BAB
I
PENDAHULUAN
1. Latar
belakang
Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW
status sebagai Rasulullah tidak dapat diganti oleh siapapun, tetapi kedudukan
beliau yang kedua sebagai pimpinan kaum muslimin mesti segera ada gantinya.
Orang itulah yang dinamakan “Khalifah”. Maka pemerintahan Islam dipegang
bergantian oleh Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi
Thalib.
2. Rumusan
Masalah
Dalam
makalah ini agar lebih mudah dimengerti dengan jelas isi makalah ini secara
baik dengan rumusan sebagai berikut:
1. Sejarah singkat Abu Bakar
2. Proses Pengangkatan Abu
Bakar
3. Berapa
Faktor-faktor Yang Mendasari Terpilihnya Abu bakar
4. Kemajuan
Apa Yang Telah Dicapai Oleh Abu Bakar
3. Tujuan
Adapun tujuan penulis menyusun
makalah ini adalah:
·
Supaya pembaca lebih
mengetahui tentang pemerintahan dimasa Abu Bakar dan memahami bagaimana sistem
pemerintahan Abu Bakar.
·
Dan sebagai memenuhi tugas yang diberikan oleh Dosen Pembimbing.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Khalifah
Abu Bakar
1. Sejarah singkat Abu Bakar
Abu Bakar Ash-Shiddiq
lahir pada tahun 568 M atau 55 tahun sebelum hijrah. Dia merupakan khalifah
pertama dari Al-Khulafa'ur Rasyidin, sahabat Nabi Muhammad SAW yang terdekat
dan termasuk di antara orang-orang yang pertama masuk Islam (as-sabiqun
al-awwalun). Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Abi Kuhafah at-Tamimi.
Pada masa kecilnya Abu
Bakar bernama Abdul Ka'bah. Nama ini diberikan kepadanya sebagai realisasi
nazar ibunya sewaktu mengandungnya. Kemudian nama itu ditukar oleh Nabi
Muhammad SAW menjadi Abdullah bin Kuhafah at-Tamimi. Gelar Abu Bakar diberikan
Rasulullah SAW karena ia seorang yang paling cepat masuk Islam, sedang gelar
Ash-Shiddiq yang berarti 'amat membenarkan' adalah gelar yang diberikan kepadanya
karena ia amat segera membenarkan Rasulullah SAW dalam berbagai macam peristiwa,
terutama peristiwa "Isra Mi’raj".
Ayahnya bernama Usman
(juga disebut Abi Kuhafah) bin Amir bin Amr bin Saad bin Taim bin Murra bin
Kaab bin Luayy bin Talib bin Fihr bin Nadr bin Malik. Ibunya bernama Ummu Khair
Salma binti Sakhr. Garis keturunan ayah dan ibunya bertemu pada neneknya
bernama Kaab bin Sa'd bin Taim bin Muarra. Kedua orang tuanya berasal dari suku
Taim, suku yang melahirkan banyak tokoh terhormat.[1]
Sejak kecil ia dikenal
sebagai anak yang baik dan sabar, jujur, dan lemah lembut, dia merupakan
lambang kesucian dan ketulusan hati. Sifat-sifat yang mulia itu membuat ia
disenangi oleh masyarakat. la menjadi sahabat Nabi Muhammad SAW semenjak
keduanya masih remaja. Setelah dewasa ia mencari nafkah dengan jalan berdagang
dan ia dikenal sebagai pedagang yang jujur, berhati suci dan sangat dermawan,
dan ia dikenal sebagai pedagang yang sukses.
Salah satu dari tradisi Islam itu
sendiri adalah tidak lain dengan berdakwah sambil berdagang. Indonesia sendiri memaklumi hal tersebut melalui
perdagangan yang mana Islam dibawa dan disiarkan oleh pedagang dari Gujarat India .
Sejarah mencatat bahwa rasul sendiri adalah seorang pedagang dan dimasa
jahiliyah pun salah seorang sahabat yakni Abu Bakar Ash-Shiddiq berniaga guna
mencukupi kebutuhan hidup sembari menyebar luaskan agama Islam setelah beliau
masuk Islam[2]
Di masa Jahiliyah beliau terkenal
sebagai seorang yang jujur dan berhati suci. Tatkala agama Islam datang
segeralah dianutnya. Dalam mengembangkan dan menyiarkan agama Islam beliau
mendapat hasil yang baik. Banyak pahlawan-pahlawan Islam menganut agama Islam
atas usaha dan seruan beliau Abu Bakar.[3]
2. Proses Pengangkatan Abu Bakar
Berita wafatnya Nabi
Muhammad SAW, bagi para sahabat dan kaum Muslimin adalah seperti petir di siang
bolong karena sangat cinta mereka kepada beliau. Apalagi bagi para sahabat yang
biasa hidup bersama di bawah asuhan beliau. Mereka paling diperlihatkan adalah
beliau, sehingga ada orang tidak percaya akan kabar wafatnya beliau.
