Assalamualaikum...

Assalamualaikum...

Selasa, 19 Maret 2013

Akhlak Tasawuf - Ma'rifah


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam Islam kita semua diwajibkan mengenal siapa yang kita sembah, agar kita ikhlas dan senang mengerjakan semua perintah yang diberikan-Nya kepada kita. Kita sering mendengar ungkapan yang tidak asing lagi ditelinga kita yaitu: اَوَّلُ الدِّيْنِ مَعْرِفَةُ اللهِ   yang pertama agama itu mengenal Allah.
Maka dalam makalah kami yang begitu singakat ini akan mencoba membahas pengertian Ma`rifat, tujuan, kadudukannya, tokoh-tokohnya dan masih banyak lagi.
B.     Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Memenuhi tugas yang telah dierikan oleh Dosen Pembimbing kami dalah Mata kuliah Akhlak Tasawuf.
2.      Menambah khajanah pengetahuan khususnya dibidang Ma`rifat.
3.      Semoga setelah membaca isi makalah ini keimanan dan ibadah kita menjadi semakin meningkat.









BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian
Istilah Ma`Rifah  berasal dari kata “ Al-Ma`rifah”, yang berarti mengetahui atau mengenal sesuatu. Dan apa bila dihubungkan dengan pengalaman Tasawuf, maka istilah ma`rifah disini berarti mengenal Allah ketika Sufi mencapai suatu Maqam dalam Tasawuf.
kemudian istilah ini dirumuskan definisinya oleh beberapa Ulama Tasawuf, antara lain:
a.       Dr.  Mustafa  Zahri mengemukakan salah satu pandapat Ulama Tasawuf yang mengatakan
اَلْمَعْرِفَةُ جَزْمُ الْقَلْبِ بِوُجُوْدِ الْوَاجِبِ الْمَوْجُوْدِ مُتَّصِفًا بِسَائِرِ الْكَمُلَاتِ
Artinya:
“Ma`rifah adalah suatu ketetapan hati (dalam mempercayai kahadirannya) wujud yang wajib  adanya ( Allah) yang menggambarkan segala kesempurnaannya.”
b.      Asy-Syekh  Ihsan Muhammad Dahlan Al-Kurdiriy mengemukakan pendapat Abu Ath-Thayib A-Samiriy yang mengatakan:
اَلْمَعْرِفَةُ طُلُوْعُ الْحَقِّ وَهُوَ اْلقَلْبُ بِمُوَاصِلَةِ الأَنْوَارِ
Artinya:
“Ma`rifah adalah hadirnya kebenaran Allah (pada Sufi) dalam keadaan hatinya selalu berhubungan dengan Nur Ilahi.
Tidak semua orang yang menuntut ajaran Tasawuf dapat mencapai ketingkatan ma`rifah. Karena itu, Sufi yang sudah mendapatkan ma`rifah, memiliki tanda-tanda tertentu, sebagaimana keterangan Dzun-Nun Al-Mishri yang mengatakan: ada beberapa tanda yang dimiliki oleh Sufi apabila sudah sampai kepada tingkatan Ma`rifah, antara lain:
a.       Selalu memancar cahaya ma`rifah padanya dalam segala sikap dan perilaku, karena itu, sikap wara` selalu ada pada dirinya.
b.      Tidak selalu menjadikan kepada sesuatu yang berdasarkan fakta yang bersifat nyata, karena hal-hal yang nyata dalam ajaran Tasawuf belum tentu benar.
c.       Tidak mengingkan ni`mat yang banyak kepada dirinya, kerana hal itu bisa membawanya kepada perbuatan yang haram.
Dari sini lah kita dapat melihat bahwa seorang Sufi tidak membutuhkan kehidupan yang mewah, kecuali tingkatan kehidupan yang hanya sekedar dapat menunjang kegiatan ibadahnya kepada Allah SWT. sehingga Asy Syekh Muhammad bin Al-Fadhal mengatakan bahwa ma`rifah yang dimiliki Sufi cukup dapat memberikan kebahagian bathin kepadanya, karena merasa selalu bersama-sama dengan Tuhannya.
Selanjutnaya ma`rifah itu disamping merupakan anugerah dari Allah, dapat pula dicapai melalui syari`at, menempuh thariqat dan memperoleh Haqiqat. Apabila syari`at dan thariqat sudah dapat dikuasai, maka timbullah haqiqat yang tidak lain daripada perbaikan keadaan dan ahwal. sedangkan tujuan terakhir ialah Ma`rifah yaitu mengenal Allah dan mencintainya yang sebenar-benarnya dan sebaik-baiknya.
Dalam kitab “Syarhul Maqashid “ Taftazani menyatakan: “apabila seseorang telah mencapai tujauan terakhir dalam perjalanan suluknya ilallah dan fillah, pasti ia akan tenggelam dalam lautan tauhid dan `irfan sehingga zatnya selalu dalam  pengawasan zat Tuhan dan sifatnya selalu dalam pengawasan sifat Tuhan. ketika itu lah orang tersebut fana dan lenyap  dalam keadaan “ma siwallah” (segala yang lain daripada Allah) ia tidak lagi melihat dalam wujud alam ini kecuali Allah.
Orang yang mencapai maqam ma`rifah itu disebut `Arif billah. Dan pada tingkat inilah ia dapat mengenal dan merasakan adanya Tuhan, bukan sekedar mengetahui Tuhan itu ada.
Dalam hal ini Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa mendekati Tuhan, merasa adanya Tuhan dari ma`rifatullah hanya dapat dicapai dengan menempuh satu jalan, yaitu jalan yang ditempuh oleh kaum Sufi.
Selanjutnya Al-Ghazali berkata: “barangsiapa mengalaminya, hanya akan dapat mengatakan bahwa itu, suatu hal yang tak dapat diterangkan, indah, utama  dan jangan lagi bertanya”. Beliau berkata lagi: “Bahwa  hatilah yang dapat mencapai haqiqat sebagaimana yang telah tertulis pada Lauh Mahfudh, yaitu hati yang sudah bersih dan suci murni. Wal hasil. tempat untuk mengenal dan melihat Allah adalah Hati.
B.     Faham Ma`rifah
Ada segolongan orang Sufi mempunyai ulasan bagaimana haqiqat ma`rifah. Mereka mengemukakan faham-fahamnya antara lain:
a.       Kalau mata yang ada didalahm hati sanubari manusia terbuka, maka mata kepala tertutup, dan waktu inilah yang dilihat hanya Allah.
b.      Ma`rifah adalah cermin. apabila seorang yang arif melihat kepada cermin maka yang ada dilihatnya hanya Allah.
c.       Orang arif baik diwaktu tidur dan bangun yang dilihatnya hanyalah Allah.
d.      Seandainya Ma`rifah itu materi maka semua orang yang melihatnya pasti akan mati karena tidak tahan melihat kecantikan serta keindahannya. dan semua cahaya akan menjadi gelap disamping cahaya yang indah dan gilang-gemilang.
 Menurut Zunnun Al-Misrilah bahwa  pengetahuan tentang Tuhan ada tiga macam:
a.       Pengetahuan awam
memberi penjelasan bahwa Tuhan satu dengan perantara ucapan syahadat.
b.      pengetahuan Utama
memberi penjelasan bahwa Tuhan satu menurut akal (logika)
c.       pengetahuan Sufi
memberi penjelasan bahwa Tuhan satu dengan perentaraan  hati sanubari.
Bahwa pengatahuan awam dan ulama di atas, belum dapat memberikan pengetahuan hakiki tentang Tuhan. Sehingga pengetahuan tersebut baru disebut ilmu, belum dapat dikatakan sebagai ma`rifah. Akan tetapi pengetahuan yang disebut ma`rifah adalah pengetahuan Sufi. Ia  dapat mengetahui hakikat Tuhan Ma`rifah. Sehingga  ma`rifah hanya dapat diperoleh pada kaum Sufi. mereka sanggup melihat Tuhan dengan cara melalui hati sanubarinya. Disamping juga mereka di  dalam hatinya penuh dengan cahaya.  
C.    Jalan Ma`rifah
Kaum Sufi untuk mendapatkan suatu ma`rifah melalui jalan yang ditempuh dengan mempergunakan suatu alat di antaranya:
a.       السرّ sir
b.      Menurut Al-Qusyairi ada tiga yaitu:
1.   Qalb القلب
fungsinya untuk dapat mengetahui
2.   Ruh الروح       
fungsinya untuk dapat mencintai
3.   Sir السرّ
fungsinya untuk melihat Tuhan
Kedudukan Sir lebih halus daripada ruh dan qalb. Dan ruh lebih halus dari  qalb. Qalb selain sebagai alat untuk merasa juga sebagai alat untuk berfikir. Bedanya qalbu dengan aqal ialah: kalau aqal tidak dapat menerima pengetahuan tentang hakikat Tuhan. tetapi Qalb dapat mengetahui hakikat dari segala yang ada dan manakala dilimpahkan suatu cahaya dari Tuhan, bisa mengetahui rahasia-rahasia Tuhan.
D.    Tokoh Yang Mengembangkan Ma`rifah
 Dalam literatur Tasawuf dijumpai dua orang tokoh yang mengenalkan paham ma`rifah ini, yaitu Al-Ghazali dan Zun al-Nun al-Misri. Al-Ghazali nama lengkapnya Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali  lahir pada tahun 1059 M. di Ghazaleh, suatu kota kecil terletak di dekat Tus di Khurasan. Ia  pernah belajar pada Imam Al-Haramain Al-Juwaini. Guru besar di Madrasah Al-Nizamiyah Nisyafur. setelah mempelajari ilmu agama ia mempelajari ilmu teologi, ilmu pengetahua alam, filsafat dan lain-lainnya. akhirnya ia memilih tasawuf sebagai jalan hidupnya. Setelah brtahun-tahun mengembara sebagai Sufi ia kembali ke Tus di tahun 1105 M. dan meninggal di sana pada tahun 1111 M.[1]
Adapun Zun al-Misri berasal dari Naubah, suatu negeri yang terlerak antara Sudan dan Mesir. Tahun kelahirannya tidak banyak diketahui, yang diketahui hanya tahun wafatnya, yaitu 860 M. menurut Hamka. beliaulah puncaknya kaum Sufi dalam abad ketiga hijriyah. Beliaulah yang banyak sekali menambahkan jalan untuk munuju kepada Tuhan. yaitu mencintai Tuhan,membenci yang sedikit, menuruti garis perintah yang diturunkan, dan takut terpaling dari jalan yang benar.[2]
Mengenai bukti bahwa kedua tokoh tersebut membawa paham ma`rifah dapat di ikuti  dari pendapat-pendapatnya di bawah ini:
Al-Ghazali mengatakan bahwa ma`rifah adalah:
الإطلاع على أسرار الربوبيّة والعلم بترتب الأمور الإلـهيّة المحيطة بكل الموجودات
Tampak jelas rahsia-rahasia ketuhanan dan pengetahuan mengenai susunan urusan ketuhanan yang mencakup segala yang ada.[3]
Seterusnya Al-Ghazali menjelaskan bahwa orang yang mempunyai ma`rifah tentang Tuhan, yaitu Arif, tidak akan mengatakan Yaa Allah (( يا الله  atau Yaa Rabb ( ياربّ) karena memanggil Tuhan dengan kata-kata serupa ini menyatakan bahwa Tuhan ada berada dibelakang tabir. orang yang duduk berhadapan dengan temannya tidak akan memanggil temannya itu.
tetapi bagi Al-Ghazali ma`rifah urutannya terlebih dahulu daripada mahabbah, karena mahabbah timbul dari ma`rifah.
E.     Ma`rifah dalam pandangan Al-Qur`an dan Al-Hadits
Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ma`rifah adalah pengetahuan tentang rahasia-rahasia dari Tuhan yang diberikan kepada hambanya, melalui pancaran cahaya-Nya yang dimasukan Tuhan kedalam hati seorang Sufi. dengan demikian ma`rifah berhubungan dengan Nur (cahaya  Tuhan). Di dalam Al-Qur`an dijumpai tidak kurang dari 43 kali kata Nur diulang dan sebagian besar dihubungakn dengan Tuhan.Misalnya ayat yang berbunyi:
`tBur óO©9 È@yèøgs ª!$# ¼çms9 #YqçR $yJsù ¼çms9 `ÏB AqœR ÇÍÉÈ  
  Artinya:
Dan Barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah Tiadalah Dia mempunyai cahaya sedikitpun.

`yJsùr& yyuŽŸ° ª!$# ¼çnuô|¹ ÉO»n=óM~Ï9 uqßgsù 4n?tã 9qçR `ÏiB ¾ÏmÎn/§ 4
Artinya:
Maka Apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)?
Dan ayat tersebut sama-sama berbicara tentang cahaya Tuhan. Cahaya tersebut ternyata daapat diberikan Tuhan kepada hambanya yang ia kehendaki. Mereka  yang mendapatkan cahaya akan dengan mudah dapat mendapatkan petunjuk  hidup, sedangkan mereka yang tidak mendapatkan cahaya akan mendapatkan kesesatan hidup.  Dalam ma`rifah kepada Allah, yang didapat oleh seorang sufi adalah cahaya. Dengan demikian, ajaran ma`rifah sangat dimungkinkan terjadi didalam Islam, dan tidak bertentangan dengan Al-Qur`an.
Selanjutnya didalam Hadis kita jumpai  Sabda Rasulullah yang berbunyi:
كنت خزينة خافية احببت أن أعرف فخلقت الخلق فتعرفت إليهم فعرفوني
 Aku (Allah) perbendaharaan yang tersembunyi. aku ingin memperkenalkan siapa aku, maka aku ciptakan lah makhluk. Oleh  kerena itu aku memperkenalkan diriku kepada  mereka. Maka mereka itu mengenalku. (Hadits Qudsi).
Hadis tersebut memberikan petunjuk bahwa Allah dapat dikenal oleh manusia. cara nya dengan mengenal atau meneliti ciptaan-Nya. Ini menunjukan bahwa ma`rifah dapat terjadi, dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam.














BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
ma’rifah menurut al-Ghazali adalah bukan hasil pemikiran manusia, melainkan merupakan karunia tuhan kepada hambaNya yang sanggup menerimanya.
menurut al-Ghazali, ma’rifah sesuatu yang tidak menyebabkan manusia itu terpadu atau bersatu dengan tuhan. Sedangkan menurut al-Mishri, dengan mema’rifah manusia akan bersatu dengan tuhannya karena tuhan membuka tabir (hijab) sehingga terjadi komunikasi dua arah antara makhluk dan akhlak.













DAFTAR PUSTAKA
Nata, Abuddin. Prof. H. M. A. Akhlak Tasawuf.  PT: Raja Grafindo Persada. JAKARTA  1996  
Mustafa, Drs. H. A. Akhlak Tasawuf. CV. PUSTAKA SETIA 1997
Al-Aziz S, Saifullah, Moh. Ust. Drs. Risalah memahami ilmu Tasawuf.  Terbit Terang. Surabaya



[1] Harun Nasution, op. cit., hlm.43.
[2] Hamka, Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984), cet. XI, hlm.100.
[3] Mustafa Zahri, op. cit. hlm.227. Lihat pula Harun Nasution, op. cit. hlm.78.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar