Assalamualaikum...

Assalamualaikum...

Selasa, 19 Maret 2013

Ulumul Qur'an - Tafsir Kontemporer


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kurangnya pemahaman mahasiswa mengenai tafsir kontemporer untuk kontekstual kehidupan sekarang dan masa akan datang terutama mengenai Tafsir Tematik (Maudhu’i). Dalam kerangka memahami Al-Qur’an maka upaya yang dilakukan adalah melalui penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an. Dengan cara mempelajari serta memahami mengenai tafsir diharapkan segala kandungan makna Al-Qur’an yang masih terselubung dalam lafaz dapat terbuka sehinggga menjadi jelas. Dimana Tafsir Tematik adalah metode penghimpun ayat-ayat Al-Qur’an dari berbagai surat kemudian membahas dan menganalisa kandungan ayat tersebut
B.     Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah pada makalah ini ialah:
1.      Apa yang dimaksud dengan Tafsir?
2.      Bagaimana perkembangan tafsir?
3.      Jelaskan apa yang disebut dengan Tafsir Tematik!

C.    Tujuan Penulisan
Yang menjadi tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.    Menyelesaikan tugas mata kuliah Ulumul Qur’an B.
2.    Ingin mempelajari lebih jauh mengenai tafsir kontemporer.

D.    Metode Penulisan
Adapun metode penulisan yang kami pakai adalah metode kepustakaan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    PengertianTafsir
Menurut Al-Jurjani (1976:63) menyimpulkan kata “tafsir” diambil dari kata “fassara-yufassiru-tafsira” yang berarti keterangan atau uraian. Menurut pengertian bahasa “tafsir” adalah “Al-kasfwa Al-izhhar” yang artinya menyingkap (membuka) dan melahirkan. (Prof.Dr. Rosihon Anwar:209)

اَلتَّفْسِيْرُ شَرْحُ الْقُرْآنِ وَبَيَانُ مَعْنَاهُ وَالْاِفْصَاحُ بِمَا يَقْضَيْهِ بِنَصِّهِ أَوْ إِشَارَتِهِ أَوْنَحْوًا.
Artinya:
Tafsir adalah menjelaskan Al-Qur’an, menerangkan maknanya dan menjelaskan apa yang dikehendaki dengan nashnya atau dengan isyaratnya atau tujuannya.” (At-Tashil 1994:178)


B.     Macam-macam Tafsir
Tafsir Al-Qur’an ditinjau dari segi sumbernya (sumber penafsiran) ada tiga macam tafsir, yaitu:
1.      Tafsir bil Ma’tsur ((بِالْمَأثُوْرِ
Tafsir bil Ma’tsur sering disebut dengan Tafsir Bilriwayah atau Tafsir bil Manqul, yaitu tafsir Al-Qur’an yang dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an didasarkan atas sumber penafsiran dari Al-Qur’an, dari riwayat para sahabat dan dari riwayat para Tabi’in.
2.      Tafsir bil Ra’yi ((بِالرَّأْيِ
Tafsir bil Ra’yi sering disebut Tafsir Dirayah atau Tafsir bil Ma’qul yaitu tafsir Al-Qur’an yang didasarkan atas sumber ijtihad dan pemikiran Mufassir terhadap tuntutan kaidah bahasa Arab dan kesusasteraanya, teori ilmu pengetahuan, setelah ia menguasai sumber-sumber tadi.
3.      Tafsir bil Izdiwaji (Campuran)
Tafsir bil Izdiwaji disebut juga dengan metode campuran antara Tafsir bil Ma’tsur dan Tafsir bil Ra’yi yaitu menafsirkan Al-Qur’an yang didasarkan atas perpaduan antara sumber tafsir riwayat yang kuat dan sahih, dengan sumber ijtihad akan pikiran yang sehat. (Prof. Dr. H. Abdul Djalal H.A 1997:53).


C.    Perkembangan Tafsir
Ilmu tafsir mulai tumbuh sejak zaman Rasulullah SAW. Beliau beserta para sahabatnya mentradisikan, menguraikan, dan menafsirkan Al-Quran sesaat setelah turunnya Al-Qur’an. Tradisi itu berlangsung sampai beliau wafat.
Pada generasi selanjunya tafsir merupakan salah satu bagian kitab hadis, tetapi belum dikodifikasikan secara khusus surat per-surat dan ayat per-ayat mulai awal sampai akhir mushaf. Bersamaan dengan pengumpulan hadis, dikumpulkan pula riwayat-riwayat tafsir yang dinisbatkan kepada Nabi, sahabat, atau Tabi’in.
Menjelang akhir pemerintahan Bani Umayyah dan Awal pemerintahan Bani Abbas, yakni tatkala terjadi pengodifikasikan besar-besaran beberapa disiplin ilmu, barulah tafsir berpisah dari kitab hadis dan menjadi sebuah disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Disusunlah kitab tafsir ayat per-ayat berdasarkan susunan mushaf.Sejak itu tafsir berkembang dan tumbuh seiring dengan keragaman kebudayaan yang dimiliki para Mufassir sehingga sampai pada bentuk yang kita saksikan sekarang ini. (Dr.Abd Al-Azhim An-Nabasyi:5).



D.    Faedah Tafsir
Faedah tafsir terbagi menjadi empat bagian yaitu:
1.      Untuk mengetahui seiring dengan batas kemampuan manusia, maksud Allah yang menyangkut semua perintah dan larangan yang telah disyari’atkan kepada hamba-Nya sehinggga keadaan manusia menjadi stabil.
2.      Untuk mengetahui petunjuk Allah yang menyangkut akidah, ibadah, dan akhlak agar membawa kebahagiaan dunia dan akhirat, baik bagi perseorangan maupun kelompok.
3.      Untuk mengetahui segi-segi kemukjizatan Al-Quran sehingga orang yang menelaahnya akan mengimani kebenaran risalah Nabi SAW.
4.      Salah satu manifestasi ibadah kepada Allah. Sebab, dalam tafsir seseorang akan membaca firman Allah. Pahalanya semakin bertambah tatkala ia memahami maksud Al-Qur’an sesuai dengan batas kemampuannya. (Dr.Abdul Hayy Al-Farmawi 1976:17).


E.     Hukum Mempelajari Tafsir
Para ulama sepakat bahwa mempelajari tafsir hukumnya fardhu kifayah, karena murupakan ilmu syari’at yang paling mulia. (DR.Abd Al-Azhim An-Nabasyi:5).

F.     Tujuan Mempelajari Tafsir
Menurut As-Suyuthi, tujuan mempelajari tafsir Al-Qur’an adalah berpegang teguh dengan tali yang kokoh (ajaran Islam) dan menuju kebahagiaan hakiki yang tidak pernah akan sirna. Dilihat dari sisi kebutuhan terhadapanya, sesungguhnya setiap kesempurnaan agama dan dunia, baik jangka pendek maunpun jangka panjang. Sebagaimana telah diutarakan membutuhkan ilmu-ilmu syari’at dan pengetahuan agama yang dapat digali dengan cara memahami kitab Allah. ( Al-Itqam:173).

G.    Pengertian Tafsir Tematik (Maudhu’i)
Banyak pengertian yang diberikan terhadap Tafsir Tematik (Maudhu’i).secara Etimologi Tematik (Maudhu’i) berarti tema atau pembicaraan. Sedangkan secara istilah Tafsir Tematik (Maudhu’i) adalah suatu metode yang ditempuh oleh seorang mufassir dengan jalan menghimpun seluruh ayat-ayat Al-Quran yang berbicara tentang suatu pokok pembicaraan atau tema yang mengarah kepada suatu pengertian atau tujuan. (Ali Hasan Al-Aridh (1994:40).
Al-Farmawi (1997:24) juga memberikan pengertian terhadap Tafsir Tematik (Maudhu’i) yaitu suatu metode yang menghimpun ayat-ayat Al-Quran yang memiliki kesamaan tema dan arah serta menyusunnya berdasarkan turunnya ayat-ayat tersebut, kemudian merangkainya dengan keterangan-keterangan serta mengambil suatu kesimpulan.
Sedangkan menurut Zahir bin Awadh (1997:9) Tafsir Tematik (Maudhu’i) yaitu suatu metode pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an yang terpisah-pisah dari berbagai surat dalam Al-Quran yang berhubungan dengan topik (tema) yang sama baik secara lafaz maupun hukum, dan menafsirkannya sesuai dengan tujuan-tujuan Al-Quran.

H.    Sejarah Tafsir Tematik (Maudhu’i)
Pada dasarnya kita tidak dapat menentukan secara pasti awal kelahiran Tafsir Tematik (Maudhu’i) ini dalam pengertian seperti kita pahami sekarang ini. Karena pada dasarnya walaupun corak penafsiran seperti ini telah dapat ditemukan pada penafsir-penafsir klasik. Namun istilah Tafsir Tematik (Maudhu’i) belum popular untuk mereka gunakan. Akan tetapi Zahir bin Awadh menyebutkan, setelah melakukan pengamatan pada kitabullah dan tema-tema yang terkandung di dalamnya, maka menjadi jelas bahwa di dalam kitabullah sendiri telah terkandung kecendrungan seperti Tafsir Tematik (Maudhu’i).( Zahir bin Awadh 1997:9).
Hal ini juga dapat kita pahami bahwa pada masa pembukuannya, disamping metode Tafsir bercorak biasa (klasik) metode Tafsir Tematik (Maudhu’i) yang mengkaji masalah-masalah khusus berjalan beriringan dengannya. Sebenarnya kajian-kajian Qurani pada masa modern tidak satupun yang terlepas dari penafsiran sebagian ayat-ayat Al-Quran. (Manna Khalil Al-Qattan 1993:98).

I.       Bentuk Metode Tafsir Tematik (Maudhu’i)
Untuk lebih memudahkan kepada pemahaman tentang Tafsir Tematik (Maudhu’i) ini, maka akan dikemukakan bentuk-bentuk pendekatan yang dilakukan dalam metode Tafsir Tematik (Maudhu’i). Pertama dengan cara mengambil satu surat dari Al-Quran, kemudian surat tersebut dikaji secara keseluruhannya dari awal surat hingga akhir surat, lalu dijelaskan tujuan umum dan khusus, selanjutnya dicari hubungan antara masalah-masalah (tema) yang dikemukakan ayat-ayat tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan sempurna dengan sasaran yang satu pula. (Ali Hasan 1994:78).
Bentuk kajiannya yang kedua ialah dengan cara menghimpun seluruh ayat-ayat dari berbagai surat Al-Qur’an yang mempunyai sasaran yang sama, lalu menyusunnya berdasarkan tertib turunnya, disamping mengenal sebab-sebab ayat tersebut diturunkan. Setelah itu barulah memberikan penjelasan, keterangan-keterangan, catatan dan juga menetapkan hukum darinya. Metode yang kedua inilah yang sering dipakai dalam pengkajian ilmiah Tematik. Jadi apabila kita mendengar istilah Tafsir Tematik (Maudhu’i) maka tidak lain yang di maksud adalah meneliti satu tema diantara tema-tema Al-Qur’an menurut standar Al-Qur’an secara utuh. (Zahir bin Awadh 1997:22).
J.      Langkah-langkah Metode Tafsir Tematik (Maudhu’i)
Ada beberapa langkah yang harus ditempuh bagi seorang mufassir dalam mengggunakan metode Tafsir Tematik (Maudhu’i), yaitu:
1.      Tentukan terlebih dahulu masalah/topik (tema) yang akan dikaji.
2.      Inventarisir (himpun) ayat-ayat yang berkenaan dengan tema/topic yang telah ditentukan.
3.      Rangkai urutan ayat sesuai dengan masa turunnya baik Makiyah maupun Madaniyah.
4.      Pahami korelasinya (mun sabahnya) ayat-ayat dalam masing-masing suratnya.
5.      Susun bahasa di dalam kerangka yang tepat, sistematis, sempurna dan utuh.
6.      Lengkapi bahasan dengan hadis. Sehingga uraiannya menjadi jelas dan semakin sempurna.
7.      Pelajari ayat-ayat tersebut secara sistematis dan menyeluruh antara pengertian yang umum dan yang khusus, antara Mu’allaq dan Muqayyad, atau ayat-ayat yang kelihatannya kontradiksi, sehingga semua bertemu dalam satu muara sehinggga tidak ada pemaksaan dalam penafsiran. (Abd. Hayy Al-Farmani 2002:45).

K.    Keistimewaan dan Keterbatasan Tafsir Tematik (Maudhu’i)
Sebagai suatu metode penafsiran Al-Qur’an, maka Metode Tafsir Tematik (Maudhu’i) memiliki beberapa keistimewaan yang juga tidak terlepas dari beberapa keterbatasannya.
1.      Keistimewaan Tafsir Tematik (Maudu’i)
a.       Metode Tafsir Tematik (Maudhu’i) jauh dari kesalahan-kesalahan karena ia menghimpun berbagai ayat yang berkaitan dengan satu topik bahasan sehingga ayat yang satu menafsirkan ayat yang lain.
b.      Dengan metode Tafsir Tematik (Maudhu’i) seseorang akan mampu mengkaji lebih jauh untuk memberikan suatu pemikiran dan jawaban yang utuh dan sempurna tentang suatu pokok permasalah (tema) yang dikaji.
c.       Kesimpulan-kesimpulan yang dihasilkan mudah untuk dipahami. Hal ini karena ia membawa pembaca kepada petunjuk Al-Qur’an yang mengemukakan berbagai pembahasan yang terperinci dalam satu disiplin ilmu.
d.      Dengan metode Tafsir Tematik (Maudhu’i) juga dapat membuktikan bahwa persoalan-persoalan yang disentuh Al-Qur’an bukan bersifat teoritis semata-mata atau yang tidak dapat diterapkan dalam kehidupan masyarakat. Namun dapat membawa kita kepada pendapat Al-Qur’an tentang berbagai masalah hidup yang disertakan pula denga jawaban-jawabannya.
e.       Metode Tafsir Tematik (Maudhu’i) memungkinkan seseorang untuk menolak adanya ayat-ayat yang bertentangan dengan Al-Qur’an.
2.      Keterbatasan Tafsir Tematik (Maudhu’i)
a.       Masih memerlukan keterlibatan tafsir-tafsir klasik sekalipun Tafsir Tematik (Maudhu’i)  ini juga disebut Tafsir Mutakhir (Modern), karena tidak ada tafsir yang mandiri.
b.      Sesuai dengan terminiloginya bahwa Tafsir Tematik (Maudhu’i) ini hanya membahas satu topik/tema dari sekian banyak tema dalam Al-Qur’an.
c.       Dalam menerapkan metode Tafsir Tematik (Maudhu’i) bukan hanya memerlukan waktu yang panjang tetapi juga ketekunan, ketelitian, keahlian serta kemampuan akademis.
Jadi, metode Tafsir Tematik (Maudhu’i) ini pula pada hakikatnya belum mengemukakan seluruh kandungan ayat Al-Qur’an yang ditafsirkannya. Maka harus diingat pembahasan yang diuraikan atau ditemukan hanya menyangkut judul yang ditetapkan oleh mufassirnya, sehingga dengan demikian  mufassir harus selalu mengingat hal ini agar ia tidak dipengaruhi oleh kandungan atau isyarat-isyarat yang ditemukannya dalam ayat-ayat tersebut dalam pokok bahasannya. (M. Quraish Shihab 1996:14).


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Tafsir adalah menjelaskan Al-Quran, menerangkan maknanya dan menjelaskan apa yang dikehendaki dengan nashnya atau dengan isyaratnya atau tujuannya.
Ilmu tafsir mulai tumbuh sejak zama Rasulullah SAW. Beliau beserta para sahabatnya mentradisikan, menguraikan, dan menafsirkan Al-Quran sesaat setelah turunnya Al-Qur’an. Tradisi itu berlangsung sampai beliau wafat.
Secara Etimologi Tematik (Maudhu’i) berarti tema atau pembicaraan. Sedangkan secara istilah Tafsir Tematik (Maudhu’i) adalah suatu metode yang ditempuh oleh seorang mufassir dengan jalan menghimpun seluruh ayat-ayat Al-Quran yang berbicara tentang suatu pokok pembicaraan atau tema yang mengarah kepada suatu pengertian atau tujuan.

B.     Saran-saran
Hendaklah kita sebagai mahasiswa(i) mempelajari mengenai tafsir dan mampu memahami serta menerangkan tentang tafsir kontemporer untuk kehidupan sekarang dan masa akan datang.


DAFTAR PUSTAKA
Syadali, Akhmad dan Akhmad Rafi’i, Ulumul Qur’an II. Bandung:Pustaka Setia, 2000
Al-Farmawai, Abdul Al-Hayy, Metode Tafsir Maudhu’i. Bandung:Pustaka Setia, 2002
Al-Aridh, Ali Hasan, Sejarah Metodologi Tafsir. Jakarta:Raja Grapindo Persada, 1994
Shihab, M. Quraish, Wawasan Al-Qur’an. Bandung:Mizan, 1996
Anwar, Rosihon, Prof. DR. Ulumul Qur’an. Bandung:Pustaka Setia, 2000

Tidak ada komentar:

Posting Komentar