Di antaranya adalah
sahabat Umar bin Khattab yang dengan tegas membantah setiap orang yang membawa
kabar wafatnya beliau, bahkan Umar bin Khattab mengancam akan membunuh barang
siapa yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad SAW wafat.
Di saat keadaan gempar
yang luar biasa ini datanglah sahabat Abu Bakar untuk menenangkan kegaduhan
itu, ia berkata di hadapan orang banyak; "Wahai manusia, siapa yang
menyembah Muhammad, maka Muhammad sudah wafat, dan barang siapa menyembah
Allah, Allah hidup tidak akan mati selamanya".
Setelah kaum Muslimin
dan para sahabat menyadari tentang wafatnya Rasulullah SAW, maka Abu Bakar
dikagetkan lagi dengan adanya perselisihan faham antara kaum Muhajirin dan
Anshar tentang siapa yang akan menggantikan Nabi sebagai khalifah kaum
Muslimin. Pihak Muhajirin menghendaki dari golongan Muhajirin dan pihak Anshar
menghendaki pihak yang memimpin. Situasi yang memanas inipun dapat diatasi oleh
Abu Bakar, dengan cara Abu Bakar menyodorkan dua orang calon khalifah untuk
memilihnya yaitu Umar bin Khattab atau Abu Ubaidah bin Jarrah. Namun keduanya
justru menjabat tangan Abu Bakar dan mengucapkan baiat memilih Abu Bakar.
Setelah Rasulullah SAW
wafat pada 632 M, Abu Bakar terpilih sebagai khalifah pertama pengganti
Rasulullah SAW dalam memimpin negara dan umat Islam. Waktu itu daerah kekuasaan
hampir mencakup seluruh Semenanjung Arabia
yang terdiri atas berbagai suku Arab.
- Menurut
pendapat umum yang ada pada zaman itu, seorang khalifah (pemimpin)
haruslah berasal dari suku Quraisy; pendapat ini didasarkan pada hadits
Nabi Muhammad SAW yang berbunyi "al-aimmah min Quraisy"
(kepemimpinan itu di tangan orang Quraisy).
- Sahabat
sependapat tentang ketokohan pribadi Abu Bakar sebagai khalifah karena
beberapa keutamaan yang dimilikinya, antara ia adalah laki-laki dewasa
pertama yang memeluk Islam, ia satu-satunya sahabat yang menemani Nabi SAW
pada saat hijrah dari Makkah ke Madinah dan ketika bersembunyi di Gua
Tsur, ia yang ditunjuk oleh Rasulullah SAW untuk mengimam’i shalat pada
saat beliau sedang uzur, dan ia keturunan bangsawan, cerdas, dan berakhlak
mulia.
- Beliau
sangat dekat dengan Rasulullah SAW, baik dalam bidang agama maupun
kekeluargaan[4]
Beliau seorang dermawan yang mendermakan hartanya untuk kepentingan Islam.
Sebagai
khalifah Abu Bakar mengalami dua kali Bai’at. Pertama di Saqifa Bani Saidah
yang dikenal dengan Bai'at Khassah dan kedua di Masjid Nabi (Masjid Nabawi) di
Madinah yang dikenal dengan Bai’at A 'mmah.
Seusai acara pembai’atan
di Masjid Nabawi, Abu Bakar sebagai khalifah yang baru terpilih berdiri dan
mengucapkan pidato. la memulai pidatonya dengan menyatakan sumpah kepada Allah
SWT dan menyatakan ketidakberambisiannya untuk menduduki jabatan khalifah
tersebut. Abu Bakar selanjutnya mengucapkan "Saya telah terpilih
menjadi pemimpin kamu sekalian meskipun saya bukan orang yang terbaik di antara
kalian. Karena itu, bantulah saya seandainya saya berada di jalan yang benar
dan bimbinglah saya seandainya saya berbuat salah. Kebenaran adalah kepercayaan
dan kebohongan adalah pengkhianatan. Orang yang lemah di antara kalian menjadi
kuat dalam pandangan saya hingga saya menjamin hak-haknya seandainya Allah
menghendaki dan orang yang kuat di antara kalian adalah lemah dalam pandangan
saya hingga saya dapat merebut hak daripadanya. Taatilah saya selama saya taat
epada Allah dan Rasul-Nya, dan bila saya mendurhakai Allah dan Rasul-Nya,
janganlah ikuti saya".[5]
Di masa awal
pemerintahan Abu Bakar, diwarnai dengan berbagai kekacauan dan pemberontakan,
seperti munculnya orang-orang murtad, aktifnya orang-orang yang mengaku diri
sebagai nabi (nabi palsu), pemberontakan dari beberapa kabilah Arab dan
banyaknya orang-orang yang ingkar membayar zakat.
Munculnya orang-orang
murtad disebabkan oleh keyakinan mereka terhadap ajaran Islam belum begitu
mantap, dan wafatnya Rasulullah SAW menggoyahkan keimanan mereka. Mereka
beranggapan bahwa kaum Quraisy tidak akan bangun lagi setelah Nabi Muhammad SAW
wafat. Dan mereka merasa tidak terikat lagi dengan agama Islam lalu kembali
kepada ajaran agama sebelumnya. Tentang orang-orang yang mengaku diri nabi
sebenarnya telah ada sejak masa rasulullah SAW, tetapi kewibawaan Rasulullah
SAW menggetarkan hati mereka untuk melancarkan aktivitasnya. Diantara nabi
palsu seperti Musailamah Al Kadzab dari Bani Hanifah, Tulaihah bin Khuwailid
dari Bani As'ad Saj'ah Tamimiyah dari Bani Yarbu, dan Aswad Al Ansi dari Yaman.
Mereka mengira, bahwa
Abu Bakar adalah pemimpin yang lemah, sehingga mereka berani membuat kekacauan.
Pemberontakan kabilah disebabkan oleh anggapan mereka bahwa perjanjian
perdamaian yang dibuat bersama Nabi SAW bersifat pribadi dan berakhir dengan
wafatnya Nabi SAW, sehingga mereka tidak perlu lagi taat dan tunduk kepada
penguasa Islam yang baru. Orang-orang yang enggan membayar zakat hanyalah
karena kelemahan iman mereka. Terhadap semua golongan yang membangkang dan
memberontak itu Abu bakar mengambil tindakan tegas. Ketegasan ini didukung oleh
mayoritas umat.
Untuk menumpas seluruh
pemberontakan, ia membentuk sebelas pasukan masing-masing dipimpin oleh
panglima perang yang tangguh, seperti Khalid bin Walid, Amr bin Ash, Ikrimah
bin Abu Jahal, dan Syurahbil bin Hasanah. Dalam waktu singkat seluruh kekacauan
dan pemberontakan yang terjadi dalam negeri dapat ditumpas dengan sukses.
Meskipun fase permulaan
dari kekhalifahan Abu Bakar penuh dengan kekacauan, ia tetap berkeras
melanjutkan rencana Rasulullah SAW untuk mengirim pasukan ke daerah Suriah di
bawah pimpinan Usamah bin Zaid. Pada mulanya keinginan Abu Bakar ditentang oleh
para sahabat dengan alasan suasana dalam negeri sangat memprihatinkan akibat
berbagai kerusuhan yang timbul. Akan tetapi setelah ia meyakinkan mereka bahwa
itu adalah rencana Rasulullah SAW, akhirnya pengiriman pasukan itu pun
disetujui.
Langkah politik yang ditempuh
Abu Bakar itu ternyata sangat strategis dan membawa dampak yang positif.
Pengiriman pasukan pada saat negara dalam keadaan kacau menimbulkan
interpretasi di pihak lawan bahwa kekuasaan Islam cukup tangguh sehingga para
pemberontak menjadi gentar. Di samping itu, bahwa langkah yang ditempuh Abu
Bakar tersebut juga merupakan taktik untuk mengalihkan perhatian umat Islam
dalam perselisihan yang bersifat intern. Pasukan Usamah berhasil menunaikan
tugasnya dengan gemilang dan kembali dengan membawa harta rampasan perang yang
berlimpah. Abu Bakar menjadi khalifah hanya dua tahun. Pada tahun 634 M ia
meninggal dunia. Masa sesingkat itu habis untuk menyelesaikan persoalan dalam
negeri terutama tantangan yang ditimbulkan oleh suku-suku bangsa Arab yang
tidak mau tunduk lagi kepada pemerintahan Madinah. Karena sikap keras kepala
dan penentangan mereka yang dapat membahayakan agama dan pemerintahan, Abu
Bakar menyelesaikan persoalan ini dengan apa yang disebut Perang Riddah (perang
melawan kemurtadan) dan pahlawan yang banyak berjasa dalam perang tersebut
adalah Khalid bin Walid.[6]
Bahwa kekuasaan yang
dijalankan oleh Abu Bakar adalah sebagaimana yang dijalankan pada masa
Rasulullah Saw yaitu bersifat sentral; kekuasaan legislatif, eksekutif dan
yudikatif terpusat di tangan khalifah. Meskipun demikian, Abu bakar selalu
mengajak para sahabat untuk bennusyawarah.[7]
3.
Kemajuan-kemajuan yang dicapai Abu Bakar
Kemajuan yang telah
dicapai pada masa pemerintahan Abu Bakar selama kurang lebih dua tahun, antara
lain:
1.
Perbaikan sosial
(masyarakat)
2.
Perluasan dan
pengembangan wilayah Islam
3.
Pengumpulan ayat-ayat Al
Qur'an
4.
Sebagai kepala negara
dan pemimpin umat Islam
5.
Meningkatkan
kesejahteraan umat.
Perbaikan sosial yang
dilakukan Abu Bakar ialah usaha untuk menciptakan stabilitas wilayah Islam
dengan berhasilnya mengamankan tanah Arab dari para penyeleweng (orang-orang
murtad, nabi-nabi palsu dan orang-orang yang enggan membayar zakat). Adapun
usaha yang ditempuh untuk perluasan dan pengembangan wilayah Islam Abu Bakar
melakukan perluasan wilayah ke luar Jazirah Arab. Daerah yang dituju adalah
Irak dan Suriah yang berbatasan langsung dengan wilayah kekuasaan Islam. Kedua
daerah itu menurut Abu Bakar harus ditaklukkan dengan tujuan untuk memantapkan
keamanan wilayah Islam dari serbuan dua adikuasa, yaitu Persia dan Bizantium. Untuk
ekspansi ke Irak dipimpin oleh Khalid bin Walid, sedangkan ke Suriah dipimpin
tiga panglima yaitu : Amr bin Ash, Yazid bin Abu Sufyan dan Surahbil bin
Hasanah.
B.
Wafatnya
Menurut para
`ulama ahli sejarah Abu Bakar meninggal dunia pada malam selasa, tepatnya
antara waktu maghrib dan isya pada tanggal 8 Jumadil awal 13 H. Belia meninggal
karena sakit, dan usia beliau ketika meninggal dunia adalah 63 tahun. Beliau
berwasiat agar jenazahnya dimandikan oleh Asma` binti Umais, istri beliau.
Kemudian beliau dimakamkan di samping makam Rasulullah. Umar mensholati
jenazahnya diantara makam Nabi dan mimbar (ar-Raudhah). Sedangkan yang turun
langsung ke dalam liang lahat adalah putranya yang bernama Abdurrahman (bin Abi
Bakar), Umar, Utsman, dan Thalhah bin Ubaidillah.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Dari pembahasan di atas dapat
diambil kesimpulan: Dapat kita ketahui bahwa salah satu khulafaur Rasyidin itu yaitu: Abu
Bakar Ash Shhiddiq, dia adalah
para khalifah pengganti Rasulullah. Dan banyak sekali jasa-jasa yang telah dia lakukan untuk islam, mulai dari
penaklukan-penaklukan dan perluasan daerah, mempersatukan banyak Negara menjadi
satu Negara yaitu Negara Islam dan ini sudah dilakukan sejak zaman Rasulullah,
dan lain-lain.
2. Prinsip-prinsip dalam
Islam, dilukiskan Abu Bakar dengan mendorong kaum Muslimin memerangi
orang-orang yang ingin menghancurkan Islam seperti halnya orang-orang murtad,
orang-orang yang enggan membayar zakat, dan orang-orang yang mengaku dirinya
sebagai nabi.
B. Saran
Dengan menganalisa dari
berbagai sumber kepustakaan yang sudah saya pelajari. Saya sadar masih banyak
kekurangan dalam makalah ini. Hal ini dikarenakan minimnya buku referensi yang
saya pelajari, serta keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang saya miliki.
Untuk itu, saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan guna perbaikan
dalam penyusunan berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam I,
(Jakarta: PT Ichtiar van Hoeve, 1997.
A.
Sya’abi, Sejarah Kebudayaan Islam 1, (Jakarta: PT. Pustaka Al-Husna
Baru, 2007.
Dr. Mohd Fachruddin Fuad, Perkembangan Kebudayaan Islam,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1995.
Dr. Badri Yatim. M. A.. Sejarah Peradaban Islam. (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2004.
[1] Dewan
Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam I, (Jakarta: PT Ichtiar van
Hoeve, 1997), hlm. 37
[4] Dr. Mohd Fachruddin Fuad, Perkembangan Kebudayaan Islam,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1995), hlm. 77
[6] Dr. Badri Yatim. M. A.. Sejarah Peradaban Islam. (Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2004), hlm. 3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar