BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kurikulum, mungkin kata yang satu ini
bukan lagi menjadi bahasa asing bagi kita semua khususnya para mahasiswa
jurusan tarbiyah sebagai calon pendidik
profesional. Sempit pemahaman kita sering kali mengartikan Kurikulum sebagai
kumpulan mata pelajaran atau bahan ajar. Akan tetapi, dapat juga kita artikan
secara luas yaitu bahwa Kurikulum adalah meliputi semua pengalaman yang
diperoleh siswa karena ada pengaruh atau bimbingan dan tanggung jawab rencana
atau program pendidikan (written curriculum), dan juga pelaksana dari pada
rencana tersebut (actual curriculum).
Kurikulum seperti pengertiannya, dapat
juga dalam ruang lingkupnya mencakup lingkup sempit maupun lingkup luas.
Kurikulum dalam cakupan luas yaitu sebagai program pengajaran pada suatu
jenjang pendidikan, dan dalam cakupan yang sempit yaitu seperti program
pengajaran suatu mata pelajaran untuk beberapa jam pelajaran. Akan tetapi kemudian
pertanyan yang muncul, apakah dalam lingkup yang luas ataupun yang sempit kurikulum
dapat membentuk desain yang menggambarkan pola organisasi daripada komponen-komponen
kurikulum dengan perlengkapan penunjangnya? Dari hal tersebut di atas, dalam
hal analisis dan desain kurikulum akan sangat diperlukan sekali pemahaman kita
akan pentingya komponen-komponen kurikulum sendiri yang harus berjalan secara
hierarkis dan saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Komponen-komponen
kurikulum tersebut kemudian bukan hanya menjadi wacana yang hanya kita pelajari
secara teoritis akan tetapi harus di aplikasikan dalam dunia sesungguhnya
sehingga komponen tersebut dapat membentuk suatu gambaran akan bentuk ideal
sebuah kurikulum.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang menjadi
pembahasan dalam karya ilmiah ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan Anatomi dan Desain Kurikulum?
2. Apa saja komponen-komponennya?
C. Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui Apa yang
dimaksud dengan Anatomi dan Desain Kurikulum.
2.
Mengetahui Apa saja
komponen-komponennya.
D. Metode Penulisan
Dalam penulisan karya ilmiah yang sangat sederhana ini, kami mengambil dari
berbagai literatur-literatur yang ada di
perpustakaan. Dan kami juga mengambil sedikit banyaknya dari berbagai
situs-situs internet yang berkaitan dengan pembahasan kami.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Anatomi dan Desain Kurikulum
Anatomi kita artikan dengan menggunakan
arti struktur atau susunan juga bagian atau komponen.[1] Desain
biasa diterjemahkan sebagai seni terapan, arsitektur, dan berbagai pencapaian
kreatif lainnya. Dalam sebuah kalimat, kata "desain" bisa digunakan
baik sebagai kata benda maupun kata kerja. Sebagai kata kerja,
"desain" memiliki arti proses untuk membuat dan menciptakan obyek
baru. Sebagai kata benda, "desain" digunakan untuk menyebut hasil
akhir dari sebuah proses kreatif, baik itu berwujud sebuah rencana, proposal,
atau berbentuk objek nyata. Dalam kaitannya hal ini di artikan sebagai proses
dari pada pelaksanaan atau penerapan model kurkulum dalam dunia pendidikan. Proses
desain pada umumnya memperhitungkan aspek fungsi, estetik dan berbagai macam
aspek lainnya, yang biasanya datanya didapatkan dari riset, pemikiran,
brainstorming, maupun dari desain yang sudah ada sebelumnya.
Kurikulum adalah perangkat mata
pelajaran yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang
berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta pelajaran dalam
satu periode jenjang pendidikan. Penyusunan perangkat mata pelajaran ini
disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam
penyelenggaraan pendidikan tersebut. Lama waktu dalam satu kurikulum biasanya
disesuaikan dengan maksud dan tujuan dari sistem pendidikan yang dilaksanakan.
Kurikulum ini dimaksudkan untuk dapat mengarahkan pendidikan menuju arah dan
tujuan yang dimaksudkan dalam kegiatan pembelajaran secara menyeluruh.
B. Komponen-Komponen Kurikulum
Komponen-komponen kurikulum terdiri dari:
1. Tujuan
Tujuan kurikulum dirumuskan berdasarkan perkembangan
tuntutan, kebutuhan dan kondisi masyarakat serta didasari oleh
pemikiran-pemikiran dan terarah pada pencapaian nilai-nilai filosofis, terutama
falsafah negara. Dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah 1975/1976
dikenal kategori tujuan sebagai berikut:
a. Tujuan
Pendidikan Nasional, tujuan jangka panjang, tujuan ideal pendidikan Bangsa
Indonesia.
b. Tujuan
Institusional, merupakan sasaran pendidikan sesuatu lembaga pendidikan.
c. Tujuan
Kurikuler, adalah tujuan yang ingin dicapai oleh sesuatu program studi.
d. Tujuan
Instruksional, yang merupakan target yang harus dicapai oleh sesuatu mata
pelajaran.
e. Umum,
jangka panjang.
f. Khusus,
jangka pendek. Mengajar dalam kelas lebih menekankan tujuan khusus, sebab hal
itu akan dapat memberikan gambaran yang lebih konkret dan menekankan pada
perilaku siswa, sedang perumusan tujuan umum lebih bersifat abstrak,
pencapaiannya memerlukan waktu yang lebih lama dan lebih sukar diukur.
2. Bahan
Ajar
Tugas utama seorang guru adalah menciptakan
lingkungan (lingkungan orang-orang, alat-alat dan ide-ide), untuk mendorong
siswa melakukan interaksi yang produktif dan memberikan pengalaman belajar yang
dibutuhkan. Cara untuk menyusun sekuens bahan ajar:
a. Sekuens Kronologis, untuk menyusun
bahan ajar yang mengandung urutan waktu.
b. Sekuens Kausal, siswa
dihadapkan pada peristiwa-peristiwa atau situasi yang menjadi sebab atau
pendahulu dari sesuatu peristiwa atau situasi lain.
c. Sekuens Struktural, bagian-bagian
bahan ajar suatu bidang studi telah mempunyai struktur tertentu.
d. Sekuens Logis dan Psikologis,
menurut sekuens logis, bahan ajar dimulai dari bagian menuju pada keseluruhan,
dari yang sederhana kepada yang kompleks, tetapi menurut sekuens psikologis
sebaliknya dari keseluruhan kepada bagian, dari yang kompleks kepada yang
sederhana.
e. Sekuens Spiral, bahan ajar
dipusatkan pada topik atau pokok bahan
tertentu.
f. Rangkaian ke Belakang,
mengajar dimulai dengan langkah terakhir dan mundur ke belakang.
g. Sekuens berdasarkan hierarki belajar,
prosedur model ini adalah: tujuan-tujuan khusus utama pembelajaran dianalisis,
kemudian dicari suatu hierarki urutan bahan ajar untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
3. Strategi
Mengajar
Penyusunan sekuens bahan ajar berhubungan erat
dengan strategi atau metode mengajar. Pada waktu guru menyusun sekuens suatu
bahan ajar, ia juga harus memikirkan strategi mengajar mana yang sesuai untuk
menyajikan bahan ajar dengan urutan seperti itu.
Ada beberapa strategi yang dapat digunakan dalam
mengajar, yaitu:
a. Reception/Exposition Learning - Discovery Learning
Reception
dan exposition sesungguhnya mempunyai makna yang sama, hanya berbeda
dalam pelakunya. Reception learning dilihat dari sisi siswa sedangkan exposition
dilihat dari sisi guru. Dalam discovery learning bahan ajar tidak
disajikan dalam bentuk akhir, siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun
informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan,
mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan.
b. Rote Learning - Meaningful Learning
Dalam
rote learning bahan ajar disampaikan kepada siswa tanpa memperhatikan
arti atau maknanya bagi siswa. Siswa menguasai bahan ajar dengan
menghafalkannya. Dalam meaningful learning penyampaian bahan
mengutamakan maknanya bagi siswa.
c. Group Learning - Individual Learning
Pelaksanaan discovery learning menuntut
aktivitas belajar yang bersifat individual atau dalam bentuk kelompok-kelompok
kecil. Discovery learning dalam bentuk kelas pelaksanaannya agak sukar
dan mempunyai beberapa masalah, diantaranya adalah karena kemampuan dan
kecepatan belajar siswa tidak sama, maka kegiatan discovery hanya akan dilakukan
oleh siswa-siswa yang pandai dan cepat, siswa-siswa yang kurang dan lambat akan
mengikuti saja kegiatan dan menerima temuan-temuan anak-anak cepat. Anak-anak
yang kurang dan lambat akan sangat menderita motivasi belajarnya.
4. Media
Mengajar
Pengelompokkan media mengajar menurut Rowntree
(1974: 104-113) adalah:
a. Interaksi Insani. Media ini
merupakan komunikasi langsung antara dua orang atau lebih.
b. Realita. Realita merupakan
bentuk perangsang nyata seperti orang-orang, binatang, benda-benda, peristiwa,
dan sebagainya yang diamati siswa. Dalam interaksi insani siswa berkomunikasi
dengan orang-orang, sedangkan dalam realita orang-orang tersebut hanya menjadi
objek pengamtan, objek studi siswa.
c. Pictorial. Media ini menunjukkan
penyajian berbagai bentuk variasi gambar dan diagram nyata ataupun simbol,
bergerak atau tidak, dibuat di atas kertas, film, kaset, disket dan media
lainnya.
d. Simbol Tertulis. Media penyajian
informasi yang paling umum, tetapi tetap efektif.
e. Rekaman Suara. Berbagai bentuk
informasi dapat disampaikan kepada anak dalam bentuk rekaman suara.
5. Evaluasi
Pengajaran
Evaluasi ditujukan untuk menilai pencapaian
tujuan-tujuan yang telah ditentukan serta menilai proses pelaksanaan mengajar
secara keseluruhan.
a. Evaluasi Hasil Belajar-Mengajar. Dalam
evaluasi ini disusun butir-butir soal untuk mengukur pencapaian tiap tujuan
khusus yang telah ditentukan. Untuk tiap tujuan khusus minimal disusun satu
butir soal. Menurut lingkup luas bahan dan jangka waktu belajar dibedakan
antara evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.
b. Evaluasi Pelaksanaan Mengajar.
Untuk mengevaluasi komponen-komponen dan proses pelaksanaan mengajar bukan hanya digunakan tes tetapi juga
digunakan bentuk-bentuk nontes, seperti observasi, studi dokumenter, analisis
hasil pekerjaan, angket dan cheklist.
6. Penyempurnaan
Pengajaran
Hasil-hasil evaluasi, baik evaluasi hasil belajar,
maupun evaluasi pelaksanaan mengajar secara keseluruhan, merupakan umpan balik
bagi penyempurnaan-penyempurnaan lebih lanjut. Sesuai dengan komponen-komponen
yang dievaluasi, pada dasarnya semua komponen mengajar mempunyai kemungkinan
untuk disempurnakan, bergantung pada kesimpulan-kesimpulan hasil evaluasi.[2]
C. Desain Kurikulum
1. Subject
Centered Design
Kurikulum yang dipusatkan pada isi atau meteri yang
akan diajarkan. Kurikulum tersusun atas sejumlah mata-mata pelajaran, dan
mata-mata pelajaran tersebut diajarkan secara terpisah-pisah. isi kurikulum pada
subjek ini berpusat pada mata pelajaran secara terpisah, kurikulum ini juga
dinamakan separated subject curriculum.[3] Berkembang
dari konsep pendidikan klasik yang menekankan pengetahuan nilai-nilai dan
warisan budaya masa lalu, dan berupaya untuk mewariskannya kepada generasi
berikutnya.
