BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Al-Qur’an
adalah kalammullah yang diturunkan kepada nabi muhammad lewat perantara
malaikat Jibril sebagai mu’jizat. Al-Qur’an adalah sumber ilmu bagi kaum
muslimin yang merupakan dasar-dasar hukum yang mencakup segala hal, baik
aqidah, ibadah, etika, mu’amalah dan sebagainya.
عَلَيْكَ الْكِتَـبَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَىْءٍ
وَهَدَى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
Dan
kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan
petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.(Q.S.An-Nahl 89).
جِئْنَـهُمْ بِكِتَـبٍ فَصَّلْنَـهُ عَلَى
عِلْمٍ هُدًى وَرَحْمَةً لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Dan
sesungguhnya Kami telah mendatangkan sebuah Kitab (Al Quran) kepada mereka yang
Kami telah menjelaskannya atas dasar pengetahuan Kami[546]; menjadi petunjuk
dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.(Q.S.Al-A’raf 52).
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Ulumul Qur’an
Istilah Ulumul Qur’an berasal dari bahasa
Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu “ulum” dan “Al-Quran”. Kata “ulum”
adalah bentuk jamak dari kata “ilm” yang berarti ilmu-ilmu. “Al-Quran” adalah
kitab suci umat islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Untuk menjadi
pedoman hidup bagi manusia. Ungkapan Ulumul Quran telah menjadi nama bagi disiplin ilmu dalam kajian Islam. Secara
bahasa, ungkapan ini berarti ilmu-ilmu Al-Quran. Karena itu di Indonesia, ilmu
ini kadang-kadang disebut Ulumul Quran dan kadang-kadang disebut ilmu-ilmu
Al-Quran. Kata “ulum” yang disandarkan kepada kata “Al-Quran” telah memberikan
pengertian bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan
Al-Quran, baik dari segi keberadaannya sebagai Al-Quran maupun dari segi
pemahamannya terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian,
ilmu tafsir, ilmu qiraat, ilmu rasmil Quran, ilmu I’jazil Quran, ilmu asbabin
nuzul, dan ilmu-ilmu yang ada kaitannya dengan Al-Quran menjadi bagian dari
Ulumul Quran.
Ulumul Quran adalah suatu ilmu yang
lengkap dan mencakup semua ilmu yang ada hubungannya dengan Al-Quran baik
berupa ilmu-ilmu agama, seperti ilmu tafsir, maupun berupa ilmu-ilmu bahasa Arab
seperti Ilmu I’rabil Quran.
Ulumul Quran adalah berbeda dengan suatu
ilmu yang merupakan cabang dari Ulumul Quran. Misalnya Ilmu Tafsir yang menitik
beratkan pembahasannya pada penafsiran ayat-ayat Al-Quran. Ilmu Qiraat menitik
beratkan pembahasannya pada cara membaca lafal-lafal Al-Quran. Sedang Ulumul
Quran membahas Al-Quran dari segala segi yang ada relevansinya dengan Al-Quran.
Karena itu, ilmu itu diberi nama Ulumul Quran dengan bentuk jamak, bukan Ulumul
Quran dengan bentuk mufrad.
B.
Lingkup
Pembahasan Ulumul Qur’an
Ulumul Quran meliputi semua ilmu yang ada
kaitannya dengan Al-Quran, baik berupa ilmu-ilmu Agama, seperti ilmu tafsir
maupun ilmu-ilmu Bahasa Arab, seperti ilmu balagah dan ilmu I’rab Al-Quran.
Ilmu-ilmu yang tersebut dalam definisi ini berupa ilmu tentang sebab turun
ayat-ayat Al-Quran, urutan-urutannya, pengumpulannya, penulisannya, qiraatnya,
tafsirnya, kemukjizatannya, nasikh dan mansukhnya, ayat-ayat Makkiyah dan
Madaniyah, ayat muhkamah dan mutasyabihahnya, hanyalah sebagian dari pembahasan
pokok Ulumul Quran. Di samping itu masih banyak lagi ilmu-ilmu yang tercakup
didalamnya, seperti Ilmu Garib Al-Quran, Ilmu Badai Al-Quran, Ilmu Tanasub ayat
Al-Quran, Ilmu Adab Tilawah Al-Quran, dan sebagainya. Bahkan, sebagian ilmu ini
masih dapat dipecah kepada beberapa cabang dan macam ilmu yang masing-masing
mempunyai objek kajian tersendiri. Setiap objek dari ilmu-ilmu ini menjadi
ruang lingkup pembahasan Ulumul Quran.
