Assalamualaikum...

Assalamualaikum...

Selasa, 24 Desember 2013

Inseminasi dan Bayi Tabung



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Segala yang telah diciptakan oleh sang pencipta (Allah) memiliki pasangannya masing-masing, begitupun juga dengan manusia. Manusia telah ditakdirkan untuk hidup saling berpasang-pasangan antara laki-laki dan perempuan yang disatukan dalam satu ikatan yang disebut dengan pernikahan. Dalam hubungan pernikahan keinginan terbesar oleh sepasang suami-istri adalah mempunyai keturunan (anak). Sebagaimana diketahui bahwa anak bagi orang tua merupakan harta yang sangat berharga. Karena anak dapat diibaratkan sebagai penenang, penyemangat, pelengkap hidup dan dapat menggantikan orang tuanya sebagai pencari nafkah bagi keluarganya ketika dewasa kelak. Oleh karena itu bagi pasangan yang belum dikaruniai anak akan berupaya untuk dapat mempunyai keturunan (anak).
Pasangan suami-istri yang sudah bertahun-tahun menikah tetapi belum dapat dikaruniai anak. Mereka pun gelisah, usia sudah semakin tua tetapi belum mempunyai anak. Ajaran syariat Islam mengajarkan kita untuk tidak boleh berputus asa dan menganjurkan untuk senantiasa berikhtiar (usaha) serta bertawakkal dalam menggapai karunia Allah SWT. Allah telah menjanjikan setiap kesulitan ada solusi. Termasuk kesulitan dalam mempunyai keturunan (anak).
Pada dasarnya pembuahan yang alami terjadi dalam rahim melalui cara yang alami pula (hubungan seksual), sesuai dengan fitrah yang telah ditetapkan Allah untuk manusia. Akan tetapi pembuahan alami ini terkadang sulit terwujud, misalnya karena rusaknya atau tertutupnya saluran indung telur yang membawa sel telur ke rahim, serta tidak dapat diatasi dengan cara membukanya atau mengobatinya. Atau karena sel sperma suami lemah atau tidak mampu menjangkau rahim isteri untuk bertemu dengan sel telur, serta tidak dapat diatasi dengan cara memperkuat sel sperma tersebut, atau mengupayakan sampainya sel sperma ke rahim isteri agar bertemu dengan sel telur di sana. Semua ini akan meniadakan kelahiran dan menghambat suami isteri untuk mempunyai anak. Padahal Islam telah menganjurkan dan mendorong hal tersebut dan kaum muslimin pun telah disunnahkan melakukannya.
Namun dengan teknologi Sekarang ini sudah muncul berbagai kecanggihan yang dapat di gunakan untuk mengatasi kendala-kendala kehidupan terkhusus pada kesulitan mempunyai anak dengan berbagai faktor penyebab, baik penyebab yang telah dipaparkan sebelumnya ataupun yang dipengaruhi oleh faktor usia ataupun faktor-faktor penyebab lainnya. Dengan kemajuan teknologi yang telah diciptakan oleh manusia itu sendiri pada bidang kedokteran dan ilmu biologi modern yang telah berhasil menciptakan teknologi yang disebut bayi tabung/inseminasi buatan. Dengan cara inseminasi butan inilah pasangan yang telah menikah bertahun-tahun dapat menggunakan inseminasi sebagai solusi untuk mendapatkan keturunan (anak).
Pada dasarnya orang-orang memuji pada bidang teknologi tersebut. Namun, mereka belum tahu pasti apakah produk-produk teknologi yang dipergunakan tersebut dapat dibenarkan menurut pandangan islam. Oleh karena hal tersebut diatas, untuk mengetahui lebih banyak mengenai bayi tabung/inseminasi menurut pandangan islam. Maka akan disajikan pembahasan bayi tabung tersebut dalam bentuk karya tulis ilmiah ini.



B.     Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang menjadi pembahasan dalam karya ilmiah ini adalah:
1.      Apa yang dimaksud dengan Inseminasi dan Bayi Tabung?
2.      Apa hukum dari Inseminasi dan Bayi Tabung?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui Apa yang dimaksud dengan Inseminasi dan Bayi Tabung.
2.      Mengetahui Apa hukum dari Inseminasi dan Bayi Tabung.

D.    Metode Penulisan
Dalam penulisan karya Ilmiah yang sangat sederhana ini, kami mengambil dari berbagai literatur-literatur  yang ada di perpustakaan. Dan kami juga mengambil sedikit banyaknya dari berbagai situs-situs internet yang berkaiatan dengan pembahasan kami.







BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian
Kata inseminasi berasal dari bahasa Inggris “insemination” yang artinya pembuahan atau penghamilan secara teknologi, bukan secara alamiah. Kata inseminasi itu sendiri dimaksudkan oleh dokter arab dengan istilah اَلتَّلْقِيْحُ dari fiil (kata kerja) لَقَّحَ - يُلَقِّحُ  menjadi  تَلْقِيْحاًyang berarti mengawinkan atau mempertemukan (memadukan). Kita mengenal dua macam inseminasi; yaitu inseminasi alamiah atau Natural Insemination yaitu pembuahan dengan cara hubungan badan antara dua jenis makhluk biologis. Dan inseminasi buatan atau Artifical Insemination.
Kata talqih yang sama pengertiannya dengan inseminasi, diambil dari dokter ahli kandungan bangsa arab, dalam upaya pembuahan terhadap wanita yang menginginkan kehamilan. Padahal sebenarnya, istilah itu berasal dari petani kurma yang pekerjaannya menaburkan serbuk bunga jantan terhadap bunga betina, agar pohon kurmanya dapat berbuah.
Sedangkan pengertian bayi tabung disebutnya sebagai istilah: اْلأَنَابِيْبِ طِفْلُ yang artinya jabang bayi; yaitu sel telur yang telah dibuahi oleh sperma yang telah dibiakkan dalam tempat pembiakan (cawan) yang sudah siap untuk diletakkan ke dalam rahim seorang ibu.

B.     Pencangkokan Sperma (Bayi Tabung)
Kalau islam telah melindungi keturunan, yaitu dengan mengharamkan zina dan pengangkatan anak, sehingga dengan demikian situasi keluarga selalu bersih dari anasir-anasir asing maka untuk itu islam juga mengharamkan apa yang disebut pencangkokan sperma (bayi tabung), apabila ternyata pencangkokan itu bukan sperma suami. Bahkan, situasi demikian, seperti kata Syekh Syaltut, suatu perbuatan zina dalam satu waktu sebab intinya adalah satu dan hasilnya satu juga, yaitu meletakkan air laki-laki lain dengan suatu kesengajaan pada ladang yang tidak ada ikatan perkawinan secara syara’ yang dilindungi hukum naluri dan syari’at agama. Andaikata tidak ada pembatasan-pembatasan dalam masalah bentuk pelanggaran hukum niscaya pencangkokan ini dapat dihukumi berzina yang oleh syari’at Allah telah diberinya pembatasan dan kitab-kitab agama akan menurunkan ayat tentang itu.
Apabila pencangkokan yang dilakukan itu bukan air suami, tidak diragukan lagi adalah suatu kejahatan yang sangat buruk dan suatu perbuatan mungkar yang lebih hebat daripada pengangkatan anak, yaitu memasukkan unsur asing kedalam nasab, dan antara perbuatan jahat yang lain berupa perbuatan zina dalam suatu waktu yang ditentang oleh syara’, undang-undang dan kemanusiaan yang tinggi, dan akan meluncur ke derajat binatang yang tidak berperikemanusiaan dengan adanya ikatan kemasyarakatan yang mulia.[1]

C.    Teknik Pembuatannya
Untuk melakukan inseminasi buatan (al-talqih al-sina’iyah); yaitu sepasang suami isteri yang menginginkan kehamilan, diharapkan selalu berkonsultasi dengan dokter ahli dengan memeriksakan dirinya, apakah keduanya bisa membuahi atau dibuahi, untuk mendapatkan keturunan atau tidak.
Banyak orang yang sebenarnya memiliki sperma atau ovum yang cukup subur, tetapi justru tidak dapat membuahi atau dibuahi, karena ada kelainan pada alat kelaminnya (alat produksinya). Misalnya seorang wanita yang tersumbat saluran sel-sel telurnya, dan proses ovulasinya tidak normal atau gerakan sperma laki-laki tidak dapat menjangkau (mati sebelum bertemu dengan ovum wanita), maka tidak akan terjadi pertemuan (percampuran) antara dua macam sel ketika melakukan coitus (senggama).
Kalau terjadi kasus seperti tersebut diatas, maka dokter ahli dapat mengupayakannya dengan mengambil sel telur (ovum) wanita, dengan cara fungsi aspirasi cairan folikel melalui vagina dengan menggunakan sebuah alat yang disebut “trasvaginal transkuler ultra sound” yang bentuknya pipih memanjang, sebesar dua jari telunjuk orang dewasa.
Pemaduan kedua sel tersebut, lalu disimpan dalam cawan pembiakkan selama beberapa hari. Inilah yang disebut dengan bayi tabung; yaitu jabang bayi yang akan diletakkan ke dalam rahim seorang ibu dengan cara menggunakan alat semacam suntikan.
Sebagai tambahan informasi, bahwa di Negara muslim masih sering dilakukan dua macam inseminasi, yaitu:
1.      Inseminasi Heterolog, yaitu disebut juga “artificial insemination donor (AID)”, yaitu inseminasi buatan yang selnya bukan berasal dari air mani suami isteri yang sah.
2.      Inseminasi Homolog, yaitu disebut juga “artificial insemination husband (AIH)”, yaitu inseminasi buatan yang berasal dari sel mani suami isteri yang sah.
Sejak bayi tabung itu dimasukkan ke dalam rahim seorang ibu, sejak itu pula berlaku larangan dokter yang harus dipatuhi oleh ibu, antara lain:
1.      Tidak bekerja keras, atau terlalu capek.
2.      Tidak makan atau minum sesuatu yang mengandung unsur alkohol.
3.      Tidak boleh melakukan senggama selama 15 hari atau 3 minggu sejak bayi tabung itu diletakkan ke dalam rahim.
Sejak itu dinyatakan hamil, perkembangan janin dalam rahimnya dapat dipantau oleh dokternya atau bidan yang menanganinya, melalui sebuah alat yang disebut “ultra sound” sehingga letak dan gerak janin itu dapat dilihat dengan jelas melalui alat canggih itu hingga ia lahir.

D.    Hukumnya
Upaya inseminasi dan bayi tabung, dibolehkan dalam islam, manakala perpaduan sperma dengan ovum itu bersumber dari suami isteri yang sah (Inseminasi Homolog), yang disebut juga dengan artificial insemination husband (AIH). Dan yang dilarang adalah inseminasi buatan bayi tabung yang berasal dari perpaduan sperma dan ovum dari orang lain (Inseminasi Heterolog), yang disebut juga dengan artificial insemination donor (AID).
Inseminasi Homolog dan bayi tabung tidak melanggar ketentuan agama, kecuali hanya menempuh jalan keluar untuk memenuhi kebutuhan memperoleh keturunan. Tanpa dengan melalui prosedur senggama, karena tidak dapat membuahi dan dibuahi. Karena itu, kebolehannya ada karena faktor darurat yang diberi dispensasi oleh agama, sebagaimana hadis yang mengatakan:
لاَضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ. (روه ابن ماجه عن أبي سعيد الخدري)[2]
Artinya:
Tidak boleh mempersulit diri dan menyulitkan orang lain. H.R Ibnu Majah, yang bersumber dari Abi Said al-Hudriyyi.
Qoidah Fiqhiyah juga mengatakan:
اَلضَّرَرُ يُزَالُ.[3]
                        Artinya:
                                                Kesulitan (yang dialami) dapat dihindarkan (dalam agama).
Untuk mencegah agar suami-isteri tidak lagi mengalami kesulitan akibat tidak hamil dengan dengan cara senggama, maka perlu ditolong oleh dokter ahli, dengan cara inseminasi buatan dan bayi tabung, yang diambil dari zat sperma dengan ovum suami-isteri yang sah. Dan sebaliknya, bila bersumber dari orang lain, maka dikatagorikan perbuatan zina, dan dapat menyulitkan persoalan hukum sesudahnya, misalnya:
1.      Mengacaukan hukum islam untuk menentukan siapa wali putri yang lahir dari proses tersebut, karena nasabnya sudah kabur.
2.      Menyulitkan hukum islam untuk menentukan hak-haknya dalam urusan perwarisan dan sebagainya.
Islam selalu mendorong manusia yang mempunyai keahlian untuk melakukan riset terhadap obyek alam semesta, untuk membuka tabir rahasia Allah. Orang islam harus selalu mencari argumentasi ilmiah, mengenai kejadian manusia tanpa melalui seks, misalnya kejadian Adam, kejadian Hawa dari tulang rusuk Adam, dan kejadian Isa dari Ibu Maryam. Ada kemungkinan Allah melakukan proses dengan perintah kepada malaikatnya dengan cara seperti tegnologi kloning, misalnya mengambil sel telur tunggal air susu Ibu Maryam, lalu diproses menjadi jabang bayi, kemudian diletakkan kedalam rahim Ibu Maryam, padahal ia tidak memiliki suami ini bisa dibuktikan dengan melalui riset kloning manusia, tetapi tidak untuk selama-lamanya, hanya sekedar untuk pembuktian kebenaran riset tentang kejadian manusia tanpa melalui hubungan seks.
BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
Inseminasi buatan dengan sel sperma dan ovum dari suami istri sendiri dan tidak ditransfer embrionya kedalam rahim wanita lain (ibu titipan) diperbolehkan oleh islam, jika keadaan kondisi suami istri yang bersangkutan benar-benar memerlukan. Dan status anak hasil inseminasi macam ini sah menurut Islam.
Inseminasi buatan dengan sperma dan ovum donor diharamkan oleh Islam. Hukumnya sama dengan zina dan anak yang lahir dari hasil inseminasi macam ini statusnya sama dengan anak yang lahir diluar perkawinan yang sah.









DAFTAR PUSTAKA
http://auhafiqah.blogspot.com/2013/05/pandangan-islam-terhadap-bayi.html
Mahjuddin, Drs. H. M.pd.I. Masailul Fiqhiyah, Jakarta. Kalam Mulia. 2003.
Qardhawi, Syekh Muhammad Yusuf. Halal & Haram Dalam Islam. Bina Offset. 2007.


[1] Fatawa Syaltut, hal. 20.
[2] Al-Suyiffiy, al-AsWih Wa-al-Nazair Fi-al-Furii, Wir al-Fikr, Mesir, tt., hal 59.
[3] Ibid, hal 60.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar