في تلقى الركبان والإحتكار
أ- حَدَّثَنَا عَبْدُاللهِ بْنُ يُوْسُفَ أَخْبَرَنَا مَاِلكٌ عَنْ نَافِعٍ
عَنْ عَبدِاللهِ بْنِ عُمَرَ رضي الله عنهمَا أنَّ رسولَ اللهِ صلَّى الله عليهِ
وسلَّمَ قَالَ لاَ يَبِيْعُ بَعْضُكُمْ عَلَى يَبْعِ بَعْضٍ وَلاَ تَلَقَّوُا
السِّلَعَ حَتّى يُهْبَطَ بِهَا إِلَى السُّوْقِ )صحيح البخاري,كتاب الِبيوع2020:)
“Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah
bin Yusuf telah mengabarkan kepada kami Malik dari Nafi’ dari ‘Abdullah bin
‘Umar RA bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah sebagian kalian menjual
diatas jualan sebagai yang lain dan janganlah pula kalian menyongsong dagangan
hingga dagangan itu sampai di pasar”.
Penjelasan:
Sekalipun Islam
memberikan kebebasan kepada setiap orang dalam menjual, membeli dan yang
menjadi keinginan hatinya, tetapi Islam menentang dengan keras sifat ananiyah
(egois) yang mendorong sementara orang dan ketamakan pribadi untuk menumpuk
kekayaan atas biaya orang lain dan memperkaya pribadi, kendati dari bahan baku
yang menjadi kebutuhan rakyat.
Di antara hadis-hadis penting yang berkenaan dengan masalah penimbunan
dan permainan harga ini, ialah hadis yang diriwayatkan oleh Ma’qil bin Yasar
salah seorang sahabat Nabi. Ketika dia sedang menderita sakit keras, didatangi
oleh Abdullah bin Ziad salah seorang gubernur dinasti Umayyah untuk
menjenguknya. Waktu itu Abdullah bertanya kepada Ma’qil: Hai Ma’qil Apakah kamu
menduga, bahwa aku ini seorang yang memeras darah haram? Ia menjawab: Tidak. Ia
bertanya lagi: Apakah kamu pernah melihat aku ikut campur dalam masalah harga
orang-orang Islam? Ia menjawab: Saya tidak pernah melihat. Kemudian Ma’qil
berkata: Dudukkan aku, Mereka pun kemudian mendudukkannya, lantas ia berkata:
Dengarkanlah, hai Abdullah, Saya akan menceritakan kepadamu tentang sesuatu
yang pernah saya dengar dari Rasulullah SAW bersabda:
“Barang siapa ikut campur tentang
harga-harga orang-orang Islam supaya menaikkannya sehingga mereka keberatan,
maka adalah menjadi ketentuan Allah untuk mendudukkan dia itu pada api yang
sangat besar nanti di hari kiamat.”
Kemudian Abdullah bertanya: “Engkau
benar-benar mendengar hal itu dari Rasulullah SAW?”. Ma’qil menjawab: “Bukan
sekali dua kali saya mendengar Rasulullah SAW bersabda demikian.”
(Riwayat Ahmad dan Thabarani)
ب- حدّثنَا الصَّلْتُ بْنُ مُحَمَّدٍ حدّثنا عبدُ
اْلوَاحِدِ حدّثنا مَعْمَرٌ عَنْ عبدِ اللهِ بنِ طَاوُسٍ عَنْ أبيهِ عَنِ
ابْنِ عَبّاسٍ رضي الله عنهما قَالَ قَالَ رسول الله صلى الله عليه وسلّم لَا
تَلَقَّوُا الرُّكْبَانَ وَلاَ يَبِعْ حَاضِرٌ لِبَادٍ قَالَ فَقُلْتُ لِابْنِ
عَبَّاسٍ مَا قَوْلهُ لاَ يَبِيعُ حَاضِرٌ لِبَادٍ قَالَ لاَ يَكُوْنُ لَهُ
سِمْسَارًا )صحيح البخاري,كتاب الِبيوع2012:)
“Menceritakan kepada kami Salt bin
Muhammad telah mengabarkan kepada kami Abdul wahid mengabarkan kepada kami
Muammar Dari Abdullah bin Thawus dari Ayah nya Ibnu abbas RA ia berkata telah
bersabda Rasulullah SAW:
“Janganlah kamu mencegat
kafilah-kafilah dan janganlah orang-orang kota menjual buat orang desa.” saya
bertanya kepada Ibnu abbas, ” Apa arti sabdanya.? “Janganlah kamu mencegat
kafilah-kafilah dan jangan orang- menjadi perantara baginya”.
Penjelasan:
Kita
ketahui dalam sejarah, bahwa masyarakat arab banyak mata pencariannya sebagai
pedagang. Mereka berdagang dari negeri yang satu kenegeri yang lain. Ketika
mereka kembali, mereka membawa barang-barang yang sangat dibutuhkan oleh
penduduk mekkah. Mereka datang bersama rombongan besar yang disebut kafilah.
Penduduk arab berebut untuk mendapatkan barang tersebut karena harganya murah. Oleh
karena itu banyak tengkulak atau makelar mencegat rombongan tersebut di tengah
jalan atau memborong barang yang dibawa oleh mereka. Para tengkulak tersebut
menjualnya kembali dengan harga yang sangat mahal. Membeli barang dagangan
sebelum sampai dipasar atau mencegatnya di tengah jalan merupakan jual beli
yang terlarang didalam agama islam. Rasulullah saw bersabda:
“apabila
dua orang saling jual beli, maka keduanya memiliki hak memilih selama mereka
berdua belum berpisah, dimana mereka berdua sebelumnya masih bersama atau
selama salah satu dari keduanya memberikan pilihan kepada yang lainnya, maka
apabila salah seorang telah memberikan pilihan kepada keduanya, lalu mereka
berdua sepakat pada pilihan yang diambil, maka wajiblah jual beli itu dan
apabila mereka berdua berpisah setelah selesai bertransaksi, dan salah satu pihak
diantara keduanya tidak meninggalkan transaksi tersebut, maka telah wajiblah
jual beli tersebut”. (diriwayatkan oleh Al-Bukhori dan Muslim, sedangkan
lafaznya milik muslim).
Dalam
hadits tersebut jelaslah bahwa islam mensyari’atkan bahwa penjual dan pembeli
agar tidak tergesa-gesa dalam bertransaksi, sebab akan menimbulkan penyesalan
atau kekecewaan. Islam menyari’atkan tidak hanya ada ijab Kabul dalam jual
beli, tapi juga kesempatan untuk berpikir pada pihak kedua selama mereka masih
dalam satu majlis.
Menurut
Hadawiyah dan Asy-syafi’I melarang mencegat barang diluar daerah, alasannya
adalah karena penipuan kepada kafilah, sebab kafilah belum mengetahui harganya.
Malikiyah, Ahmad, dan Ishaq berpendapat bahwa mencegat para kafilah itu
dilarang, sesuai dengan zahir hadits. Hanafiyah dan Al-Auja’i membolehkan
mencegat kafilah jika tidak mendatangkan mudarat kepada penduduk, tapi jika
mendatangkan mudarat pada penduduk, hukumnya makruh.
ج- حدّثنَا
عَبدُاللهِ بْنُ مَسْلَمَةَ بْنِ قَعْنَبٍ حدّثنَا سُلَيْمَانُ يَعْنِي ابْنَ بِلَالٍ
عَنْ يَحْيَى وَهُوَ ابْنُ سَعِيْدٍ قَالَ كَانَ سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ يُحَدِّثُ
أَنَّ مَعْمَرًا قَالَ قَالَ رسولُ الله صلّى الله عليهِ وسلّمَ مَنِ
احْتَكَرَ فَهُوَ خَاِطئٌ فَقِيْلَ لِسَعِيدٍ فَإِنَّكَ تَحْتَكِرُ قَالَ سَعِيدٌ
إِنَّ مَعْمَرًا الَّذِي كَانَ يُحَدِّثُ هَذَا الْحَدِيْثَ كَانَ يَحْتَكِرُ )صحيح البخاري,كتاب المساقاه :3012)
“Menceritakan kepada kami Abdullah bin Muslim bin Qa’nab Mengabarkan
kepada kami Sulaiman yakni anak Bilal dari Yahya dan ia anak Said berkata ia Said
bin Musayyab menceritakan
bahwa Muammar mengatakan telah bersabda Rasulullah SAW: barang siapa memonopoli maka ia orang yang salah maka di kata
orang bagi Said bahwasanya engkau memonopili berkata said bahwasanya Muammar
yang ia adalah meriwayatkan ini hadits adalah Memonopoli”.
Penjelasan:
Kata
Al-Ihtikar yaitu orang yang membeli makanan dan kebutuhan pokok masyarakat
untuk dijula kembali, namun ia menimbun (menyimpan) untuk menunggu kenaikan
harga. Monopoli adalah membeli barang perniagaan untuk didagangkan kembali dan
menimbunnya agar keberadaaannya sedikit dipasar lalu harganya naik dan tinggi
bagi si Pembeli.
Para ulama membagi monopoli kedalam dua jenis:
a. Monopoli yang haram, yaitu monopoli pada makanan pokok
masyarakat,
Sabda Rasulullah, riwayat Al-Asram dari Abu Umamah:
Sabda Rasulullah, riwayat Al-Asram dari Abu Umamah:
أَنْ النبيُ صَلى الله عَليهِ وسلم نهَى أنْ يَحْتكِرُالطٌعَا
مَ.
Artinya:
“Nabi SAW melarang monopoli makanan”
“Nabi SAW melarang monopoli makanan”
Jenis inilah yang dimaksud dalam
hadis bahwa pelakunya bersalah, maksudnya bermaksiat, dosa dan melakukan
kesalahan.
b. Monopoli yang diperbolehkkan, yaitu
pada suatu yang bukan kepentingan umum, seperti: minyak, lauk pauk, madu, pakaian,
hewan ternak.
Sehubungan dengan celaan melakukan penimbunan ini, telah
disebutkan sejumlah hadis diantaranya:
1) Hadits Umara dari Nabi SAW
مَنْ احْتَكَرَعَلى لمُسْلِمِيْنَ
طَعَامُهُمْ ضَرَبَهُ اللهُ بِل اجُذامِ وَالاِ فْلاَ سِ
Artinya:
“Siapa menimbun makanan kaum
muslimin, niscaya Allah akan menimpakan penyakit dan kebangkrutan kepadanya.”
2) Diriwayatkan Ibnu Majah dengan Sanad
Hasan
اَجَالْ لِبُ مَرْزُوْقُ
وَالمُحْتَكِرُمَلْعُوْنُ
Artinya :
“orang yang mendatangkan barang akan
diberi rezeki dan orang yang menimbun akan dilaknat”
3) Al-Hakim meriwayatkan dari Abu Hurairah dari Nabi SAW
مَنِ احْتَكَرَحُكْرَة ًيُرِيْدُأنْ
يُغَالِيَ بِهَاعَلَى ا لمُسْلِمِيْنَ فَهُوَخَطِئَ
Artinya:
“Barang
siapa yang menimbun barang terhadap kaum muslimin agar harganya menjadi mahal,
maka ia telah melakukan dosa.”
4) Dari ibnu Umar, dari Nabi SAW:
مَنْ احْتَكَرَطَعَمًاأرْبَعِيْنَ
لَيْلة فَقَدْبَرِىءَمِنَ اللهَ وَبَرِىءَ مِنْهُ
Artinya:
“Siapa
yang menimbun makanan selama empat puluh malam sungguh ia telah terlepas dari
Allah dan Allah berlepas dari padanya”.
Para Ahli fiqih (dikutip Drs. Sudirman, M.MA) berpendapat menimbun
barang diharamkan dengan syarat:
a. Barang yang ditimbun melebihi
kebutuhan atau dapat dijadikan persedian untuk satu tahun
b. Barang yang ditimbun dalam usaha
menunggu saat harga naik
c. Menimbun itu dilakuakn saat manusia sangat
membutuhkan
ukh......sukron atas....blog ente...//ane ambil pokok isinya...sukron ya
BalasHapusSyukron juga.. :)
Hapuspengen nanyak ukh..
BalasHapuskalau PERTAMINA itu monopoli gak..
trima kasih