bagaimana tujuan pendidikan menurut Surah Az-Zumar ayat 9?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengertahui bunyi Surah Ali ‘Imran ayat 137-139.
2.      Untuk mengertahui bunyi Surah Al-Hajj ayat 41.
3.      Untuk mengertahui bunyi Surah Az-Zumar ayat 9.
4.      Untuk mengertahui tujuan pendidikan menurut Surah Ali ‘Imran ayat 137-139.
5.      Untuk mengertahui tujuan pendidikan menurut Surah Al-Hajj ayat 41.
6.      Untuk mengertahui tujuan pendidikan menurut Surah Az-Zumar ayat 9.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Surah Ali ‘Imran ayat 137-139
1.      Q.S Ali Imran ayat 137
ôôs% ôMn=yz `ÏB öNä3Î=ö6s% ×ûsöß (#r玍šsù Îû ÇÚöF{$# (#rãÝàR$$sù y#øx. tb%x. èpt6É)»tã tûüÎ/Éjs3ßJø9$#   
Artinya:
“Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah, karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).”
Sunah Allah atau sunatullah artinya ketentuan yang berlaku bahwa yang hak pada akhirnya akan menang dan yang batil akan kalah. Secara umum ayat ini masih dalam rangka uraian tentang Perang Uhud. Mengenai kejadian-kejadian yang penting dan sikap orang-orang kafir terhadap orang-orang mukmin yang berakhir dengan kemenangan orang-orang mukmin, berkat keimanan dan kesabaran dalam menghadapi segala macam bahaya dan rintangan untuk mempertahankan dan menegakkan kebenaran.
Sunatullah (ketentuan yang berlaku) terhadap makhluk-Nya yang berupa kejayaan atau kemunduran, tidak pernah berubah dan selalu terulang atau terjadi pada setiap umat yang berada pada sebab-sebab yang sama. Dengan demikian, semenjak umat-umat dahulu sebelum umat Muhammad, tetap berlaku sampai sekarang. Oleh karena itu, kita dituntun agar melakukan perjalanan dan penyelidikan di bumi, sehingga kita mengambil kesimpulan bahwa Allah dalam ketentuan-Nya telah mengaitkan antara sebab dengan musababnya. Misalnya kalau seseorang ingin kaya, maka ia harus mengusahakan sebab-sebab yang bisa mendatangkan kekayaan. Kalau ingin menang dalam peperangan hendaklah dipersiapkan segala sebab untuk mendapatkan kemenangan, baik dari segi materinya maupun dari segi taktik dan sebagainya. Kalau ingin bahagia di dunia dan akhirat, perbuatlah sebab-sebab untuk memperolehnya, dan demikianlah seterusnya.
Ayat 137 ini menyuruh kita menyelidiki dan memperhatikan sebab-sebab diturunkannya azab kepada orang mendustakan kebenaran.[1]
2.      Q.S Ali ‘Imran ayat 138
#x»yd ×b$ut/ Ĩ$¨Y=Ïj9 Yèdur ×psàÏãöqtBur šúüÉ)­GßJù=Ïj9 
Artinya:
“(Al Quran) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.”
Apa yang tersebut pada ayat 137 adalah peringatan bagi semua manusia dan petunjuk serta pelajaran orang-orang bertakwa. Ulama tafsir mengatakan bahwa maksud ayat ini adalah memperingatkan kaum Muslimin bahwa kekalahan mereka dalam Perang Uhud adalah pelajaran bagi umat Islam, dan berlakunya ketentuan sunah Allah.
Mereka menang dalam Perang Badar, karena mereka menjalankan dan mematuhi perintah Nabi. Dalam Perang Uhud pun mereka hampir saja memperoleh kemenangan tetapi oleh karena mereka lalai dan tidak lagi mamatuhi perintah Nabi, akhirnya mereka terkepung dan diserang dari belakang oleh tentara musuh yang jauh lebih banyak jumlahnya, sehingga gugurlah puluhan syuhada dari kaum Muslimin, dan Nabi sendiri menderita luka dan pecah salah satu giginya.[2]
3.      Q.S Ali ‘Imran ayat 139
Ÿwur (#qãZÎgs? Ÿwur (#qçRtøtrB ãNçFRr&ur tböqn=ôãF{$# bÎ) OçGYä. tûüÏZÏB÷sB  
Artinya:
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, Padahal kamulah orang-orang yang paling Tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.”
Ayat ini menghendaki agar kaum Muslimin jangan bersifat lemah dan bersedih hati, meskipun mereka mengalami pukulan berat dan penderitaan yang cukup pahit dalam Perang Uhud, karena kalah atau menang dalam suatu peperangan adalah hal biasa yang termasuk dalam ketentuan Allah. Yang demikian itu hendaklah dijadikan pelajaran. Kaum Muslimin dalam peperangan sebenarnya mempunyai mental yang kuat dan semangat yang tinggi serta lebih unggul jika mereka benar-benar beriman.[3]
Pada ayat 137 ini Allah menerangkan bahwa sunnah-Nya (ketentuan yang berlaku) terhadap makhluk-Nya, semenjak umat-umat dahulu kala sebelum umat nabi Muhammad saw, tetap berlaku sampai sekarang. Oleh karena itu, kita di tuntut supaya melakukan perjalanan dan penyelidikan di bumi, sehingga kita dapat pada suatu kesimpulan bahwa Allah dalam ketentuan-nya telah mengikatkan antara sebab dengan musababnya. Misalnya kalau seseorang ingin kaya, maka ia harus mengusahakan kesimpulannya, sebab-sebab yang bisa membawa kepada kekayaan. Kalau ingin menang dalam peperangan hendaklah  dipersiapkan segala sebab untuk mendapatkan kemenangan, baik dari segi materinya maupun dari segi taktik dan sebagainya. Kalau ingin bahagia di dunia dan akhirat, perbuatlah sebab-sebab untuk memperolehnya, dan demikianlah seterusnya.
Pada ayat 138 menjelaskan bahwa apa yang tersebut pada ayat 137 adalah penerangan bagi seluruh manusia dan petunjuk serta pelajaran orang-orang bertakwa. Sehingga  dengan mempelajari sejarah umat-umat terdahulu  dan melihat bekasnya dengan sendirinya akan memperoleh penjelasan, petunjuk dan pengajaran. Ilmu kita akan bertambah-tambah tentang perjuangan hidup manusia di dalam alam ini. Dan dalam ayat ini kita berjumpa dengan anjuran mengetahui dua tiga ilmu yang amat penting. Pertama sejarah, kedua ilmu bekas peninggalan kuno, ketiga siasat perang, keempat, ilmu siasat pengendalian negara.
Dalam ayat ini, Allah mengingatkan  tentang sunnah-sunnah  Allah pada makhluk-Nya. Barangsiapa berjalan pada tatanan sunnah tersebut, ia akan sampai kepada kebahagiaan, dan barangsiapa menyimpang darinya maka ia akan tersesat, akibatnya adalah sengsara dan kehancuran. Perkara yang hak itu pasti harus menang atas kebatilan, sekalipun pada awalnya kebatilan mempunyai kekuatan yang besar. Sehingga apabila kita tidak menempuh jalan-jalan tersebut berarti kita tidak memakai jalan hidayah, dan kita termasuk orang-orang yang tidak mau mengambil pelajaran dari pengalaman.
Adapun Hikmah dari Musibah yang menimpa kaum mukminin pada perang uhud, Allah swt berfirman kepada kaum mukminin yang tertimpa musibah pada perang Uhud, dimana tujuh puluh orang dari mereka terbunuh:قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِكُمْ سُنَنٌ  sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah.” Artinya, peristiwa seperti itu terjadi pula pada umat-umat sebelum kalian, yaitu pengikut Nabi sebelum Rasulullah saw. Kemudian kesudahan yang baik adalah untuk kalian dan kesudahan yang buruk akan menimpa orang-orang kafir.
Allah swt berfirman: فَسِيرُوا فِي الأرضِ فَانْظُروا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ اْلمُكَذِّبِينَ “karena itu, berjalanlah kamu di muka bumi. Perhatikanlah bagaimana akibat (kesudahan yang buruk) bagi orang-orang yang mendustakan (para Rasul).”
Kemudian Allah swt berfirman: هَذَا بَيَانٌ لِلنَّاسِ “(Al-Quran) ini adalah penerang bagi seluruh manusia.” Di dalamnya dijelaskan berbagai hal dengan sangat gamblang. Bagaimana keadaan umat-umat terdahulu ketika menghadapi musuh-musuh mereka.
وَهُدًى وَمَوْعِظَةٌ “Dan petunjuk serta pelajaran.” Artinya, dalam al-Quran itu disebutkan pula keadaan umat sebelum kalian sebagai petunjuk bagi hati kalian, serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa, agar menjauhi dari perkara-perkara yang diharamkan dan dari perbuatan-perbuatan dosa.
Setelah itu Allah swt menghibur orang-orang yang beriman dengan firman-Nya: وَلَا تَهنُوا “janganlah kamu bersikap lemah.” Karena peristiwa uhud itu. وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ اْلأَعْلَوْنَ اِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ “Dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang beriman.” Artinya, kesudahan yang baik dan pertolongan Allah hanyalah bagi kaum mukminin.[4]

B.     Tujuan Pendidikan Menurut Surah Ali ‘Imran ayat 137-139
Dari surah Ali-Imran ayat 137 dapat diketahui bahwa tujuan pendidikan yang terdapat dalam ayat tersebut adalah agar manusia bisa mengambil pelajaran dari sejarah masa lalu, dari sunnah-sunnah Allah yang berlaku pada manusia sebelumnya, agar manusia bisa menghadapi masa depan dengan selamat sesuai dengan aturan Allah swt.
Dan pada ayat 138 “(Al Quran) Ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa” dapat kita ketahui bahwa tujuan pendidikan disini ialah agar manusia mengetahui jalan hidup yang lurus dan benar, dimana Al-Quran lah yang menjadi pendidik dan menjadi penerang jalan hidup manusia.
Dan tujuan pendidikan pada ayat 139 “Janganlah kamu bersikap lemah” yaitu agar manusia menjadi orang yang kuat, sehat jasmani dan rohani, “dan janganlah (pula) kamu bersedih hati” yaitu agar manusia bahagia dan tentram hidup di dunia dan di akhirat, kemudian dilanjutkan dengan “padahal kamulah orang-orang yang paling Tinggi” yaitu agar derajat manusia bertambah tinggi. Dan kesimpulan tujuan pendidikan yang ada pada ayat 139 ini yaitu agar manusia menjadi orang yang benar-benar beriman kepada Allah, dengan semakin tingginya pendidikan yang manusia dapatkan diharapkan manusia tersebut semakin kuat imannya kepada Allah swt. Sehingga tujuan pendidikan tidak akan tercapai apabila seseorang yang mendapatkan pendidikan lebih tinggi bukannya bertambah imannya namun imannya semakin berkurang, dan orang yang mendapatkan pendidikan tidak akan tercapai tujuannya apabila nantinya tidak menjadi orang yang dapat mengambil pelajaran dari sejarah.


C.    Surah Al Hajj ayat 41
tûïÏ%©!$# bÎ) öNßg»¨Y©3¨B Îû ÇÚöF{$# (#qãB$s%r& no4qn=¢Á9$# (#âqs?#uäur no4qŸ2¨9$# (#rãtBr&ur Å$rã÷èyJø9$$Î/ (#öqygtRur Ç`tã ̍s3ZßJø9$# 3 ¬!ur èpt6É)»tã ÍqãBW{$#  
Artinya;
“(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.”
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari ‘Utsman bin Affan ra, dia mengatakan: “Mengenai kami-lah diturunkan ayat ini. Kami diusir dari kampung halaman kami tanpa alasan yang benar, kecuali karena kami menyatakan bahwa Rabb kami adalah Allah. Kemudian Allah swt memberi kami kedudukan dan berkuasa di muka bumi. Maka kami (bertugas) melaksanakan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat baik, dan mencegah perbuatan mungkar. Hanya kepada Allah kesudahan yang baik bagi segala urusan, bagiku dan bagi para sahabatku.
Abul ‘Aliyah mengatakan, mereka adalah para sahabat Muhammad saw. Ash-Shabah bin Sawadah al-Kindi mengatakan, “Aku pernah mendengar ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz menyampaikan khutbah dan mengatakan, اِنْ الَّذِينَ مَكَّنَّاهُمْ فِي الأرض  "(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi.” Sampai akhir ayat. Kemudian berkata, ‘Ketahuilah bahwa ayat ini bukan bagi pemimpin saja, tetapi bagi pemimpin dan yang dipimpin. Maukah kalian aku beritahu tentang hakmu yang harus dipenuhi oleh pemimpin darimu, dan apa hak pemimpin yang harus kalian tunaikan darinya? Sesungguhnya hak kalian yang harus dipenuhi pemimpin terhadap kalian adalah dia harus menerapkan hukum terhadap kalian berkaitan dengan hak-hak Allah yang kalian langgar. Ia harus menegakkan keadilan pada perkara yang terjadi di antara kalian, dan mengarahkan kalian kepada jalan yang lurus semampunya. Sebaliknya, kewajiban yang harus kalian penuhi dari itu semua adalah ketaatan dengan penuh kesadaran (tanpa ketidakberdayaan atau paksaan) dalam melaksanakan ketaatan itu, dan tidak membedakan antara ketaatan yang tersembunyi dengan ketaatan yang terlihat. (atau tidak sekedar pura-pura taat).” ‘Athiyah al-‘Aufi mengatakan, ayat ini sebagaimana firman-Nya:
ytãur ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä óOä3ZÏB (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# óOßg¨ZxÿÎ=øÜtGó¡uŠs9 Îû ÇÚöF{$# $yJŸ2 y#n=÷tGó$# šúïÏ%©!$# `ÏB öNÎgÎ=ö6s% £
Artinya:
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa.” (QS. An-Nuur: 55)
Dan firman-Nya وَلِلّهِ عَاقِبَةُ الأمُورِ “Dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” Sebagaimana firman Allah swt: وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ “Dan kesudahan (yang baik) adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Qashash: 83) Zaid bin Aslam mengatakan, وَلِلّهِ عَاقِبَةُ الأمُورِ “Dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” Yakni, di sisi Allah-lah pahala atas apa-apa yang mereka kerjakan.[5]
Kemudian Allah menerangkan sifat-sifat orang yang diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar itu. Mereka ialah para sahabat beserta Nabi Muhammad saw, yang kepada mereka Allah telah menjanjikan kemenangan. Jika kemenangan telah mereka peroleh, mereka tidak seperti orang-orang musyrik dan orang-orang yang gila kekuasaan tetapi mereka akan tetap melaksanakan:
1.      Shalat pada setiap waktu yang telah ditentukan sesuai dengan yang diperintahkan Allah. Mereka benar-benar telah yakin, bahwa shalat itu tiang agama, merupakan tali penghubung yang langsung antara Allah dengan hamba-Nya, mensucikan jiwa dan raga, mencegah manusia dari perbuatan keji dan perbuatan mungkar serta merupakan perwujudan takwa yang sebenarnya.
2.      Mereka menunaikan zakat. Mereka meyakini bahwa di dalam harta si kaya terdapat hak orang-orang fakir dan miskin. Karena itu mereka dalam menunaikan zakat itu bukanlah karena mereka mengasihi orang-orang fakir dan miskin, tetapi semata-mata untuk menyerahkan hak orang fakir dan miskin yang terdapat dalam harta mereka. Jika mereka diangkat sebagai penguasa, mereka berusaha agar hak orang-orang fakir dan miskin itu benar-benar sampai ke tangan mereka.
3.      Perintah untuk menyuruh manusia berbuat makruf dan mencegah perbuatan mungkar. Mereka mendorong manusia mengerjakan amal saleh, memimpin manusia melalui jalan lurus yang dibentangkan Allah. Mereka sangat benci kepada orang-orang yang biasa melanggar larangan-larangan Allah.
Amat benarlah janji Allah. Mereka memperoleh kemenangan yang telah dijanjikan itu. Mereka ditetapkan Allah sebagai pengurus urusan duniawi dan pemimpin umat beragama dengan baik. Dalam waktu yang singkat kaum Muslimin telah dapat menguasai daerah-daerah di luar jazirah Arab.[6]
Tindakan mereka sesuai dengan firman Allah (Q.S Ali ‘Imran: 110)
öNçGZä. uŽöyz >p¨Bé& ôMy_̍÷zé& Ĩ$¨Y=Ï9 tbrâßDù's? Å$rã÷èyJø9$$Î/ šcöqyg÷Ys?ur Ç`tã ̍x6ZßJø9$# tbqãZÏB÷sè?ur «!$$Î/ 3 öqs9ur šÆtB#uä ã@÷dr& É=»tGÅ6ø9$# tb%s3s9 #ZŽöyz Nßg©9 4 ãNßg÷ZÏiB šcqãYÏB÷sßJø9$# ãNèdçŽsYò2r&ur tbqà)Å¡»xÿø9$#
Artinya;
“kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”


D.    Tujuan Pendidikan Menurut Surah Al-Hajj ayat 41
Ayat ini menerangkan tentang keadaan orang-orang yang diberikan kemenangan dan Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, yakni Kami berikan mereka kekuasaan mengelola satu wilayah dalam keadaan mereka yang merdeka niscaya mereka melaksanakan shalat secara sempurna rukun, syarat, dan sunnah-sunnahnya dan mereka juga menunaikan zakat sesuai kadarnya. Serta mereka menyuruh anggota masyarakatnya agar berbuat yang ma’ruf serta mencegah dari yang mungkar. Ayat di atas mencerminkan dari ciri-ciri masyarakat yang diidamkan Islam.
Ayat ini mengemukakan tentang tujuan pendidikan yang membentuk masyarakat yang diidam-idamkan, yaitu mempunyai pemimpin dan anggota-anggota yang bertakwa, melaksanakan shalat, menunaikan zakat, menegakkan nilai-nilai ma’ruf (perkembangan positif) dalam masyarakat dan mencegah perbuatan yang mungkar.


E.     Surah Az-Zumar ayat 9
ô`¨Br& uqèd ìMÏZ»s% uä!$tR#uä È@ø©9$# #YÉ`$y $VJͬ!$s%ur âxøts notÅzFy$# (#qã_ötƒur spuH÷qu ¾ÏmÎn/u 3 ö@è% ö@yd ÈqtGó¡o tûïÏ%©!$# tbqçHs>ôètƒ tûïÏ%©!$#ur Ÿw tbqßJn=ôètƒ 3 $yJ¯RÎ) ㍩.xtGtƒ (#qä9'ré& É=»t7ø9F{$#  
Artinya:
“(apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”.
Kemudian Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya agar menanyakan kepada orang-orang kafir Mekah, apakah mereka lebih beruntung daripada orang yang beribadah di waktu malam dengan sujud dan berdiri dengan sangat khusyuk. Dalam melaksanakan ibadah itu, timbullah dalam hatinya rasa takut kepada azab Allah di akhirat, dan memancarlah harapannya akan rahmat Allah.
Perintah yang sama diberikan Allah kepada Rasul-Nya agar menanyakan kepada mereka apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui. Di akhir ayat, Allah menyatakan bahwa orang-orang yang berakal yang dapat mengambil pelajaran. Pelajaran tersebut baik dari pengalaman hidupnya atau dari tanda-tanda kebesaran Allah yang terdapat di langit dan di bumi serta isinya, juga yang terdapat pada dirinya atau teladan dari kisah umat yang lalu.[7]
Pada ayat tersebut terlihat adanya hubungan orang yang mengetahui (berilmu=ulama) dengan melakukan ibadah di waktu malam, takut terhadap siksaan Allah di akhirat serta mengharapkan rahmat dari Allah dan juga menerangkan bahwa sikap yang demikian itu merupakan salah satu ciri dari ulu al-bab, yaitu orang yang menggunakan pikiran, akal dan nalar untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, dan menggunakan hati untuk menggunakan dan mengarahkan ilmu pengetahuan tersebut pada tujuan peningkatan akidah, ketekunan beribadah dan ketinggian akhlak yang mulia.
Sehubungan dengan ayat هَلْ يَسْتَوِى الَّذِيْنَ يَعْلَمُوْنَ وَالَّذِيْنَ لَايَعْلَمُوْنَ (Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?), al-Maraghi mengatakan: “Katakanlah hai Rasul kepada kaummu, adakah sama orang-orang yang mengetahui bahwa ia akan mendapatkan pahala karena ketaatan kepada Tuhannya dan akan mendapatkan siksa yang disebabkan karena kedurhakaannya, dengan orang-orang yang tidak mengetahui hal demikian itu? Ungkapan pertanyaan dalam ayat ini menunjukkan bahwa yang pertama (orang-orang yang mengetahui) akan dapat mencapai derajat kebaikan, sedangkan yang kedua (orang-orang yang tidak mengetahui) akan mendapat kehinaan dan keburukan. Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat ditarik beberapa catatan sebagai berikut:
1.      Al-Qur’an sangat mendorong dikembangkannya ilmu pengetahuan.
2.      Dorongan Al-Qur’an terhadap pengembangan ilmu pengetahuuan tersebut terlihat pula dari banyaknya ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan.
3.      Banyak temuan di bidang ilmu pengetahuan yang sejalan dengan kebenaran ayat-ayat Al-Qur’an.
4.      Bahwa temuan manusia dalam bidang ilmu pengetahuan patut dihargai. Namun tidak sepatutnya membawa dirinya menjadi sombong dibandingkan dengan kebenaran Al-Qur’an.
5.      Al-Qur’an adalah kitab yang berisi petunjuk (hudan) termasuk petunjuk dalam pengembangan ilmu pengetahuan, yaitu agar ilmu pengetahuan dikembangkan untuk tujuan peningkatan ibadah, akidah dan akhlak yang mulia.
6.      Kemajuan yang dicapai oleh manusia dalam bidang ilmu pengetahuan harus ditujukan untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
7.      Sebagai kitab petunjuk, Al-Qur’an tidak hanya mendorong manusia agar mengembangkan ilmu pengetahuan, melainkan juga memberikann dasar bidang dan ruang lingkup ilmu pengetahuan, cara menemukan dan mengembangkannya, tujuan penggunaannya, serta sifat dari ilmu pengetahuan itu sendiri.
8.      Al-Qur’an tidak hanya menjelaskan tentang sumber ilmu (ontologi), melainkan juga tentang cara mengembangkan ilmu (epistemologi) dan pemanfaatan (aksiologi). Sumber ilmu itu pada garis besarnya ada dua, yaitu ilmu yang bersumber pada wahyu (Al-Quran) yang menghasilkan ilmu naqli dan yang bersumber pada alam melalui penalaran yang menghasilkan ilmu aqli.[8]

F.     Tujuan Pendidikan Menurut Surah Az-Zumar ayat 9
Pemahaman terhadap ayat-ayat Al-Qur’an dalam hubungannya dengan pengembangan ilmu pengetahuan tersebut amat erat kaitannya dengan kegiatan pendidikan. Keterkaitan ini dapat dilihat dari hal-hal sebagai berikut:
1.      Tujuan akhir dari pendidikan adalah mengubah sikap mental dan perilaku tertentu yang dalam konteks Islam adalah agar menjadi seorang muslim yang terbina seluruh potensi dirinya sehingga dapat melaksanakan fungsinya sebagai khalifah dalam rangka beribadah kepada Allah, namun dalam proses menuju ke arah tersebut diperlukan adanya upaya pengajaran. Dengan kata lain pengajaran adalah salah satu sarana untuk mencapai tujuan pendidikan.
2.      Dalam kegiatan pengajaran tersebut, seorang guru mau tidak mau harus mengajarkan ilmu pengetahuan, karena dalam ilmu pengetahuan itulah akan dijumpai berbagai informasi, teori, rumus, konsep-konsep dan sebagainya yang diperlukan untuk mewujudkan tujuan pendidikan.
3.      Melalui pendidikan diharapkan pula lahir manusia kreatif, sanggup berpikir sendiri, walaupun kesimpulannya lain dari yang lain, sanggup mengadakan penelitian, penemuan dan seterusnya.
4.      Pelaksanaan pendidikan harus mempertimbangkan prinsip pengembangan ilmu pengetahuan sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an. Yaitu pengembangan ilmu pengetahuan yang ditujukan bukan semata-mata untuk pengembangan ilmu pengetahuan itu sendiri, melainkan untuk membawa manusia semakin mampu menangkap hikmah di balik ilmu pengetahuan, yaitu rahasia keagungan Allah swt.
5.      Pengajaran berbagai ilmu pengetahuan dalam proses pendidikan yang sesuai dengan ajaran Al-Qur’an, akan menjauhkan manusia dari sikap takabur.
6.      Pendidikan harus mampu mendorong anak didik agar mencintai ilmu pengetahuan, yang terlihat dari terciptanya semangat dan etos keilmuan yang tinggi; memelihara, menambah dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya, bersedia mengajarkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya itu untuk kepentingan dirinya, agama, bangsa dan negara.[9]












BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
Dari surah Ali-Imran ayat 137 dapat diketahui bahwa tujuan pendidikan yang terdapat dalam ayat tersebut adalah agar manusia bisa mengambil pelajaran dari sejarah masa lalu, dari sunnah-sunnah Allah yang berlaku pada manusia sebelumnya, agar manusia bisa menghadapi masa depan dengan selamat sesuai dengan aturan Allah swt.
Dan pada ayat 138 dapat kita ketahui bahwa tujuan pendidikan disini ialah agar manusia mengetahui jalan hidup yang lurus dan benar, dimana Al-Quran lah yang menjadi pendidik dan menjadi penerang jalan hidup manusia.
Dan kesimpulan tujuan pendidikan yang ada pada ayat 139 ini yaitu agar manusia menjadi orang yang benar-benar beriman kepada Allah, dengan semakin tingginya pendidikan yang manusia dapatkan diharapkan manusia tersebut semakin kuat imannya kepada Allah swt. Sehingga tujuan pendidikan tidak akan tercapai apabila seseorang yang mendapatkan pendidikan lebih tinggi bukannya bertambah imannya namun imannya semakin berkurang, dan orang yang mendapatkan pendidikan tidak akan tercapai tujuannya apabila nantinya tidak menjadi orang yang dapat mengambil pelajaran dari sejarah.
Dan pada Surah Al-Hajj ayat 41 dikemukakan tentang tujuan pendidikan yang membentuk masyarakat yang diidam-idamkan, yaitu mempunyai pemimpin dan anggota-anggota yang bertakwa, melaksanakan shalat, menunaikan zakat, menegakkan nilai-nilai ma’ruf (perkembangan positif) dalam masyarakat dan mencegah perbuatan yang mungkar.
Dan dalam surah Az-Zumar ayat 9 menerangkan tujuan pendidikan sebagai berikut:
7.      Tujuan akhir dari pendidikan adalah mengubah sikap mental dan perilaku tertentu yang dalam konteks Islam adalah agar menjadi seorang muslim yang terbina seluruh potensi dirinya sehingga dapat melaksanakan fungsinya sebagai khalifah dalam rangka beribadah kepada Allah, namun dalam proses menuju ke arah tersebut diperlukan adanya upaya pengajaran. Dengan kata lain pengajaran adalah salah satu sarana untuk mencapai tujuan pendidikan.
8.      Dalam kegiatan pengajaran tersebut, seorang guru mau tidak mau harus mengajarkan ilmu pengetahuan, karena dalam ilmu pengetahuan itulah akan dijumpai berbagai informasi, teori, rumus, konsep-konsep dan sebagainya yang diperlukan untuk mewujudkan tujuan pendidikan.
9.      Melalui pendidikan diharapkan pula lahir manusia kreatif, sanggup berpikir sendiri, walaupun kesimpulannya lain dari yang lain, sanggup mengadakan penelitian, penemuan dan seterusnya.
10.  Pelaksanaan pendidikan harus mempertimbangkan prinsip pengembangan ilmu pengetahuan sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an. Yaitu pengembangan ilmu pengetahuan yang ditujukan bukan semata-mata untuk pengembangan ilmu pengetahuan itu sendiri, melainkan untuk membawa manusia semakin mampu menangkap hikmah di balik ilmu pengetahuan, yaitu rahasia keagungan Allah swt.
11.  Pengajaran berbagai ilmu pengetahuan dalam proses pendidikan yang sesuai dengan ajaran Al-Qur’an, akan menjauhkan manusia dari sikap takabur.
12.  Pendidikan harus mampu mendorong anak didik agar mencintai ilmu pengetahuan, yang terlihat dari terciptanya semangat dan etos keilmuan yang tinggi; memelihara, menambah dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya, bersedia mengajarkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya itu untuk kepentingan dirinya, agama, bangsa dan negara.










DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan (Tafsir Al-Ayat Al-Tarbawiy), Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002.
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an & Tafsirnya Jilid II, Jakarta: Lentera Abadi, 2010.
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an & Tafsirnya Jilid VI, Jakarta: Lentera Abadi, 2010.
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an & Tafsirnya Jilid VIII, Jakarta: Lentera Abadi, 2010.
Shafiyyur Al-Mubarak, Tafsir Ibnu Katsir Jilid II, Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2006.




[1] Kementrian Agama RI, Al-Qur’an & Tafsirnya Jilid II, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), h. 49
[2] Ibid.
[3] Ibid.
[4] Shafiyyur Al-Mubarak, Tafsir Ibnu Katsir Jilid II, (Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2006), h. 305-306
[5] Ibid., h. 184-186
[6] Kementrian Agama RI, Al-Qur’an & Tafsirnya Jilid VI, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), h. 418-419
[7] Kementrian Agama RI, Al-Qur’an & Tafsirnya Jilid VIII, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), h. 419-420
[8] Abuddin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan (Tafsir Al-Ayat Al-Tarbawiy), (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002), h. 166-167
[9] Ibid,. h. 169-170

Tidak ada komentar:

Posting Komentar