Assalamualaikum...

Assalamualaikum...

Selasa, 19 Maret 2013

Ulumul Qur'an dan pengembangan nya


BAB I
PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang
Al-Qur’an adalah kalammullah yang diturunkan kepada nabi muhammad lewat perantara malaikat Jibril sebagai mu’jizat. Al-Qur’an adalah sumber ilmu bagi kaum muslimin yang merupakan dasar-dasar hukum yang mencakup segala hal, baik aqidah, ibadah, etika, mu’amalah dan sebagainya.
                          عَلَيْكَ الْكِتَـبَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَىْءٍ وَهَدَى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
Dan kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.(Q.S.An-Nahl 89).

                               جِئْنَـهُمْ بِكِتَـبٍ فَصَّلْنَـهُ عَلَى عِلْمٍ هُدًى وَرَحْمَةً لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan sebuah Kitab (Al Quran) kepada mereka yang Kami telah menjelaskannya atas dasar pengetahuan Kami[546]; menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.(Q.S.Al-A’raf 52).









BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Ulumul Qur’an
Istilah Ulumul Qur’an berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu “ulum” dan “Al-Quran”. Kata “ulum” adalah bentuk jamak dari kata “ilm” yang berarti ilmu-ilmu. “Al-Quran” adalah kitab suci umat islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Untuk menjadi pedoman hidup bagi manusia. Ungkapan Ulumul Quran telah menjadi nama bagi  disiplin ilmu dalam kajian Islam. Secara bahasa, ungkapan ini berarti ilmu-ilmu Al-Quran. Karena itu di Indonesia, ilmu ini kadang-kadang disebut Ulumul Quran dan kadang-kadang disebut ilmu-ilmu Al-Quran. Kata “ulum” yang disandarkan kepada kata “Al-Quran” telah memberikan pengertian bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan Al-Quran, baik dari segi keberadaannya sebagai Al-Quran maupun dari segi pemahamannya terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian, ilmu tafsir, ilmu qiraat, ilmu rasmil Quran, ilmu I’jazil Quran, ilmu asbabin nuzul, dan ilmu-ilmu yang ada kaitannya dengan Al-Quran menjadi bagian dari Ulumul Quran.
Ulumul Quran adalah suatu ilmu yang lengkap dan mencakup semua ilmu yang ada hubungannya dengan Al-Quran baik berupa ilmu-ilmu agama, seperti ilmu tafsir, maupun berupa ilmu-ilmu bahasa Arab seperti Ilmu I’rabil Quran.
Ulumul Quran adalah berbeda dengan suatu ilmu yang merupakan cabang dari Ulumul Quran. Misalnya Ilmu Tafsir yang menitik beratkan pembahasannya pada penafsiran ayat-ayat Al-Quran. Ilmu Qiraat menitik beratkan pembahasannya pada cara membaca lafal-lafal Al-Quran. Sedang Ulumul Quran membahas Al-Quran dari segala segi yang ada relevansinya dengan Al-Quran. Karena itu, ilmu itu diberi nama Ulumul Quran dengan bentuk jamak, bukan Ulumul Quran dengan bentuk mufrad.



B.     Lingkup Pembahasan Ulumul Qur’an
 Ulumul Quran meliputi semua ilmu yang ada kaitannya dengan Al-Quran, baik berupa ilmu-ilmu Agama, seperti ilmu tafsir maupun ilmu-ilmu Bahasa Arab, seperti ilmu balagah dan ilmu I’rab Al-Quran. Ilmu-ilmu yang tersebut dalam definisi ini berupa ilmu tentang sebab turun ayat-ayat Al-Quran, urutan-urutannya, pengumpulannya, penulisannya, qiraatnya, tafsirnya, kemukjizatannya, nasikh dan mansukhnya, ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah, ayat muhkamah dan mutasyabihahnya, hanyalah sebagian dari pembahasan pokok Ulumul Quran. Di samping itu masih banyak lagi ilmu-ilmu yang tercakup didalamnya, seperti Ilmu Garib Al-Quran, Ilmu Badai Al-Quran, Ilmu Tanasub ayat Al-Quran, Ilmu Adab Tilawah Al-Quran, dan sebagainya. Bahkan, sebagian ilmu ini masih dapat dipecah kepada beberapa cabang dan macam ilmu yang masing-masing mempunyai objek kajian tersendiri. Setiap objek dari ilmu-ilmu ini menjadi ruang lingkup pembahasan Ulumul Quran.