Model design curriculum ini mempunyai
beberapa kelebihan dan kekurangan. Beberapa kelabihan ini adalah:
a. Mudah
disusun, dilaksanakan, dievaluasi dan disempurnakan.
b. Para
pengajarnya tidak perlu dipersiapkan secara khusus, asal menguasai ilmu atau bahan
yang akan diajarkan sering dipandang sudah dapat menyampaikannya
Kekurangannya
adalah:
a. Karena
pengetahuan diberikan secara terpisah, hal itu bertentangan dengan kenyataan,
sebab dalam kenyataan pengetahuan itu merupakan satu kesatuan.
b. Karena
mengutamakan bahan ajar maka peran peserta didik sangat pasif .
c. Pengajaran
lebih menekankan pengetahuan dan kehidupan masa lalu, dengan demikian
pengajaran lebih bersifat verbalistis dan kurang praktis.
2. Leaner-centered
design
Desain ini berbeda dengan subject centered,
yang bertolak dari cita-cita untuk melestarikan dan mewariskan budaya, dan
karena itu mereka mengutamakan peranan isi dari kurikulum.
Leaner centered, memberi tempat
utama kepada peserta didik. Di dalam pendidikan atau pengajaran yang belajar
dan berkembang adalah peserta didik sendiri.
Ada dua ciri utama model leaner centred:
a. Leaner centered design
mengembangkan kurikulum dengan bertolak dari peserta didik dan bukan dari isi.
b. Leaner centered bersifat non-preplanned
(kurikulum tidak diorganisasikan sebelumnya) tetapi dikembangkan bersama antara
guru dengan siswa dalam penyelesaian tugas-tugas pendidikan.
3. Problem
centered design
Menekankan manusia dalam kesatuan kelompok yaitu
kesejahteraan masyarakat. Konsep pendidikan para pengembang model kurikulum ini
berangkat dari asumsi bahwa manusia sebagai makhluk sosial selalu hidup
bersama.
Ada dua variasi model desain kurikulum ini:
a. The Areas of Living Design
Model desain ini menggunakan pengalaman
dan situasi-situasi nyata dari peserta didik seabagi pembuka jalan dalam
mempelajari bidang-bidang kehidupan. Tiap pengalaman peserta didik sangat erat
hubungannya dengan bidang-bidang kehidupan sehingga dapat dikatakan suatu
desain kurikulum bidang-bidang kehidupan yang dirumuskan dengan baik akan
merangkumkan pengalaman-pengalamn sosial peserta didik.
b. The Core Design
Mayoritas
memandang core curriculum sebagai suatu model pendidikan atau program
pendidikan yang memberikan pendidikan umum. The core curriculum diberikan
guru-guru yang memiliki penguasaan dan berwawasan luas, bukan spesialis, di
samping memberikan pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan sosial, guru-guru
tersebut juga memberikan bimbingan terhadap perkembangan sosial pribadi peserta
didik.
Ada
beberapa variasi desain core curriculum yaitu:
1) The
separate subject core
2) The
correlated core
3) The
fused core
4) The
activity/experience core
5) The
areas of living core
6) The
social problems core
BAB
III
PENUTUP
A. Simpulan
Anatomi dan Desain Kurikulum ini mendeskripsikan
secara terperinci tentang komponen yang harus ada pada setiap kurikulum serta
desain kurikulum yang dapat digunankan untuk proses pembelajaran. Wacana
tersebut menyebutkan bahwa dalam kurikulum itu terdapat beberapa komponen,
diantaranya adalah tujuan kurikulum, bahan ajar atau materi atau isi dari
kurikulum tersebut, strategi mengajar atau metode mengajar, media mengajar dan
evaluasi pengajaran serta penyempurnaan pengajaran. Komponen-komponen tersebut
saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Setiap komponen mempunyai isi yang
sangat penting sekali bagi kelangsungan kurikulum.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad, Dkk. Pengembangan kurikulum. Bandung : pustaka setia. 1998.
Muhammad Faizin, Anatomi dan Desain Kurikulum, dalam http://faizhijauhitam.blogspot.com/2009/10/anatomi-kurikulum.html.
Sukmadinata, Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum Teori Dan Praktek. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya. 2009.
Wina Sanjaya, Kurikulum Pembelajaran, Teori dan Praktek
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, cet, 3, 2010.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar