Assalamualaikum...

Assalamualaikum...

Selasa, 19 Maret 2013

SPI - Sejarah Khalifah Abu Bakkar Ash-Shiddiq


BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
            Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW status sebagai Rasulullah tidak dapat diganti oleh siapapun, tetapi kedudukan beliau yang kedua sebagai pimpinan kaum muslimin mesti segera ada gantinya. Orang itulah yang dinamakan “Khalifah”. Maka pemerintahan Islam dipegang bergantian oleh Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib.
2. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini agar lebih mudah dimengerti dengan jelas isi makalah ini secara baik dengan rumusan sebagai berikut:
1.      Sejarah singkat Abu Bakar
2.      Proses Pengangkatan Abu Bakar
3.      Berapa Faktor-faktor Yang Mendasari Terpilihnya Abu bakar
4.      Kemajuan Apa Yang Telah Dicapai Oleh Abu Bakar
3. Tujuan
Adapun tujuan penulis menyusun makalah ini adalah:
·       Supaya pembaca lebih mengetahui tentang pemerintahan dimasa Abu Bakar dan memahami bagaimana sistem pemerintahan Abu Bakar.
·      Dan sebagai memenuhi tugas yang diberikan oleh Dosen Pembimbing.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Khalifah Abu Bakar
1. Sejarah singkat Abu Bakar
Abu Bakar Ash-Shiddiq lahir pada tahun 568 M atau 55 tahun sebelum hijrah. Dia merupakan khalifah pertama dari Al-Khulafa'ur Rasyidin, sahabat Nabi Muhammad SAW yang terdekat dan termasuk di antara orang-orang yang pertama masuk Islam (as-sabiqun al-awwalun). Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Abi Kuhafah at-Tamimi.
Pada masa kecilnya Abu Bakar bernama Abdul Ka'bah. Nama ini diberikan kepadanya sebagai realisasi nazar ibunya sewaktu mengandungnya. Kemudian nama itu ditukar oleh Nabi Muhammad SAW menjadi Abdullah bin Kuhafah at-Tamimi. Gelar Abu Bakar diberikan Rasulullah SAW karena ia seorang yang paling cepat masuk Islam, sedang gelar Ash-Shiddiq yang berarti 'amat membenarkan' adalah gelar yang diberikan kepadanya karena ia amat segera membenarkan Rasulullah SAW dalam berbagai macam peristiwa, terutama peristiwa "Isra Mi’raj".
Ayahnya bernama Usman (juga disebut Abi Kuhafah) bin Amir bin Amr bin Saad bin Taim bin Murra bin Kaab bin Luayy bin Talib bin Fihr bin Nadr bin Malik. Ibunya bernama Ummu Khair Salma binti Sakhr. Garis keturunan ayah dan ibunya bertemu pada neneknya bernama Kaab bin Sa'd bin Taim bin Muarra. Kedua orang tuanya berasal dari suku Taim, suku yang melahirkan banyak tokoh terhormat.[1]
Sejak kecil ia dikenal sebagai anak yang baik dan sabar, jujur, dan lemah lembut, dia merupakan lambang kesucian dan ketulusan hati. Sifat-sifat yang mulia itu membuat ia disenangi oleh masyarakat. la menjadi sahabat Nabi Muhammad SAW semenjak keduanya masih remaja. Setelah dewasa ia mencari nafkah dengan jalan berdagang dan ia dikenal sebagai pedagang yang jujur, berhati suci dan sangat dermawan, dan ia dikenal sebagai pedagang yang sukses.
Salah satu dari tradisi Islam itu sendiri adalah tidak lain dengan berdakwah sambil berdagang. Indonesia sendiri memaklumi hal tersebut melalui perdagangan yang mana Islam dibawa dan disiarkan oleh pedagang dari Gujarat India. Sejarah mencatat bahwa rasul sendiri adalah seorang pedagang dan dimasa jahiliyah pun salah seorang sahabat yakni Abu Bakar Ash-Shiddiq berniaga guna mencukupi kebutuhan hidup sembari menyebar luaskan agama Islam setelah beliau masuk Islam[2]
Di masa Jahiliyah beliau terkenal sebagai seorang yang jujur dan berhati suci. Tatkala agama Islam datang segeralah dianutnya. Dalam mengembangkan dan menyiarkan agama Islam beliau mendapat hasil yang baik. Banyak pahlawan-pahlawan Islam menganut agama Islam atas usaha dan seruan beliau Abu Bakar.[3]
2. Proses Pengangkatan Abu Bakar
Berita wafatnya Nabi Muhammad SAW, bagi para sahabat dan kaum Muslimin adalah seperti petir di siang bolong karena sangat cinta mereka kepada beliau. Apalagi bagi para sahabat yang biasa hidup bersama di bawah asuhan beliau. Mereka paling diperlihatkan adalah beliau, sehingga ada orang tidak percaya akan kabar wafatnya beliau.
Di antaranya adalah sahabat Umar bin Khattab yang dengan tegas membantah setiap orang yang membawa kabar wafatnya beliau, bahkan Umar bin Khattab mengancam akan membunuh barang siapa yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad SAW wafat.
Di saat keadaan gempar yang luar biasa ini datanglah sahabat Abu Bakar untuk menenangkan kegaduhan itu, ia berkata di hadapan orang banyak; "Wahai manusia, siapa yang menyembah Muhammad, maka Muhammad sudah wafat, dan barang siapa menyembah Allah, Allah hidup tidak akan mati selamanya".
Setelah kaum Muslimin dan para sahabat menyadari tentang wafatnya Rasulullah SAW, maka Abu Bakar dikagetkan lagi dengan adanya perselisihan faham antara kaum Muhajirin dan Anshar tentang siapa yang akan menggantikan Nabi sebagai khalifah kaum Muslimin. Pihak Muhajirin menghendaki dari golongan Muhajirin dan pihak Anshar menghendaki pihak yang memimpin. Situasi yang memanas inipun dapat diatasi oleh Abu Bakar, dengan cara Abu Bakar menyodorkan dua orang calon khalifah untuk memilihnya yaitu Umar bin Khattab atau Abu Ubaidah bin Jarrah. Namun keduanya justru menjabat tangan Abu Bakar dan mengucapkan baiat memilih Abu Bakar.
Setelah Rasulullah SAW wafat pada 632 M, Abu Bakar terpilih sebagai khalifah pertama pengganti Rasulullah SAW dalam memimpin negara dan umat Islam. Waktu itu daerah kekuasaan hampir mencakup seluruh Semenanjung Arabia yang terdiri atas berbagai suku Arab.
Ada beberapa faktor yang mendasari terpilihnya Abu Bakar sebagai khalifah, yaitu:
  1. Menurut pendapat umum yang ada pada zaman itu, seorang khalifah (pemimpin) haruslah berasal dari suku Quraisy; pendapat ini didasarkan pada hadits Nabi Muhammad SAW yang berbunyi "al-aimmah min Quraisy" (kepemimpinan itu di tangan orang Quraisy).
  2. Sahabat sependapat tentang ketokohan pribadi Abu Bakar sebagai khalifah karena beberapa keutamaan yang dimilikinya, antara ia adalah laki-laki dewasa pertama yang memeluk Islam, ia satu-satunya sahabat yang menemani Nabi SAW pada saat hijrah dari Makkah ke Madinah dan ketika bersembunyi di Gua Tsur, ia yang ditunjuk oleh Rasulullah SAW untuk mengimam’i shalat pada saat beliau sedang uzur, dan ia keturunan bangsawan, cerdas, dan berakhlak mulia.
  3. Beliau sangat dekat dengan Rasulullah SAW, baik dalam bidang agama maupun kekeluargaan[4] Beliau seorang dermawan yang mendermakan hartanya untuk kepentingan Islam.
Sebagai khalifah Abu Bakar mengalami dua kali Bai’at. Pertama di Saqifa Bani Saidah yang dikenal dengan Bai'at Khassah dan kedua di Masjid Nabi (Masjid Nabawi) di Madinah yang dikenal dengan Bai’at A 'mmah.
Seusai acara pembai’atan di Masjid Nabawi, Abu Bakar sebagai khalifah yang baru terpilih berdiri dan mengucapkan pidato. la memulai pidatonya dengan menyatakan sumpah kepada Allah SWT dan menyatakan ketidakberambisiannya untuk menduduki jabatan khalifah tersebut. Abu Bakar selanjutnya mengucapkan "Saya telah terpilih menjadi pemimpin kamu sekalian meskipun saya bukan orang yang terbaik di antara kalian. Karena itu, bantulah saya seandainya saya berada di jalan yang benar dan bimbinglah saya seandainya saya berbuat salah. Kebenaran adalah kepercayaan dan kebohongan adalah pengkhianatan. Orang yang lemah di antara kalian menjadi kuat dalam pandangan saya hingga saya menjamin hak-haknya seandainya Allah menghendaki dan orang yang kuat di antara kalian adalah lemah dalam pandangan saya hingga saya dapat merebut hak daripadanya. Taatilah saya selama saya taat epada Allah dan Rasul-Nya, dan bila saya mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, janganlah ikuti saya".[5]
Di masa awal pemerintahan Abu Bakar, diwarnai dengan berbagai kekacauan dan pemberontakan, seperti munculnya orang-orang murtad, aktifnya orang-orang yang mengaku diri sebagai nabi (nabi palsu), pemberontakan dari beberapa kabilah Arab dan banyaknya orang-orang yang ingkar membayar zakat.
Munculnya orang-orang murtad disebabkan oleh keyakinan mereka terhadap ajaran Islam belum begitu mantap, dan wafatnya Rasulullah SAW menggoyahkan keimanan mereka. Mereka beranggapan bahwa kaum Quraisy tidak akan bangun lagi setelah Nabi Muhammad SAW wafat. Dan mereka merasa tidak terikat lagi dengan agama Islam lalu kembali kepada ajaran agama sebelumnya. Tentang orang-orang yang mengaku diri nabi sebenarnya telah ada sejak masa rasulullah SAW, tetapi kewibawaan Rasulullah SAW menggetarkan hati mereka untuk melancarkan aktivitasnya. Diantara nabi palsu seperti Musailamah Al Kadzab dari Bani Hanifah, Tulaihah bin Khuwailid dari Bani As'ad Saj'ah Tamimiyah dari Bani Yarbu, dan Aswad Al Ansi dari Yaman.
Mereka mengira, bahwa Abu Bakar adalah pemimpin yang lemah, sehingga mereka berani membuat kekacauan. Pemberontakan kabilah disebabkan oleh anggapan mereka bahwa perjanjian perdamaian yang dibuat bersama Nabi SAW bersifat pribadi dan berakhir dengan wafatnya Nabi SAW, sehingga mereka tidak perlu lagi taat dan tunduk kepada penguasa Islam yang baru. Orang-orang yang enggan membayar zakat hanyalah karena kelemahan iman mereka. Terhadap semua golongan yang membangkang dan memberontak itu Abu bakar mengambil tindakan tegas. Ketegasan ini didukung oleh mayoritas umat.
Untuk menumpas seluruh pemberontakan, ia membentuk sebelas pasukan masing-masing dipimpin oleh panglima perang yang tangguh, seperti Khalid bin Walid, Amr bin Ash, Ikrimah bin Abu Jahal, dan Syurahbil bin Hasanah. Dalam waktu singkat seluruh kekacauan dan pemberontakan yang terjadi dalam negeri dapat ditumpas dengan sukses.
Meskipun fase permulaan dari kekhalifahan Abu Bakar penuh dengan kekacauan, ia tetap berkeras melanjutkan rencana Rasulullah SAW untuk mengirim pasukan ke daerah Suriah di bawah pimpinan Usamah bin Zaid. Pada mulanya keinginan Abu Bakar ditentang oleh para sahabat dengan alasan suasana dalam negeri sangat memprihatinkan akibat berbagai kerusuhan yang timbul. Akan tetapi setelah ia meyakinkan mereka bahwa itu adalah rencana Rasulullah SAW, akhirnya pengiriman pasukan itu pun disetujui.
Langkah politik yang ditempuh Abu Bakar itu ternyata sangat strategis dan membawa dampak yang positif. Pengiriman pasukan pada saat negara dalam keadaan kacau menimbulkan interpretasi di pihak lawan bahwa kekuasaan Islam cukup tangguh sehingga para pemberontak menjadi gentar. Di samping itu, bahwa langkah yang ditempuh Abu Bakar tersebut juga merupakan taktik untuk mengalihkan perhatian umat Islam dalam perselisihan yang bersifat intern. Pasukan Usamah berhasil menunaikan tugasnya dengan gemilang dan kembali dengan membawa harta rampasan perang yang berlimpah. Abu Bakar menjadi khalifah hanya dua tahun. Pada tahun 634 M ia meninggal dunia. Masa sesingkat itu habis untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri terutama tantangan yang ditimbulkan oleh suku-suku bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada pemerintahan Madinah. Karena sikap keras kepala dan penentangan mereka yang dapat membahayakan agama dan pemerintahan, Abu Bakar menyelesaikan persoalan ini dengan apa yang disebut Perang Riddah (perang melawan kemurtadan) dan pahlawan yang banyak berjasa dalam perang tersebut adalah Khalid bin Walid.[6]
Bahwa kekuasaan yang dijalankan oleh Abu Bakar adalah sebagaimana yang dijalankan pada masa Rasulullah Saw yaitu bersifat sentral; kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat di tangan khalifah. Meskipun demikian, Abu bakar selalu mengajak para sahabat untuk bennusyawarah.[7]
3. Kemajuan-kemajuan yang dicapai Abu Bakar
Kemajuan yang telah dicapai pada masa pemerintahan Abu Bakar selama kurang lebih dua tahun, antara lain:
1. Perbaikan sosial (masyarakat)
2. Perluasan dan pengembangan wilayah Islam
3. Pengumpulan ayat-ayat Al Qur'an
4. Sebagai kepala negara dan pemimpin umat Islam
5. Meningkatkan kesejahteraan umat.
Perbaikan sosial yang dilakukan Abu Bakar ialah usaha untuk menciptakan stabilitas wilayah Islam dengan berhasilnya mengamankan tanah Arab dari para penyeleweng (orang-orang murtad, nabi-nabi palsu dan orang-orang yang enggan membayar zakat). Adapun usaha yang ditempuh untuk perluasan dan pengembangan wilayah Islam Abu Bakar melakukan perluasan wilayah ke luar Jazirah Arab. Daerah yang dituju adalah Irak dan Suriah yang berbatasan langsung dengan wilayah kekuasaan Islam. Kedua daerah itu menurut Abu Bakar harus ditaklukkan dengan tujuan untuk memantapkan keamanan wilayah Islam dari serbuan dua adikuasa, yaitu Persia dan Bizantium. Untuk ekspansi ke Irak dipimpin oleh Khalid bin Walid, sedangkan ke Suriah dipimpin tiga panglima yaitu : Amr bin Ash, Yazid bin Abu Sufyan dan Surahbil bin Hasanah.
B.     Wafatnya
Menurut para `ulama ahli sejarah Abu Bakar meninggal dunia pada malam selasa, tepatnya antara waktu maghrib dan isya pada tanggal 8 Jumadil awal 13 H. Belia meninggal karena sakit, dan usia beliau ketika meninggal dunia adalah 63 tahun. Beliau berwasiat agar jenazahnya dimandikan oleh Asma` binti Umais, istri beliau. Kemudian beliau dimakamkan di samping makam Rasulullah. Umar mensholati jenazahnya diantara makam Nabi dan mimbar (ar-Raudhah). Sedangkan yang turun langsung ke dalam liang lahat adalah putranya yang bernama Abdurrahman (bin Abi Bakar), Umar, Utsman, dan Thalhah bin Ubaidillah.














BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.      Dari pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan: Dapat kita ketahui bahwa salah satu khulafaur Rasyidin itu yaitu: Abu Bakar Ash Shhiddiq, dia adalah para khalifah pengganti Rasulullah. Dan banyak sekali jasa-jasa yang telah dia lakukan untuk islam, mulai dari penaklukan-penaklukan dan perluasan daerah, mempersatukan banyak Negara menjadi satu Negara yaitu Negara Islam dan ini sudah dilakukan sejak zaman Rasulullah, dan lain-lain.
2.      Prinsip-prinsip dalam Islam, dilukiskan Abu Bakar dengan mendorong kaum Muslimin memerangi orang-orang yang ingin menghancurkan Islam seperti halnya orang-orang murtad, orang-orang yang enggan membayar zakat, dan orang-orang yang mengaku dirinya sebagai nabi.
B. Saran
Dengan menganalisa dari berbagai sumber kepustakaan yang sudah saya pelajari. Saya sadar masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Hal ini dikarenakan minimnya buku referensi yang saya pelajari, serta keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang saya miliki. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan guna perbaikan dalam penyusunan berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam I, (Jakarta: PT Ichtiar van Hoeve, 1997.
A. Sya’abi, Sejarah Kebudayaan Islam 1, (Jakarta: PT. Pustaka Al-Husna Baru, 2007.
Dr. Mohd Fachruddin Fuad, Perkembangan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995.
Dr. Badri Yatim. M. A.. Sejarah Peradaban Islam. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004.







[1] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam I, (Jakarta: PT Ichtiar van Hoeve, 1997), hlm. 37

[2] A. Sya’abi, Sejarah Kebudayaan Islam 1, (Jakarta: PT. Pustaka Al-Husna Baru, 2007), h. 195.
[3] Ibid. h. 195
[4] Dr. Mohd Fachruddin Fuad, Perkembangan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), hlm. 77
[5] Ensiklopedi Islam, op.cit., hlm. 39
[6] Dr. Badri Yatim. M. A.. Sejarah Peradaban Islam. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 3
[7] Ibid., hlm. 36

Tidak ada komentar:

Posting Komentar