Ash-Shiddieqi memandang segala macam pembahasan Ulumul Quran itu kembali kepada beberapa pokok persoalan saja, sebagai berikut:
1.                  Persoalan Nuzul. Persoalan ini menyangkut dengan ayat-ayat yang diturunkan di Mekkah yang disebut Makkiyah, ayat-ayat yang diturunkan di Madinah yang disebut  Madaniyah, ayat-ayat yang diturunkan ketika Nabi berada di kampung yang disebut Hadariyah, ayat-ayat yang diturunkan ketika Nabi dalam perjalanan disebut Safariyah, ayat-ayat yang diturunkan di waktu siang hari disebut Nahariyah, ayat-ayat yang diturunkan di waktu malam hari disebut Lailiyah, yang diturunkan di musim dingin Syitaiyah, yang ditunkan di musim panas disebut Saifiyah, dan yang diturunkan ketika Nabi di tempat tidur disebut Firasyiyah, persoalan ini juga meliputi hal yang menyangkut sebab-sebab turun ayat, yang mula-mula turun yang turun terpisah-pisah, yang turun sekaligus, yang pernah diturunkan kepada seorang Nabi, dan yang belum pernah turun sama sekali.
2.                  Persoalan sanad. Persoalan ini meliputi hal-hal yang menyangkut sanad yang mutawatir, yang ahad, yang syaz, bentuk-bentuk qiraat Nabi, para periwayat dan para penghafal Al-Quran, dan cara tahammul (penerimaan riwayat).
3.                  Persoalan ada’ Al-Qiraah (cara membaca Al-Quran) Hal ini menyangkut waqaf (cara berhenti), ibtida’ (cara cara memulai), imalah, madd (bacaan yang dipanjangkan), takhfif hamzah(meringankan bacaan hamzah), idgam (memasukkan bunyi huruf yang sakin kepada bunyi huruf sesudahnya).
4.                  Pembahasan yang menyangkut lafal Al-Quran yaitu tentang yang garib (pelik), mu’rab (menerima perubahan akhir kata), majaz (matefora), musytarak (lafal yang mengandung lebih dari satu makna), mudarif (sinonim), isti’arah (metafor), dan tasybih (penyerupaan).
5.                  Persoalan makna Al-Quran yang berhubungan dengan hukum, yaitu ayat yang bermakna ‘amm (umum) dan tetap dalam keumumannya, ‘amm yang dimaksudkan khusus, ‘amm yang dikhususkan oleh Sunnah, yang nas, yang zahir, yang mujmal (bersifat global), yang mufassal (dirinci), yang mantuq (makna yang berdasarkan pengutaraan), yang mafhum (makna yang berdasarkan pemahaman), mutlak (tidak terbatas), yang muqayyad (terbatas), yang muhkam (kukuh, jelas), mutasyabih (samar), yang musykil (maknanya pelik), yang nasihkh (menghapus), dan mansukh (dihapus), muqaddam (didahulukan), muakhkhar (dikemudiankan),  ma’mul (diamalkan) pada waktu tertentu, dan yang hanya ma’mul oleh seorang saja.
6.                  Persoalan makna Al-Quran yang berhubungan dengan lafal, yatu lafl (pisah), wasl (berhubungan), ijaz (singkat), itnab (panjang), musawah (sama), dan qasr (pendek).

Demikian pokok-pokok pembahasan yang menjadi ruang lingkup Ulumul Quran menurut Ash-Siddieqy. Namun, persoalan-persoalan yang dikemukakan juga tidak keluar dari ilmu-ilmu Agama dan Bahasa Arab.

C.    Sejarah Perkembangan Ilmu-Ilmu Al-Quran
Al-Quran diturunkan kepada Nabi SAW. Secara berangsur-angsur sesuai dengan kejadian dan kebutuhan umat manusia. Allah telah menjamin Nabi membacakan dan memahamkan makna Al-Quran kepadanya.
Kemudian, Rasul menyampaikan kepada para sahabat secara berangsur-angsur segala hal yang telah diturunkan kepadanya agar mereka dapat menghapal lafaznya dan memahami maknanya, mengetahui rahasia-rahasianya, dan menjelaskannya kepada mereka melalui lisan, perbuatan, kesepakatan, dan akhlaknya, atau sunnahnya.
Para sahabat Nabi SAW. Sangat berkeinginan untuk menghapal Al-Quran sesuai kadar maupun hapalannya. Di samping antusiasme mereka yang besar, mereka juga mengetahui banyak tentang makna-makna Al-Quran, ilmu-ilmu, dan rahasia-rahasianya. Sebab, mereka adalah orang arab tulen yang memiliki dan dapat menyelami kelebihan-kelebihan kearabannya. Mereka memiliki kejernihan hati, kecemerlangan akal, kepekaan atau keenceran pikiran, dan kekuatan hapalannya. Kelebihan mereka juga disebabkan mereka menyaksikan wahyu dan penurunannya. Mereka mengetahui situasi dan kondisi  yang tidak diketahui orang lain. Mereka mendengar langsung dari Nabi Muhammad SAW. Yang tidak pernah dilihat orang lain.
Pada masa Nabi, masa pemerintahan Abu Bakar dan masa Umar, ilmu-ilmu Al-Quran belum dibukukan, karena umat Islam pada waktu itu terdiri dari kalangan sahabat belum memerlukannya. Pada umumnya kalangan sahabat Nabi, baik dari suku Quraisy maupun suku-suku lainnya mempunyai kemampuan memahami Al-Quran dengan baik, mengingat mereka adalah murid-murid langsung Rasulullah, disamping bahwa bahasa Al-Quran adalah bahasa mereka sendiri dan mereka mengetahui sebab-sebab turunya Al-Quran, ilmu-ilmu Al-Quran di masa Rasulullah dan kedua khalifah sesudah beliau dipelihara dalam bentuk periwayatan, berjalan dengan musyafahah, yakni dari mulut ke mulut.
Pada masa pemerintahan Ali, umat Islam yang berasal dari bangsa-bangsa non-Arab semain banyak. Sudah barang tentu mereka yang non-Arab tidak menguasai bahasa Arab, yang oleh karena itu banyak terjadi di kalangan mereka kesalahan membaca Al-Quran, karena mereka tidak mengerti soal I’rab, sedang Al-Quran waktu itu belum mempunyai tanda-tanda syakal (harkat, titik dan tanda-tanda lain) yang memudahkan membaca bagi yang membacanya. Karena itu, sebagaimana masyhur dalam sejarah, Khalifah Ali memerintahkan kepada Abul Aswad Ad-Dualy untuk menyusun kaidah-kaidah bahasa Arab, guna menjaga keselamatan bahasa Arab yang menjadi bahasa Al-Quran. Tindakan khalifah Ali r.a ini, kemudian dipandang sebagai perintis bagi lahirnya Ilmu Nahwu dan Ilmu I’rabil Quran.
Sejarah menjadi saksi, bahwa pada abad I dan abad II H, selain khalifah Utsman dan Ali, masih banyak ulama yang diakui sebagai perintis lahirnya Ilmu yag dikemudian hari dinamai Ilmu Asbabun Nuzul, Ilmu Makky wal Madany, Ilmu Nasikh wal Mansukh, Ilmu Gharibil Quran, Ilmu Tafsir dan sebagainya. Adapun tokoh-tokoh perintis bagi lahirnya ilmu-ilmu Al-Quran itu, ialah:
1.                     Dari kalangan sahabat: Khalifah yang empat, Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’ab, Abu Musa Al-Asy’ary dan Abdullah bin Zubair.
2.                     Dari kalangan Tabi’in: Mujahid, ‘Atha bin Abi Rabah, Ikrimah Maula Ibnu Abbas, Qatadah, al-Hasan al-Basri, Said bin Juber, Zaid bin Aslam.
3.                     Dari kalangan Tabi’it Tabi’in: Malik bin Anas, Beliau banyak menimba ilmunya dari Zaid bin Aslam.

D.    Hubungan Ulum Quran dengan Tafsir Al-Quran
Mengenai hubungan antara Ulumul Quran dengan tafsir, maka terlebih dahulu akan dikemukakan hal-hal yang mengenai tafsir. Dari segi etimologi (bahasa), maka tafsir dapat diartikan menerangkan atau menyatakan. Sedangkan dari segi Terminologi (istilah), tafsir berarti menerangkan ayat-ayat Al-Quran, baik menerangkan artinya, maksud yang terkandung di dalamnya atau pun mengenai kandungan isinya, baik dengan ketentuan yang jelas atau dengan isyarat.
Maka antara Ulumul Quran dan Tafsir mempunyai hubungan yang erat sekali. Ulumul Quran amat menentukan bagi seseorang yang ingin membuat syarah atau menafsirkan ayat-ayat Al-Quran secara tepat dan dapat dipertanggung-jawabkan. Bagi seorang Mufassir, maka Ulumul Quran secara mutlak merupakan alat yang harus lebih dahulu dikuasainya, sebelum ia mulai memberikan Tafsir atau Takwil terhadap ayat-ayat Al-Quran.
Seperti halnya dalam bidang hadis, maka seorang muhadis yang akan menerangkan hadis hadis diperlukan juga ilmu-ilmu hadis, baik ilmu Hadis Riwayah ataupun ilmu Hadis Diroyah. Demikian juga dalam tafsir, maka sebelum seorang Mufassir menerangkan dan menafsirkan Al-Quran, terlebih dahulu harus juga menguasai ilmu-ilmu tafsir, atau yang lazim disebut Ulumul Quran atau ilmu-ilmu Al-Quran.
Di samping Ulumul Quran sebagai pokok, maka juga diperlukan ilmu-ilmu lain sebagai pembantu yang harus dikuasai oleh seorang Mufassir, antara lain:
a.                      Ilmu-ilmu Bahasa Arab (Nahwu, Saraf, Balagah dan sebagainya)
b.                     Ilmu Hadis
c.                      Ilmu Usulul Fiqh
d.                     Ilmu kalam
e.                      Ilmu Qiraah
Seperti sudah dikemukakan di muka, bahwa menafsirkan Al-Quran berarti memberi syarah atau menerangkan ayat-ayatnya. Seorang Mufassir baru dapat memberikan syarah atau memberikan uraian dan keterangan sesuai dengan maksud ayat tersebut. Secara tepat dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, apabila ia sebelumnya menguasai Ulumul Quran tersebut. Dengan kata lain, setelah ia memahami dan menguasai Ulumul Quran, ia baru akan mampu memberikan Tafsir atau Takwil terhadap sesuatu atau beberapa ayat-ayat Al-Quran. Dengan Ulumul Quran seseorang baru bisa membuka dan menyelami apa yang terhubung didalam Al-Quran.
Dengan demikian, Ulumul Quran berfungsi sebagai kunci pembuka terhadap penafsiran Al-Quran sesuai dengan maksud apa yang terkandung di dalamnya. Sedangkan kedudukannya sebagai ilmu yang pokok, yang merupakan alat yang diperlukan bagi setiap Mufassir.
Apabila dilihat dari segi lain, maka Ulumul Quran juga dapat merupakan ukuran atau standard bagi Tafsir Al-Quran. Artinya, semakin tinggi dan mendalam Ulumul Quran dikuasai oleh seorang Mufassir maka Tafsir yang diberikannya juga akan semakin mendekati kebenarannya. Oleh karena itu, maka selain berfungsi sebagai kunci pembuka, Ulumul Quran juga dapat berfungsi sebagai standard terhadap Tafsir Al-Quran yang dibuatnya.
Fungsi yang kedua ini (sebagai standar), maka dengan Ulumul Quran akan dapat dibedakan antara Tafsir yang sahih dan Tafsir yang tidak sahih.

E.     Pembagian dan Cabang-cabang Ulumul Quran
Dari uraian tentang pengertian Ulumul Quran dan ilmu-ilmu yang dapat masuk dalam ruang lingkup Ulumul Quran, maka Ulumul Quran dapat dibagi kedalam dua bagian, yakni:
1.               Ilmu Riwayah, yaitu ilmu-ilmu Al-Quran yang diperoleh dengan melalui jalan riwayat. Artinya dengan cara menceritakan kembali atau mengutip atau mensitir dari apa yang telah ada dalam riwayat-riwayat, misalnya tentang macam-macam qiraat (bacaan), tempat  ayat, waktu turunnya dan sebab-sebab turunnya.
2.               Ilmu Dirayah, yaitu ilmu-ilmu Al-Quran yang bersifat ijtihadi, yang dihasilkan dengan jalan pembahasan, perenungan dan penelitian misalnya pengetahuan tentang lafazh-lafazh yang gharib, ayat-ayat yang nasikh dan yang mansukh, tentang I’jazul Quran dan sebagainya.
Mengenai beberapa jumlah cabang Ulumul Quran, Az-Zarkasyi dalam kitabnya Fii Ulumil Quran, menegaskan bahwa ilmu-ilmu Al-Quran tidak terhitung banyaknya. Hal itu dapat dipahami dan merupakan penegasan yang wajar, sebab orang bisa membahas Al-Quran itu dari berbagai macam segi menurut minat dan keahliannya masing-masing. Misalnya seseoarang bisa membahas Al-Quran dari salah satu cabang ilmu-ilmu agama (Fiqh, Ushul Fiqh, Tasawuf, Akidah, Akhlak dan sebagainya). Seseorang dapat pula membahas Al-Quran dari salah satu cabang  ilmu-ilmu bahasa Arab (Nahwu, Sharaf, Balaghah dan sebagainya). Disamping itu, seseorang bisa membahasnya dari segi pengetahuan umum, misalnya Filsafat, sejarah, Astronomi dan sebagainya sesuai tema yang di bawa oleh ayat-ayat bersangkutan, mengingat isi dan kandungan Al-Quran ibarat lautan yang tak bertepi, sebagaimana di isyaratkan oleh surat Al-Kahfi: 109 dan surat Luqman, ayat 27. Ilmu Allah dan HikmahNya yang terkandung didalam Al-Quran tidak akan habis dipelajari atau digali oleh manusia sepanjang masa.

F.     Urgensi atau Manfaat Ulum Al-Quran
1.                  Ulum Al-Quran dapat menolong kita dalam mengkaji Al-Quran dan memahaminya secara benar serta mengambil kesimpulan hukum dan tata krama kehidupan (adab). Sebab, seseorang yang mengkaji Al-Quran dan menafsirkannya tidak akan memperoleh kebenaran seandainya ia tidak mengetahui bagaimana Al-Quran itu diturunkan, kapan diturunkan, urutan surat dan ayat-ayatnya, kemukjizatannya, ketetapan, nasikh dan mansukh dll. Sebagaimana disebutkan dalam definisi di atas. Apabila seseorang itu tidak mengetahuinya, ia akan terpeleset dan salah dalam mengkajinya.
2.                  Sesungguhnya orang yang telah mengkaji ilmu ini telah membekali atau mempersenjatai dirinya dengan senjata yang kuat dan tajam untuk melawan musuh islam yang telah mengepung Al-Quran Al-Karim dengan berbagai tipu daya dan kebohongan yang mereka ada-adakan sesuai dengan kehendak hawa nafsu mereka. Oleh karena itu, tidak diragukan lagi bahwa penjagaan terhadap Al-Quran Al-Karim merupakan kewajiban di atas kewajiban bagi umat Islam. Terlebih lagi bagi para Ulama dan para cendekiawan adalah suatu kemuliaan yang agung dan keutamaan yang besar untuk menjadi seorang muslim yang mau mempertahankan kitab yang mulia ini.














BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah disebutkan di atas dapat disimpulkan bahwa kata Ulumul Qur’an secara etimologi berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu “ulum” dan “Al-Qur’an”. Kata ulum adalah bentuk jama’ dari kata “ilmu” yang berarti ilmu-ilmu. Kata ulum yang disandarkan kepada kata Al-Qur’an telah memberikan pengertian bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari segi keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun dari segi pemahaman terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnya.
Sedangkan secara terminologi dapat disimpulkan bahwa ulumul qur’an adalah ilmu yang membahas hal-hal yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari aspek keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun aspek pemahaman kandunganya sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia.

















DAFTAR PUSTAKA
Nawawi, Rif’at Syauqi Drs. dan Drs. M. Ali Hasan. Pengantar Ilmu Tafsir, PT. Bulan Bintang, Jakarta, 1998.
Muhammad, syekh. Prof. Dr. STUDI AL-QUR’AN AL-KARIM. CV. PUSTAKA SETIA.
Syadali, Ahmad Drs. H. dan Drs. H. Ahmad Rofi’I, ULUMUL QUR’AN I. CV. PUSTAKA SETIA.
http://dokir.wordpress.com/2009/03/13/pengertian-ulumul-quran

Tidak ada komentar:

Posting Komentar