Ash-Shiddieqi
memandang segala macam pembahasan Ulumul Quran itu kembali kepada beberapa
pokok persoalan saja, sebagai berikut:
1.
Persoalan Nuzul.
Persoalan ini menyangkut dengan ayat-ayat yang diturunkan di Mekkah yang
disebut Makkiyah, ayat-ayat yang
diturunkan di Madinah yang disebut Madaniyah, ayat-ayat yang diturunkan ketika
Nabi berada di kampung yang disebut Hadariyah,
ayat-ayat yang diturunkan ketika Nabi dalam perjalanan disebut Safariyah, ayat-ayat yang diturunkan di
waktu siang hari disebut Nahariyah,
ayat-ayat yang diturunkan di waktu malam hari disebut Lailiyah, yang diturunkan di musim dingin Syitaiyah, yang ditunkan di musim panas disebut Saifiyah, dan yang diturunkan ketika
Nabi di tempat tidur disebut Firasyiyah,
persoalan ini juga meliputi hal yang menyangkut sebab-sebab turun ayat, yang
mula-mula turun yang turun terpisah-pisah, yang turun sekaligus, yang pernah
diturunkan kepada seorang Nabi, dan yang belum pernah turun sama sekali.
2.
Persoalan sanad.
Persoalan ini meliputi hal-hal yang menyangkut sanad yang mutawatir, yang ahad,
yang syaz, bentuk-bentuk qiraat Nabi, para periwayat dan para penghafal
Al-Quran, dan cara tahammul (penerimaan riwayat).
3.
Persoalan ada’
Al-Qiraah (cara membaca Al-Quran) Hal ini menyangkut waqaf (cara berhenti),
ibtida’ (cara cara memulai), imalah, madd (bacaan yang dipanjangkan), takhfif
hamzah(meringankan bacaan hamzah), idgam (memasukkan bunyi huruf yang sakin
kepada bunyi huruf sesudahnya).
4.
Pembahasan yang
menyangkut lafal Al-Quran yaitu tentang yang garib (pelik), mu’rab (menerima
perubahan akhir kata), majaz (matefora), musytarak (lafal yang mengandung lebih
dari satu makna), mudarif (sinonim), isti’arah (metafor), dan tasybih
(penyerupaan).
5.
Persoalan makna
Al-Quran yang berhubungan dengan hukum, yaitu ayat yang bermakna ‘amm (umum)
dan tetap dalam keumumannya, ‘amm yang dimaksudkan khusus, ‘amm yang
dikhususkan oleh Sunnah, yang nas, yang zahir, yang mujmal (bersifat global),
yang mufassal (dirinci), yang mantuq (makna yang berdasarkan pengutaraan), yang
mafhum (makna yang berdasarkan pemahaman), mutlak (tidak terbatas), yang
muqayyad (terbatas), yang muhkam (kukuh, jelas), mutasyabih (samar), yang
musykil (maknanya pelik), yang nasihkh (menghapus), dan mansukh (dihapus),
muqaddam (didahulukan), muakhkhar (dikemudiankan), ma’mul (diamalkan) pada waktu tertentu, dan
yang hanya ma’mul oleh seorang saja.
6.
Persoalan makna
Al-Quran yang berhubungan dengan lafal, yatu lafl (pisah), wasl (berhubungan),
ijaz (singkat), itnab (panjang), musawah (sama), dan qasr (pendek).
Demikian
pokok-pokok pembahasan yang menjadi ruang lingkup Ulumul Quran menurut
Ash-Siddieqy. Namun, persoalan-persoalan yang dikemukakan juga tidak keluar
dari ilmu-ilmu Agama dan Bahasa Arab.
C.
Sejarah
Perkembangan Ilmu-Ilmu Al-Quran
Al-Quran
diturunkan kepada Nabi SAW. Secara berangsur-angsur sesuai dengan kejadian dan
kebutuhan umat manusia. Allah telah menjamin Nabi membacakan dan memahamkan
makna Al-Quran kepadanya.
Kemudian,
Rasul menyampaikan kepada para sahabat secara berangsur-angsur segala hal yang
telah diturunkan kepadanya agar mereka dapat menghapal lafaznya dan memahami
maknanya, mengetahui rahasia-rahasianya, dan menjelaskannya kepada mereka
melalui lisan, perbuatan, kesepakatan, dan akhlaknya, atau sunnahnya.
Para
sahabat Nabi SAW. Sangat berkeinginan untuk menghapal Al-Quran sesuai kadar
maupun hapalannya. Di samping antusiasme mereka yang besar, mereka juga
mengetahui banyak tentang makna-makna Al-Quran, ilmu-ilmu, dan
rahasia-rahasianya. Sebab, mereka adalah orang arab tulen yang memiliki dan
dapat menyelami kelebihan-kelebihan kearabannya. Mereka memiliki kejernihan
hati, kecemerlangan akal, kepekaan atau keenceran pikiran, dan kekuatan
hapalannya. Kelebihan mereka juga disebabkan mereka menyaksikan wahyu dan
penurunannya. Mereka mengetahui situasi dan kondisi yang tidak diketahui orang lain. Mereka
mendengar langsung dari Nabi Muhammad SAW. Yang tidak pernah dilihat orang
lain.
Pada
masa Nabi, masa pemerintahan Abu Bakar dan masa Umar, ilmu-ilmu Al-Quran belum
dibukukan, karena umat Islam pada waktu itu terdiri dari kalangan sahabat belum
memerlukannya. Pada umumnya kalangan sahabat Nabi, baik dari suku Quraisy
maupun suku-suku lainnya mempunyai kemampuan memahami Al-Quran dengan baik,
mengingat mereka adalah murid-murid langsung Rasulullah, disamping bahwa bahasa
Al-Quran adalah bahasa mereka sendiri dan mereka mengetahui sebab-sebab turunya
Al-Quran, ilmu-ilmu Al-Quran di masa Rasulullah dan kedua khalifah sesudah
beliau dipelihara dalam bentuk periwayatan, berjalan dengan musyafahah, yakni
dari mulut ke mulut.
Pada
masa pemerintahan Ali, umat Islam yang berasal dari bangsa-bangsa non-Arab
semain banyak. Sudah barang tentu mereka yang non-Arab tidak menguasai bahasa
Arab, yang oleh karena itu banyak terjadi di kalangan mereka kesalahan membaca
Al-Quran, karena mereka tidak mengerti soal I’rab, sedang Al-Quran waktu itu
belum mempunyai tanda-tanda syakal (harkat, titik dan tanda-tanda lain) yang
memudahkan membaca bagi yang membacanya. Karena itu, sebagaimana masyhur dalam
sejarah, Khalifah Ali memerintahkan kepada Abul Aswad Ad-Dualy untuk menyusun
kaidah-kaidah bahasa Arab, guna menjaga keselamatan bahasa Arab yang menjadi
bahasa Al-Quran. Tindakan khalifah Ali r.a ini, kemudian dipandang sebagai
perintis bagi lahirnya Ilmu Nahwu dan Ilmu I’rabil Quran.
Sejarah
menjadi saksi, bahwa pada abad I dan abad II H, selain khalifah Utsman dan Ali,
masih banyak ulama yang diakui sebagai perintis lahirnya Ilmu yag dikemudian
hari dinamai Ilmu Asbabun Nuzul, Ilmu Makky wal Madany, Ilmu Nasikh wal
Mansukh, Ilmu Gharibil Quran, Ilmu Tafsir dan sebagainya. Adapun tokoh-tokoh
perintis bagi lahirnya ilmu-ilmu Al-Quran itu, ialah:
1.
Dari kalangan
sahabat: Khalifah yang empat, Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Zaid bin Tsabit, Ubay
bin Ka’ab, Abu Musa Al-Asy’ary dan Abdullah bin Zubair.
2.
Dari kalangan
Tabi’in: Mujahid, ‘Atha bin Abi Rabah, Ikrimah Maula Ibnu Abbas, Qatadah,
al-Hasan al-Basri, Said bin Juber, Zaid bin Aslam.
3.
Dari kalangan
Tabi’it Tabi’in: Malik bin Anas, Beliau banyak menimba ilmunya dari Zaid bin
Aslam.
D.
Hubungan
Ulum Quran dengan Tafsir Al-Quran
Mengenai
hubungan antara Ulumul Quran dengan tafsir, maka terlebih dahulu akan
dikemukakan hal-hal yang mengenai tafsir. Dari segi etimologi (bahasa), maka
tafsir dapat diartikan menerangkan atau menyatakan. Sedangkan dari segi
Terminologi (istilah), tafsir berarti menerangkan ayat-ayat Al-Quran, baik
menerangkan artinya, maksud yang terkandung di dalamnya atau pun mengenai
kandungan isinya, baik dengan ketentuan yang jelas atau dengan isyarat.
Maka
antara Ulumul Quran dan Tafsir mempunyai hubungan yang erat sekali. Ulumul
Quran amat menentukan bagi seseorang yang ingin membuat syarah atau menafsirkan
ayat-ayat Al-Quran secara tepat dan dapat dipertanggung-jawabkan. Bagi seorang
Mufassir, maka Ulumul Quran secara mutlak merupakan alat yang harus lebih dahulu
dikuasainya, sebelum ia mulai memberikan Tafsir atau Takwil terhadap ayat-ayat
Al-Quran.
Seperti
halnya dalam bidang hadis, maka seorang muhadis yang akan menerangkan hadis
hadis diperlukan juga ilmu-ilmu hadis, baik ilmu Hadis Riwayah ataupun ilmu Hadis
Diroyah. Demikian juga dalam tafsir, maka sebelum seorang Mufassir menerangkan
dan menafsirkan Al-Quran, terlebih dahulu harus juga menguasai ilmu-ilmu
tafsir, atau yang lazim disebut Ulumul Quran atau ilmu-ilmu Al-Quran.
Di
samping Ulumul Quran sebagai pokok, maka juga diperlukan ilmu-ilmu lain sebagai
pembantu yang harus dikuasai oleh seorang Mufassir, antara lain:
a.
Ilmu-ilmu Bahasa
Arab (Nahwu, Saraf, Balagah dan sebagainya)
b.
Ilmu Hadis
c.
Ilmu Usulul Fiqh
d.
Ilmu kalam
e.
Ilmu Qiraah
Seperti
sudah dikemukakan di muka, bahwa menafsirkan Al-Quran berarti memberi syarah
atau menerangkan ayat-ayatnya. Seorang Mufassir baru dapat memberikan syarah
atau memberikan uraian dan keterangan sesuai dengan maksud ayat tersebut.
Secara tepat dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, apabila ia
sebelumnya menguasai Ulumul Quran tersebut. Dengan kata lain, setelah ia
memahami dan menguasai Ulumul Quran, ia baru akan mampu memberikan Tafsir atau
Takwil terhadap sesuatu atau beberapa ayat-ayat Al-Quran. Dengan Ulumul Quran seseorang
baru bisa membuka dan menyelami apa yang terhubung didalam Al-Quran.
Dengan
demikian, Ulumul Quran berfungsi sebagai kunci pembuka terhadap penafsiran
Al-Quran sesuai dengan maksud apa yang terkandung di dalamnya. Sedangkan
kedudukannya sebagai ilmu yang pokok, yang merupakan alat yang diperlukan bagi
setiap Mufassir.
Apabila
dilihat dari segi lain, maka Ulumul Quran juga dapat merupakan ukuran atau
standard bagi Tafsir Al-Quran. Artinya, semakin tinggi dan mendalam Ulumul
Quran dikuasai oleh seorang Mufassir maka Tafsir yang diberikannya juga akan
semakin mendekati kebenarannya. Oleh karena itu, maka selain berfungsi sebagai
kunci pembuka, Ulumul Quran juga dapat berfungsi sebagai standard terhadap
Tafsir Al-Quran yang dibuatnya.
Fungsi
yang kedua ini (sebagai standar), maka dengan Ulumul Quran akan dapat dibedakan
antara Tafsir yang sahih dan Tafsir yang tidak sahih.
E.
Pembagian
dan Cabang-cabang Ulumul Quran
Dari
uraian tentang pengertian Ulumul Quran dan ilmu-ilmu yang dapat masuk dalam
ruang lingkup Ulumul Quran, maka Ulumul Quran dapat dibagi kedalam dua bagian,
yakni:
1.
Ilmu Riwayah,
yaitu ilmu-ilmu Al-Quran yang diperoleh dengan melalui jalan riwayat. Artinya
dengan cara menceritakan kembali atau mengutip atau mensitir dari apa yang
telah ada dalam riwayat-riwayat, misalnya tentang macam-macam qiraat (bacaan),
tempat ayat, waktu turunnya dan
sebab-sebab turunnya.
2.
Ilmu Dirayah,
yaitu ilmu-ilmu Al-Quran yang bersifat ijtihadi, yang dihasilkan dengan jalan
pembahasan, perenungan dan penelitian misalnya pengetahuan tentang
lafazh-lafazh yang gharib, ayat-ayat yang nasikh dan yang mansukh, tentang
I’jazul Quran dan sebagainya.
Mengenai
beberapa jumlah cabang Ulumul Quran, Az-Zarkasyi dalam kitabnya Fii Ulumil Quran, menegaskan bahwa
ilmu-ilmu Al-Quran tidak terhitung banyaknya. Hal itu dapat dipahami dan
merupakan penegasan yang wajar, sebab orang bisa membahas Al-Quran itu dari
berbagai macam segi menurut minat dan keahliannya masing-masing. Misalnya
seseoarang bisa membahas Al-Quran dari salah satu cabang ilmu-ilmu agama (Fiqh,
Ushul Fiqh, Tasawuf, Akidah, Akhlak dan sebagainya). Seseorang dapat pula
membahas Al-Quran dari salah satu cabang
ilmu-ilmu bahasa Arab (Nahwu, Sharaf, Balaghah dan sebagainya). Disamping
itu, seseorang bisa membahasnya dari segi pengetahuan umum, misalnya Filsafat,
sejarah, Astronomi dan sebagainya sesuai tema yang di bawa oleh ayat-ayat
bersangkutan, mengingat isi dan kandungan Al-Quran ibarat lautan yang tak
bertepi, sebagaimana di isyaratkan oleh surat Al-Kahfi: 109 dan surat Luqman,
ayat 27. Ilmu Allah dan HikmahNya yang terkandung didalam Al-Quran tidak akan
habis dipelajari atau digali oleh manusia sepanjang masa.
F.
Urgensi
atau Manfaat Ulum Al-Quran
1.
Ulum Al-Quran
dapat menolong kita dalam mengkaji Al-Quran dan memahaminya secara benar serta
mengambil kesimpulan hukum dan tata krama kehidupan (adab). Sebab, seseorang
yang mengkaji Al-Quran dan menafsirkannya tidak akan memperoleh kebenaran
seandainya ia tidak mengetahui bagaimana Al-Quran itu diturunkan, kapan
diturunkan, urutan surat dan ayat-ayatnya, kemukjizatannya, ketetapan, nasikh
dan mansukh dll. Sebagaimana disebutkan dalam definisi di atas. Apabila
seseorang itu tidak mengetahuinya, ia akan terpeleset dan salah dalam
mengkajinya.
2.
Sesungguhnya
orang yang telah mengkaji ilmu ini telah membekali atau mempersenjatai dirinya
dengan senjata yang kuat dan tajam untuk melawan musuh islam yang telah
mengepung Al-Quran Al-Karim dengan berbagai tipu daya dan kebohongan yang
mereka ada-adakan sesuai dengan kehendak hawa nafsu mereka. Oleh karena itu,
tidak diragukan lagi bahwa penjagaan terhadap Al-Quran Al-Karim merupakan
kewajiban di atas kewajiban bagi umat Islam. Terlebih lagi bagi para Ulama dan
para cendekiawan adalah suatu kemuliaan yang agung dan keutamaan yang besar
untuk menjadi seorang muslim yang mau mempertahankan kitab yang mulia ini.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
pembahasan yang telah disebutkan di atas dapat disimpulkan bahwa kata Ulumul
Qur’an secara etimologi berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata,
yaitu “ulum” dan “Al-Qur’an”. Kata ulum adalah bentuk jama’ dari kata “ilmu”
yang berarti ilmu-ilmu. Kata ulum yang disandarkan kepada kata Al-Qur’an telah
memberikan pengertian bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang
berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari segi keberadaanya sebagai Al-Qur’an
maupun dari segi pemahaman terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnya.
Sedangkan
secara terminologi dapat disimpulkan bahwa ulumul qur’an adalah ilmu yang
membahas hal-hal yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari aspek
keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun aspek pemahaman kandunganya sebagai
pedoman dan petunjuk bagi manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Nawawi, Rif’at Syauqi
Drs. dan Drs. M. Ali Hasan. Pengantar
Ilmu Tafsir, PT. Bulan Bintang, Jakarta, 1998.
Muhammad, syekh. Prof.
Dr. STUDI AL-QUR’AN AL-KARIM. CV.
PUSTAKA SETIA.
Syadali, Ahmad Drs. H.
dan Drs. H. Ahmad Rofi’I, ULUMUL QUR’AN
I. CV. PUSTAKA SETIA.
http://dokir.wordpress.com/2009/03/13/pengertian-ulumul-quran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar